Satu Kata untuk Kita

631 82 22
                                    

"Maafkan aku. Maafkan aku. Jika saja perasaan ini tak terjalin diantara kita, kau mungkin tak akan menderita.

Maafkan aku..."

"Ini bukan salahmu. Ini bukan salah siapapun.

Disini, di dalam hatiku, masih tersimpan rapih semua perasaan untukmu.

Aku masih sangat menyayangimu."

Unrequited
Suasana ruang makan tampak hening. Satu-satunya yang terdengar hanya dentingan sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring keramik. Hanya ada empat orang yang duduk disana. Park Siwon, Park Yesung, Park Chanyeol dan Park Chae Young aka Rose. Tak satupun dari mereka berempat yang tampak akan memulai pembicaraan kecil. Lagipula memang inilah biasa yang terjadi setiap mereka sarapan pagi bersama. Membiarkan keheningan menyelimuti ruangan itu.

Jongin dan Baekhyun hanya berdiri di ambang ruang makan. Baekhyun sudah berkali-kali melirik jam tangannya dengan gelisah. Lalu menatap lurus ke koridor yang tetap kosong. Orang yang ia tunggu tetap tak menunjukkan dirinya.

Sadar akan kegelisahan Baekhyun, pemuda berkulit gelap disampingnya meliriknya risih. "Apa kau tidak bisa tenang sebentar, Baek?"

"Kenapa Sehunniee masih belum ke ruang makan?"

Jongin ikut melirik ke arah koridor. Perlahan ia menghela nafas saat ia mengingat e-mail dari Sehun yang ia terima nyaris tengah malam tadi. sehun meminta jongin menemaninya berkeliling hari ini. Tapi sang pengirim e-mail bahkan belum kelihatan sama sekali. Bisa saja jongin mendatangi kamarnya, tapi rasanya ia enggan melakukannya. Ketika pagi tadi ia mendapati chanyeol dalam keadaan tidak baik, ia mengira sesuatu mungkin terjadi semalam diantara mereka berdua.

Seketika baekhyun berubah sumringah. "Sehunniiee!" panggilnya saat melihat sehun sudah berjalan di koridor dengan mengenakkan kemeja putih ditutupi jaket biru dan celana panjang berwarna senada. Jelas ia tampak sangat rapi pagi ini.

"Rapi sekali?" tanya Baekhyun saat sehun sampai dihadapannya.

sehun tak menjawab. Ia hanya tersenyum kecil dan melewati mereka berdua begitu saja. Langkahnya dengan tenang masuk ke ruang makan. Sadar tengah menjadi pusat perhatian, sehun tetap berjalan maju dengan wajah datar. Bahkan ia tak menyapa siapapun. Lalu menarik kursi yang agak jauh dari keluarganya. Buru-buru seorang maid membawakan sarapan untuk sehun.

Hening…

"Sehun," Suara Siwon terdengar dingin, "mana etikamu saat muncul di ruang makan?"
Sehun yang tadi ingin menyentuh roti panggang di piringnya langsung terdiam. Diliriknya sang ayah datar. "Selamat pagi, Appa, Eomma, Chan hyung dan Rose sii." Singkat. Lalu ia kembali memotong roti panggang di piring dan memakannya.

Sebersit tatapan aneh tampak di kedua manik emas milik Yesung. Ia menyudahi sarapannya dan memandangi wajah putra bungsungnya lebih teliti. "Hunnie, apa kau tidak tidur semalam? Hunnie tampak kelelahan dan telat sarapan."

"Tidak apa-apa, Eomma. Aku baik-baik saja."

"Kau yakin?" Yesung menyipitkan matanya. Ia membesarkan putranya selama empat belas tahun dan ia tahu kapan sehun berbohong. Seperti saat ini. Ia tahu sehun berbohong dengan mengatakan ia baik-baik saja.

sehun yang ia kenal sebelum pergi ke Amerika adalah anak yang sangat baik dan beretika. Dalam kondisi seburuk apapun ia akan selalu menunjukan etika baik dihadapan semua orang. Tapi kali ini tidak. Sehun mengacuhkan keluarganya. Tidak menyapa mereka.

Yesung tahu ada yang terjadi kepadanya.
Tapi karena Sehun tak ingin mengungkitnya, sang Ibu hanya tersenyum lirih. "Hari ini hari minggu. Apa Hunnie ada rencana?" tanyanya lembut.

UnrequitedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang