[7] Between them

123 30 24
                                    

   Sua mendapati Siyeon berdiri di dekat mobilnya. Tanpa ragu-ragu dia berlari mendekati Siyeon. Siyeon melihat Sua sambil tersenyum. Senyum yang dibuat agar Sua tidak melihat kesedihan di wajahnya yang bisa membuat Sua khawatir. Mata Sua menatap ke dalam mobil Siyeon. 

  Menatap ke sekeliling. Tidak mendapati keberadaan Sarang. Tanpa berkata-kata tapi melalui tatapan matanya Sua bertanya kepada Siyeon. Tahu apa yang wanita itu cari, Siyeon menggeleng lemah. Hati Sua terasa sakit, walau dia sudah berusaha untuk siap menghadapi situasi seperti ini.

   Sarang menggerakkan tangannya karena marah dan gelisah. Sampai akhirnya dia menegakkan kepalanya. Dia memanggil salah seorang pelayan dan meminta agar pesanannya di bawa pulang saja. Tidak perlu waktu lama Sarang mendapatkan pesanannya. Entah kenapa dia terburu-buru keluar dan mencari keberadaan Siyeon. 

  Dia melihatnya, mereka, tidak jauh darinya. Sarang berjalan perlahan mendekati mereka. Setiap langkahnya memutar satu kenangan. Kenangan yang dulu pernah dia katakan akan selalu dia ingat tanpa penyesalan, sekarang justru sangat dia sesalkan.


"Sarang-a...." Sua menatap Sarang.

"Apa pun itu lakukan dengan cepat, aku ada janji" Ucap Sarang cepat.

"Bogosipeo" Sua menahan tangisnya.

"Lalu?"

"Aku sangat ingin bertemu denganmu" Ucap Sua yang sudah meneteskan air mata.

"Itu sudah terjadi" Jawab Sarang datar.

"Aku sangat ingin melihatmu" Sua mendekat satu langkah.

"Kau selalu muncul di hadapanku, tapi selama ini belum bisa aku gapai" Satu langkah lagi, lebih dekat.

"Kau ke-"

"Tidak akan bisa" Ucap Sarang tegas.

"A-apa...?" Sua mengurungkan langkahnya.

"Aku tidak akan bisa diraih, Kim Bora-ssi, tidak olehmu"

"Sarang-a.... A-aku...." Lebih banyak air mata yang membasahi wajah Sua.

"Aku akan menghitung sampai sepuluh, lihatlah aku sepuasmu" Sarang mengangkat tangan kirinya, membuka telapak tangannya.


   Siyeon walau hanya diam, dia juga meneteskan air mata. Kepalanya tertunduk dalam. Dia bersandar pada mobilnya. Siyeon merasakan hatinya begitu terluka. Setiap kata yang Sarang ucapkan menyayat hatinya. Tapi Siyeon tahu, dia pantas menerimanya. 

  Mengingat apa yang pernah dia lakukan kepada gadis itu dulu, Siyeon merasa sangat pantas menerima rasa sakit yang lebih besar lagi. Dia siap menerimanya, tidak masalah, meski itu tidak membuat Sarang memaafkannya.


"Satu... Dua...." Sarang menekuk satu jarinya.

Sua terdiam menatap Sarang sambil berlinang air mata. Melihat wajah Sarang. Menatap mata coklat yang pernah membuatnya nyaman.

"Tiga..... Empat...." Satu lagi jari yang ditekuk.

Beralih ke bibir kecil itu. Suara itu, yang dulu selalu membawa kebahagiaan baginya. Suara yang membuatnya rela diam berjam-jam hanya untuk mendengarkannya bergumam.

"Lima... Enam...." Tersisa dua jari lagi.

Tangan itu. Telapak tangan yang lebih kecil darinya. Tapi jauh lebih hangat, bahkan sering membuatnya mengira kalau Sarang selalu demam, dulu.

"Tujuh.... Delapan...." Satu jari terakhir.

Gadis itu, Sarang. Sua senang berjalan di sampingnya, karena itu membuatnya terlihat tinggi dibandingkan anak itu. Tapi sekarang, dia jadih lebih tinggi sedikit darinya, kelihatannya.

Warm youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang