Prolog

954 101 13
                                    

Kintan mulai nyaru sama yang namanya cinta sejak putus dari pacar terakhirnya lebih dari satu tahun yang lalu. Pacar yang sudah menjalin hubungan hampir empat tahun dengannya lalu kandas di tengah jalan begitu saja. Ditambah lagi, hubungan itu berakhir sesaat setelah Kintan dilamar. What a sad reality!

Ditambah lagi satu tahun terakhir Kintan sibuk dengan studi master of economics-nya di negeri Sakura. Sebagai penerima beasiswa full dari sebuah lembaga, Kintan mulai disibukkan dengan kegiatannya sebagai seorang influencer di sosial media hingga diundang menjadi speaker tiap kepulangannya ke Indonesia.

Ya, intinya cinta sudah bukan lagi prioritas Kintan. Thanks to kesibukannya sebagai seorang research student yang tidak memberikan izin kepada Kintan untuk bergalau-galalu ria terlalu lama.

Hidupnya sudah cukup tentram. Sekolah, menyibukkan diri dengan kegiatan perkumpulan mahasiswa di Jepang, sesekali pulang ke Indonesia tiap ada kesempatan libur panjang--seriously Kintan nggak akan menyia-nyiakan hal ini meski hanya satu minggu jatah libur atau kalau tidak Bapak dan Ibunya bisa stress karena anak gadisnya nggak kunjung pulang--, menjadi speaker di tiap acara seminar kebeasiswaan, dan kesibukan kecil lain. Sampai kemudian dua pria hadir mengusik hidupnya.

Maka Kintan cuma sanggup bilang: RIP ketenangan hidup gue, welcome pertikaian!

Karena sesungguhnya nggak pernah ada yang namanya ketenangan tiap kali itu berhubungan dengan yang namanya cinta. Rasanya Kintan mau menangis saja dibuatnya.

***

Untuk seorang Rama yang notabene belum berpikir untuk serius, tantangan dari mamanya jelas sebuah kegilaan yang sangat-sangat mengejutkan hati dan sanubari. Apa mamanya bilang? Calon istri? Ya ampun, meski umurnya sudah menginjak kepala tiga, sekalipun Rama belum berniat untuk melangkah jauh ke sana.

Semua perempuan yang Rama kenceni selama sepak terjangnya selama ini--setelah merasa mapan karena punya kerjaan tentu saja--belum pernah Rama tawari untuk menghabiskan hari tua bersama. Entah kapan, berapa tahun lagi Rama akan berani mengucapkan, "Nikah yuk?!"

Tapi surat dari mamanya, tantangan itu, yang membawa Rama berpikir tujuh hari tujuh malam, mengarungi tujuh benua tujuh samudra, mandi tujuh kembang tujuh mata air, mau dipikirkan sampai jungkir balik pun sama sekali nggak akan terdengar masuk akal. Rama pernah bertemu gadis itu sebelumnya. Kintan, perempuan ayu yang sudah punya pacar tentu saja. Lalu mendadak mamanya memberi Rama tantangan.

Rama rasanya seperti makan buah simalakama. Maju kena, mundur kena. Kalau diterima dan dia gagal, franchise milik mamanya akan dibagi dengan sepupu-sepupunya. Tapi, kalau Rama berhasil, bayangkan aja, semua harta dan kekayaan Lembayung Senja akan jatuh ke tangannya tanpa perlu repot-repot membagi ke sepupu-sepupu sialannya itu. Sepupu yang hanya datang di saat butuh aja. Gila apa?!

Tapi sekali lagi, Rama belum berpikir untuk serius dengan perempuan. Dan tantangan ini jelas saja mempertaruhkan masa depannya sebagai generasi emas dua puluh empat karat bangsa Indonesia.

Dan Rama hanya sanggup bilang: Gue kudu gimana wahai Tuhanku yang MahaAdil?!

Karena sesunggugnya menghadapi mama dan menghadapi Kintan nggak semudah pesan delivery order lewat aplikasi ojek online sambil sebat di lobi kantor.

***

Adalah Abisatya Galih, yang sudah memperhatikan Kintan dari sosial media dua tahun belakangan sejak tanpa sengaja melihat gadis itu di acara charity yang diadakan perusahaan tempat dia mengais rupiah.

Kintan sudah jauh berbeda dengan Kintan yang dikenalnya di bangku perkuliahan dulu. Sekarang gadis itu jauh lebih bersinar dan makin menyilaukan mata. Apalagi ditilik dari sosial media perempuan itu, satu tahun belakangan Kintan aktif menjadi seorang speaker dan influencer juga seorang aktivis bersama teman-teman seperjuangannya di Jepang sana. Galih tidak tahu kalau gadis yang pernah ia sakiti akan berubah jadi sehebat sekarang.

Ayolah, jadi salah satu penerima beasiswa research student yang tentu saja memiliki kuota terbatas, Kintan bahkan melampaui ekspektasinya ketika mereka masih sering mengobrol di depan ruang dosen dulu.

Kalau Galih diberi kesempatan oleh Tuhan bertemu dengan gadis itu lagi, Galih tidak akan diam terpaku seperti kali terakhir. Kali ini Galih akan bergerak, menyapa, dan tentu saja mendekati Kintan sebagai seorang perempuan yang sangat masuk ke wife materials dambaannya. Intinya, Galih tidak akan menyia-nyiakan waktunya.

And guess what, Tuhan benar-benar mengabulkan doanya dengan mempertemukan Kintan lagi-lagi dalam acara yang diadakan oleh kantornya.

Jadi, Galih hanya sanggup bilang: Maka nikmat mana lagi harus mau kaudustakan wahai manusia?

Tapi ... tapi Galih suka lupa diri. Mendaptkan gadis sesempurna Kintan jelas tak akan mudah.

Karena sesungguhnya kehadiran seorang saingan adalah hal wajib dan lumrah dalam perebutan hadiah terbesar dan termahal.

***

Wah, udah ada prologna guys. Nah seperti yang sudah dibaca, mood cerita ini bright kok nggak ada gloomy-gloomy-an. Lihat aja tingkahnya Rama, kek curut gitu masa mau dibikim gloomy.

Ayo ayo, kasih komentar dong gimana kesan kalian setelah baca prolognya? Buat tokoh-tokoh ketje di atas?

101 Steps to Fall in Love in a Proper WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang