Step 3: Pahami Kesukaannya

574 73 13
                                    

Monica nggak pernah menyangka anak laki-laki kesayangannya bakal menuruti permintaannya yang--di luar akal sehat. Tapi rupanya fotokopi dari almarhum suaminya itu mau saja menuruti permintaan gilanya itu.

Sejujurnya, Monica tidak pernah serius menantang Rama. Monica hanya lelah melihat sepak terjang anaknya yang sudah malang melintang di dunia persilatan. Maka ketika dia tau anak perempuan kesukaannya--Kintan--akhirnya single, Monica iseng-iseng menantang Rama hal serupa.

Sesungguhnya kalau Rama tidak menerima tantangan itu juga tidak masalah. Monica juga tidak akan membuat anak itu melakukan hal yang tidak disukai. Tapi ternyata plot twist hadir juga di rencananya. Rama dengan lapang dadanya menerima tantangan itu.

Bahkan yang lebih mengejutkan lagi adalah siang ini. Ketika Monica duduk di bangku belakang mobil sedan serta sopirnya yang duduk di balik kemudi memanggil namanya.

"Itu bukannya mobilnya Mas Rama ya, Bu?"

Ia yang sejak tadi fokus membaca laman gosip artis dan melamun langsung mengangkat kepala. Bergeser ke tengah supaya bisa melihat apa yang ada di depan sana. "Berhenti di sini aja, Pak."

"Hah?"

Mobil sedan hitam mengilap itu akhirnya berhenti di depan sebuah rumah tiga lantai yang kelihatan kosong. Monica di tempatnya duduk menatap Toyota Fortuner putih beberapa puluh meter di depan sana. Plat nomornya saja Monica hafal di luar kepala. Lebih mengagetkannya lagi, rumah tempat Rama memarkirkan mobilnya, adalah tujuan Monica hari ini.

Dan terbukti, beberapa saat kemudian, Rama keluar dari rumah tersebut. Rama dengan poni belah tengahnya yang khas memakai long shirt hitam, topi base ball hitam, celana joger dan sneakers terlihat berjalan bersama perempuan yang mengenakan celana slim fit putih dengan kemeja hitam dimasukkan ke dalam celana. Rama bahkan dengan ramahnya membukakan pintu mobil untuk perempuan itu.

Seiring mobil yang sejak tadi diperhatikan Monica pergi melewati mobilnya, senyum miring tersungging di bibir perempuan paruh baya itu.

"Anak itu," decaknya. "Jalan lagi, Pak."

Sampai di rumah tempat Rama menginjakkan kaki beberapa saat lalu, gerombolan ibu-ibu sosialita sudah berkumpul dan langsung menyambut heboh kedatangannya.

"Aduh, Jeng Monica! Kok nggak ngomong-nomong to ini kalau mau besanan sama Jeng Sosia."

Sosia yang pada dasarnya lebih anteng daripada Monica hanya tersenyum tipis menanggapi omongan ibu-ibu dengan lima gelang emas di pergelangan tangan kanannya. Tapi hal itu jelas tidak akan pernah berlaku kepada Monica yang masih energik di usia senjanya.

Maka setelah ia duduk di samping Yunita--orang yang berkomentar tadi--Monica langsung menepuk pundak Yunita heboh. Suara tawa juga langsung pecah, tawa yang dibuat-buat lebih tepatnya. "Ah, aku juga nggak tau lho, Jeng, kalau anak itu ternyata di sini."

"Haduh, jadi kapan ini kalau mau sebar undangan," ibu yang lain ikut berkomentar.

Tapi kali ini Sosia akhirnya bereaksi. Dia bertepuk tangan sebagai tanda untuk menyudahi pembicaraan ini. "Undangan apa sih ini? Kintanku masih single kok. Yuk-yuk, kita kan mau arisan hari ini."

Atas komentar itu, Monica jadi tidak begitu menikmati acara arisan tersebut. Ia terus memikirkan arti sesungguhnya di balik ucapan Sosia tadi. Apa teman arisannya itu nggak begitu suka dengan anaknya?

Ketika acara berakhir dan Monica berjalan keluar bersama yang lain, Sosia menepuk pundaknya. "Mbak, tinggal sebentar bisa kan?"

Maka di sinilah Monica sekarang. Duduk bersama dengan Sosia di atas sofa bersama dua gelas teh chamomile yang menguar harumnya.

101 Steps to Fall in Love in a Proper WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang