Prestep 2: Buah Simalakama alias Maju Kena Mundur Kena

542 79 8
                                    

Gurame bakar di hadapannya yang biasa bikin air liur Rama mendidih sekejap berubah tak menarik mata apalagi seleranya. Ryan masih bungkam sambil menguyah nasi plus ikan gurame yang dia ambil sambil memperhatikan temannya dalam diam. Rama yang sedari tadi cuma mengaduk-aduk nasi dan sambal kecapnya asal bahkan sampai tumpah-tumpah ke meja.

Lain lagi dengan Senandika yang baru bergabung. Dia sibuk dengan makanannya sendiri tanpa mau repot-repot memperhatikan Rama. Masalah hidupnya sudah cukup pelik untuk mengurusi masalah hidup orang lain.

Satu-satunya yang peka dengan kondisi Rama cuma Aksa seorang. Yang memilih meminggirkan piringnya yang sudah kosong dan menenggak es jeruk. Lalu menepuk lengan Rama dengan tangan kirinya yang bersih. "Napa sih lo kek orang diputus cinta aja!"

Rama terlonjak. Berbagi harta sama sepupu kurang ajar lebih parah dari diputus cinta, Sa! serunya dalam hati ditutupi dalam sesimpul senyum. "Nih, siapa yang mau makan nasi gue," ucap Rama sambil mendorong piringnya ke tengah meja.

Senandika akhirnya berdecak. "Siapa yang mau makan. Bentukannya udah kayak makanan ayam gitu." Dan Senandika tetap melanjutkan kunyahannya.

Selesai makan siang yang ... pada akhirnya Rama juga nggak melahap apapun, Ryan menahan langkahnya yang hendak mengikuti Aksa dan Senandika ke depan lift.

"Duluan aja, gure mau ngomong sama Rama bentar," ujar Ryan.

"Mau ngomong apaan sih lo?!" Rama menyentak tangan Ryan dari pundaknya. Dia benar-benar malas untuk meladeni kekonyolan Ryan.

Sadar kalau Rama sedang dalam mode senggol bacok, Ryan memilih langsung mengujarkan maksudnya alih-alih basa-basi mengajak Rama mencari tempat duduk. "Yang gue baca tadi itu ... seriusan?"

Dan Rama akhirnya menghela napas kasar. "Sejauh mana yang lo baca?"

"Kintan? Perusahaan emak lo mau dibagi sama sepupu-sepupu lo."

Shit! Itu mah namanya lo baca semuanya, sekop pasir!

Padahal Rama tadi sudah berusaha semaksimal mungkin merebut bahkan menyembunyikan surat begitu tahu Ryan ada di dekatnya. Eh rupanya, Ryan ternyata sudah membaca seluruhnya.

"Gue tadi udah sempet telfon nyokap. Dan kayaknya itu memang serius." Pada akhirnya Rama sendiri yang menggiring Ryan menuju area merokok yang mana ada beberapa buah kursi di sana.

"Anjir ya, Tante Mon emang selalu juara bikin lo kelabakan kayak cacing kepanasan gini, Ram," balas Ryan sambil menggeleng-gelengkan kepala. Selalu tidak habis pikir dengan jalan pikiran Tante Monica. Bahkan hal itu juga menurun ke manusia di sebelahnya ini.

"Cuma yang ini kebangetan sih, Yan. Mau ditolak mau diterima, tapi kalo gue gagal, sama aja. Lembayung Senja dibagi ke sepupu-sepupu bangsat gue itu. Itu artinya apa, Yan? Nyokap gue cuma mau Kintan jadi pacar gue!" Mendadak Rama malah jadi mengomel. Hal yang bikin Ryan menahan tawanya mati-matian. Takut Rama malah tersinggung.

"So what is the matter?"

Rama melongo hampir-hampir meneteskan liurnya. "What is the matter lo bilang?! Maju kena mundur kena, Yan. Ah lo mah!"

"Loh iya, gue paham yang itu. Tapi ambil gampangnya aja deh, Ram. Kintan Kintan ini jelas bukan perempuan main-main sampai bikin  emak lo buat tantangan kayak gini. Dia cantik kan?"

"Cantiklah," balas Rama bersungut-sungut.

"Anaknya baik?"

"Keliatannya sih gitu."

"Kerjaannya?"

"Au ah, marketing gitu di e-commerce kayaknya. Eh, tapi kata nyokap gue kan lagi kuliah di Jepang. Berarti itu bukan kerjaannya lagi dong."

101 Steps to Fall in Love in a Proper WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang