Nabila mengajar anak-anak kecil di ruang tengah. Anak-anak itu mengikuti ucapan Nabila dalam mengucapkan aksen Inggris.
Setengah enam mereka bubar, Nabila kembali sendiri. Ia membaca buku-buku di perpustakaan Akas.
'Akatsuki Takeda' Nama yang tertulis di sampul buku jurnal.
"Oh ... Nama aslinya Akatsuki dipanggil Akas. Pantesan seperti nama Islam saja." Nabila tersenyum sendiri.
Sayup adzan maghrib terdengar saling bersahutan, Nabila menyudahi membaca buku, ia melangkah menuju kamar mandi untuk berwudlu.
Selesai menunaikan salat, Nabila pergi ke dapur memastikan masakan masih hangat, tadi Akas mengirim pesan akan pulang.
Sampai jam delapan, Nabila menunggu di Sofa sembari menonton televisi, pria itu tak kunjung datang. Ia memutuskan memasuki kamar. Merasa takut jika lama-lama berada di luar kamar.
Nabila membuka buku yang ia ambil dari perpustakaan Akas, melanjutkan membaca.
Suara orang terdengar di luar kamar, Nabila langsung menutup bukunya, dan mengintip dari celah pintu. Ternyata Akas datang bersama seorang perempuan berwajah Chinese.
Mereka duduk di kursi yang berbeda, saling berbincang akrab.
"Mungkin mereka pacaran." Nabila berpikiran begitu, ia menutup pintu pelan, dan merebahkan kembali badan di atas kasur.
Terdengar ketukan pintu tidak lama kemudian. Nabila meraih jilbab dan kaos kaki, ia membuka pintu pelan.
"Nabil ... Tolong siapkan makanan untuk kami." Akas meminta.
Nabila pun keluar dari kamarnya, melangkah keluar menuju dapur. Perempuan itu melempar senyum kepada Nabila.
"Oh ... Jadi Anda tinggal dengan istri Anda?"
Pertanyaan perempuan itu membuat Nabila dan Akas saling pandang.
"Bukan ... Saya pembantunya." Pria itu tidak juga menjawab, akhirnya Nabila yang merespon.
"Oh ... Begitu, setau saya kalau perempuan muslim yang berjilbab seperti anda hanya tinggal dengan keluarganya. "
Penjelasan perempuan itu menyentak hati Nabila, ia menunduk merasa tidak nyaman.
"Saya memiliki banyak teman perempuan jurnalis muslim. " Perempuan itu menambahkan.
Nabila tidak menyahut, ia menghidangkan makanan dengan cepat di atas meja.
"Saya Falisa rekan kerja Akas. Kami satu team."
Nabila menerima uluran tangannya. Perempuan itu tersenyum ramah.
"Saya Nabila."
"Senang kenal dengan kamu Nabila, kuharap kita bisa menjadi teman."
Nabila menoleh kepada Akas, pria itu tersenyum kepadanya.
"Nanti kalau kamu menerima usulan saya masuk kelas, dia salah satu mentormu." Akas memberitahu.
"Senang juga berkenalan dengan anda." Nabila membalas senyuman Falisa dengan senyuman yang lebih ramah.
***
"Nabil ... Bantu saya." Akas mendatangi Nabila yang sedang membersihkan bekas makan siang.
"Apa yang saya bisa bantu, Tuan?"
"Temani saya belanja, saya ingin hidup sehat. Mumpung saya ada kamu, ayok kita belanja, dan kamu yang memasak." Akas berkata ramah.
Nabila duduk di di samping kemudi, Akas mengemudikan mobilnya menuju sebuah pasar tradisional.
"Kenapa tidak Mall?" tanya Nabila, biasanya orang kaya menyukai Mall. Pasar hanya tempat belanja mayoritas rakyat biasa.
"Saya tidak suka Mall, saya lebih suka melihat yang alami dan segar." Akas menyahut.
Tidak lama kemudian, mobil terparkir di tepi jalan, Nabil keluar duluan.
Akas menyiapkan terlebih dahulu kamera ke lehernya, baru keluar mobil.
Sepanjang perjalanan melewati para pedagang, Akas hanya memotret.
"Tuan ... Kapan kita belanjanya?" Nabila sudah tidak betah dengan terik matahari, dan panas yang diciptakan oleh desak-desakan manusia. Keringat, asap rokok, polusi, orang batuk, bercampur dalam satu frekuensi.
Akas memang membalikkan badan, namun, pria itu malah mengarahkan kamera ke wajah Nabila dan mengambil beberapa potret. Nabila menghalangi kamera selanjutnya dengan kedua tangannya.
"Kamu terlihat nature di hasil gambarnya." Akas terkekeh sendiri.
"Tuan ... Katanya mau belanja."
"Oh iya ... Ayok kita belanja, kamu yang milih, saya yang bayar, santai saja."
Nabila pun mendekati tukang sayuran, mulai memilih-milih sayuran, Akas kembali mengambil potret Nabila yang sedang memilih sayuran dan berbicara dengan pedagang dari beberapa sudut.
Nabila mengambil belanjanya, dan mulai melangkah di antara kerumunan orang. Akas mendahului langkah Nabila, ia mengambil potret Nabila dari depan.
Beberapa orang melihat kepada Akas dan Nabila. Nabila jadi tidak enak hati jadi pusat perhatian.
"Serasi sekali ya. Lelakinya tampan, istrinya cantik."
"Mungkin mereka sedang syuting."
"Apakah mereka berdua artis?"
Bisik-bisik terdengar sepanjang langkah Nabila, selama Akas masih terus memotretnya.
Pria itu kembali lagi ke belakang Nabila, mengambil potret gadis yang berjalan itu dari belakang.
"Oke sempurna! Akas menutup DSLR nya lalu mengambil belanjaan dari tangan Nabila.
"Terima kasih ya udah bawakan belanjaan saya."
"Sama saya aja Tuan." Nabila hendak mengambil kembali dua kresek besar dari tangan Akas.
"Tak apa, saya seorang lelaki kuat, masa membiarkan perempuan membawa belanjaan berat."
Nabila menahan senyum, dalam hati ia bersyukur memiliki majikan yang baik.
Setibanya di rumah, Akas memeriksa kembali hasil foto-fotonya. Sementara Nabila membereskan hasil belanjaan ke dalam kulkas.
"Oh ... Ini foto-foto Nabila." Akas men-zoom wajah Nabila. Ia menyadari sesuatu dari gadis itu. "Kok dia cantik sih?" bisik-nya pelan tak enak hati. Akas melirik perempuan berjilbab panjang itu dan memperhatikan wajahnya.
"Oh iya ... Ia memang cantik." Akas tersenyum.
Nabila menatap aneh kepadanya. "Ada apa, Tuan?"
"Cepat masaknya Nabila ... Saya lapar." Akas langsung menyahut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ucapan Pria Beristri (Tamat)
RomanceMempercayai pria bersitri, sama saja dengan masuk ke dalam mulut buaya