Lusi sedang mengisi kultum yang dijadwalkan oleh bagian takmir Putri. Anak-anak santriwati kelas akhir (Setara kelas 3 SMA) mendengarkan takzim ceramahnya.
"Yang paling berhak terhadap seorang istri adalah suaminya, dan yang paling berhak terhadap seorang suami adalah ibunya." Lusi sedang menyampaikan ceramah tentang seorang ibu.
"Jika saja seorang ibu mendidik putra-putrinya dengan kasih sayang, kelak saat dewasa anaknya akan mendidik pula putra-putrinya dengan kasih sayang. Anak yang dididik dengan cinta, ia akan menebarkan cinta pada sesamanya, yang dididik dengan amarah, anak itu akan menebarkan amarah pada sekitarnya. Seorang anak tidak akan jauh dari orang tuanya, baik kepribadian maupun nasibnya."
"Berarti mertua jahat itu yang dulunya anak dari ibu yang jahat, ya Ustazah?" Salah satu pelajar bertanya.
Lusi menghela napas, mengisi kultum di tengah-tengah pelajar dewasa, resikonya adalah pertanyaan yang terkadang di luar pembahasan. Mereka kritis dan serba ingin tahu, khas jiwa muda.
"Iya-a." Lusi menjawab terbata.
"Berarti kalau ada istri yang durhaka itu juga anak dari ibu yang durhaka, ya." Mereka sendiri menyimpulkan.
"Ya tergantung dong. Kalau misalkan sebelum menikah ia adalah perempuan baik-baik terus pas nikah jadi jahat, karena suaminya itu. Tapi kalau sebelum nikah juga udah tak baik pas rumah tangga pun tak baik, itu memang udah jelek dari keluarganya, bukan karena suaminya." Siswi yang lain menyanggah.
Lusi hendak membuka suara, tapi seorang siswi dengan cepat menyahut.
"Jodoh seseorang tergantung cerminannya, yang baik untuk yang baik yang buruk untuk yang buruk."
"Bukan itu tafsir dari surah An-Nur: 26, bukan. Jika pernikahan itu hanya dipasangkan dengan yang baik untuk yang baik, surah An-Nur itu bohong dong, banyak perempuan dan lelaki baik justru berjodoh dengan orang yang tak baik. Surah An-Nur itu bukan tentang pernikahan."
"Lalu tentang apa?"
"Allah memberikan seseorang kebahagiaan dengan pernikahan, dan ujian dengan pernikahan. Jadi kalau misalkan pasangannya tak baik itu sebagian dari ujian iman, bukan cerminan diri! Jika jodoh adalah cerminan diri lihat Asiah yang bersuamikan Fir'aun dan Luth, Nuh beristrikan perempuan fasik! Itu membuktikan jodoh bukan cerminan diri! Dan surah An-Nur ayat 26 itu merupakan pembelaan Allah atas tuduhan keji terhadap Aisyah, Rasul adalah manusia mulia tentu yang mendampinginya adalah perempuan mulia. Ayat ini tak bisa dijadikan rujukan sebagai cerminan jodoh. Sangat keliru!"
Lusi mengusap keningnya, alih-alih mengisi ceramah, ia merasa sedang menghadiri diskusi. Itulah mengapa ia selalu menolak mengisi kultum di kelas akhir, para santriwati dewasa itu, kritis, sebelum menemukan alasan yang kuat, mereka tak akan berhenti berbicara dan bertanya.
"Anak-anak ...." Lusi menghentikan percakapan mereka. "Mau itu pasangan kita baik atau tidak, seseorang diperintahkan Allah untuk berbuat baik terhadap sesama. Termasuk suami dan ibunya suami. In syaa Allah, jika kita baik terhadap menantu kita, kelak, menantu kita pun kalau udah jadi mertua akan baik terhadap menantunya. Sekarang banyak mertua yang jahat sama menantu, akhirnya, si menantu pas jadi mertua, ia pun akan jahat sama menantunya. Terus begitu."
"Kalau misalkan nanti kalian cari suami, lihatlah dia dari cara memperlakukan ibunya dan hubungannya dengan Allah. Lelaki baik, meskipun tak suka dengan istrinya, ia tak kan menyakiti istrinya, karena menghormati perempuan sebagaimana ia menghormati Ibunya dan takut akan Allah. Jadi kalau ada lelaki yang bilang, belum mengerti perempuan berarti ia belum mengerti ibunya, jauhi lelaki seperti itu. Lelaki yang tak takut kepada Allah, kasar sama ibunya, begitulah ia akan memperlakukan kalian. Memukul membentak dan lain sebagainya."
"Apakah lelaki baik itu Ustaz, ya? Ustaz kan banyak ilmunya."
"Ustaz belum tentu baik Nak. Lelaki baik itu tak harus Ustaz. Dan ilmu pengetahuan tak menjamin seseorang menjadi baik. Jika karena ilmu jaminan seseorang menjadi baik, iblis pun ilmunya lebih tinggi, tetapi ia diusir dari surga. Itulah mengapa sebuah ilmu harus dibarengi iman. Ilmu tanpa iman sombong, iman tanpa ilmu kosong." Lusi menjelaskan panjang lebar. "Dalam surah An-nisa disebutkan,
......Dan pergaulilah mereka secara patut) artinya secara baik-baik, biar dalam perkataan maupun dalam memberi nafkah lahir atau batin. (Maka jika kamu tidak menyukai mereka) hendaklah bersabar (karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu tetapi Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak) An-nisa: 19
Itulah mengapa, bagi seorang perempuan mencari suami itu harus benar-benar yang taat pada Allah. Saat menjadi suami, jika cinta ia akan memuliakan, jika benci tidak akan menyakiti. Kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena pilihan perempuan itu sendiri. Menikah berdasarkan cinta, padahal cinta tak kan bertahan lama, badan istri gendut dikit, cinta pudar, tetapi menikah karena Allah, Allah pula yang akan menumbuhkan cinta pada hati kedua pasangan, cintanya bukan hanya sebatas fisik. Cintanya semakin kuat dari hari ke hari."
***
Lusi kembali ke rumahnya dengan sahabatnya Viana. Viana duduk di sofa menunggu Lusi membuatkan minuman.
Saat itu, Imam memasuki ruangan mengucapkan salam menggendong Faruk, melihat suaminya Lusi, Viana langsung menundukkan pandangan.
Lusi kembali membawa dua gelas minuman dan menaruhnya di atas nakas, sambil berbincang keduanya menikmati cemilan.
Faruk bermain-main di sekitar Lusi, Viana menggendong Faruk gemas.
"Lucu banget anak kamu. Saya jadi pingin punya anak." Viana berkata.
"Ya nikahlah!" Lusi menyahut.
"Belum ada yang mau!"
"Masa iya? Kamu cantik begitu."
"Jodoh bukan saya yang ngatur, Non!"
Imam mendengarkan perbincangan istrinya sambil bermain ponsel, sesekali ia mencuri pandang ke arah Viana yang tertawa.
***
"Mas, tahu gak?" Lusi berkata semangat.
"Gak." Imam menyahut, Lusi langsung mencubit gemas pinggangnya. Imam tertawa berusaha melepaskan cubitan istrinya.
"Apa? Sayang, Mas hanya bercanda." Di sela tawanya, Imam berkata.
"Tadi itu yang berkunjung, sahabatku waktu di pondok, ia baru kembali dari kuliahnya di Jogjakarta. Punya usaha sendiri, butik. Cantik banget, mandiri lagi. Aku mau dong, Mas bikin butik, seperti Viana."
"Iya ... nanti, saya usahakan in syaa Allah."
"Makasih, Mas." Lusi memeluk suaminya.
Pandangan Imam berubah kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ucapan Pria Beristri (Tamat)
RomanceMempercayai pria bersitri, sama saja dengan masuk ke dalam mulut buaya