Bagian 8

229 107 1
                                    

Liora berlari di lorong rumah sakit dan sambil mencari ruangan tempat kedua orang tuanya. Saat sampai di depan ruangan orang tuanya, seorang dokter keluar dari ruangan tersebut.

"Dokter, gimana keadaan orang tua saya?" Tanya Liora.

"Apa adek keluarga pasien?" Tanya dokter.

"Iya, saya anaknya."

"Maaf, kami telah berusaha semaksimal mungkin tapi Tuhan berkehendak lain. Orang tua anda tidak bisa kami selamatkan."

"Dokter pasti bohong, kan? Dok, jangan becanda. Saya nanya serius." Ucap Liora mengguncangkan bahu dokter.

"Sekali lagi maafkan kami. Karena bom yang meledak didalam mobil korban sangatlah berbahaya dan kemungkinan kecil untuk selamat. Kalau begitu kami permisi."

Dokter itupun pergi. Liora segera masuk ke dalam. Dia menangis histeris melihat keadaan orang tuanya yang sudah tidak bernyawa lagi dan ada bekas luka bakar ditubuhnya.

"Ayah, bunda bangun. Liora nggak punya siapa-siapa lagi selain kalian. Ayah mana janji ayah yang akan terus lindungi Liora. Bunda janji bunda juga mana yang akan terus disamping Liora. Andai tadi Liora ikut bersama kalian, pasti Liora nggak bakal sendiri."

Liora terus mengguncangkan tubuh kedua orang tuanya berharap mereka bangun kembali. Tapi itu semua hanya sebatas harapan Liora. Kini orang yang dia sayangi pergi meninggalkannya sendirian.

Setelah pemakaman selesai Liora kembali ke rumahnya bersama pak Nurdin, bi Minah, Astrid, dan Rio.

Pak Nurdin sudah kembali ke pos satpamnya, sedangkan bi Minah mengambilkan minum untuk sahabat Liora. Liora, Astrid, dan Rio sekarang sedang di kamar Liora untuk menenangkan sahabatnya itu.

"Liora, udah ya. Jangan nangis terus. Ikhlasin mereka. Kalau kamu gini terus mereka gak bakalan tenang. Sabar, ya." Ucap Astrid.

"Bener kata Astrid, udah deh jangan nangis-nangis lagi." Ucap Rio.

Tak lama, bi Minah datang membawa minuman dan meletakkan di meja belajar Liora dan pamit kembali ke dapur. Hp Astrid berbunyi pertanda ada yang menelponnya dan pergi menjauh dari Liora dan Rio.

Liora menatap sinis Rio. Rio yang ditatap seperti itu oleh Liora hanya mengangkat sebelah alisnya dan tetap memasang wajah datarnya.

"Rio, ini pasti kamu yang lakuin kan? Salah aku apa Rio? Aku udah sembunyikan semuanya tentangmu dari Astrid. Tapi kenapa kamu membunuh kedua orang tuaku? Kenapa Rio? Kenapa? Jawab!!" Jerit Liora sambil memukul Rio.

Rio yang merasa dituduh itupun segera menangkap tangan Liora yang terus memukulnya. Alhasil Liora terdiam .

"Kamu menuduhku, hm?" Tanya Rio menyeringai.

"Untuk apa aku menuduhmu? Aku tahu pasti kamu yang membunuh orang tuaku." Teriaknya.

"Punya bukti?"

Liora terdiam karena memang benar dia tidak memiliki bukti untuk menuduh Rio.

"Siapa yang sudah membunuh orang tua Liora? Padahal aku belum ada rencana gila seperti itu. Ah, tapi tidak masalah. Aku senang melihat dia menderita. Lebih baik dia mati secara perlahan. Aku harus berterima kasih pada orang yang meletakkan bom di mobil orang tua Liora." Batin Rio sambil mengeluarkan smiriknya.

Tak lama, Astrid datang dan duduk kembali bersama mereka.

"Liora, kamu tak apa? Tadi aku mendengarmu berteriak." Tanya Astrid.

"Ah, tidak. Tadi aku hanya ingat kembali orang tuaku." Liora tersenyum.

"Baiklah kalau gitu. Kami pulang dulu, ya. Ada urusan yang harus aku selesaikan. Maaf tidak bisa menemanimu."

"Tidak masalah."

Astrid dan Rio keluar dari rumah Liora dan menaiki mobil Rio. Segera Rio menancapkan gasnya.

"Ini baru permulaan, Liora. Kamu sudah mengambil semua orang yang aku sayang dan tadi kamu menuduh orang yang aku cintai. Tunggu aku di hari-harimu berikutnya Liora Sari Wijaya." Batin seseorang.

























Bersambung......










Votenya jangan lupa😉

I Know You're a Psychopath ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang