8. Get Closer

446 101 3
                                    

"Nah, yang ini lo kaliin ke kolom satu. Abis itu lo lanjutin deh, sampai beres semua. Gampang kan?"

"Hah? Kolom satu mana, sih?"

Esok hari akan ada ulangan harian matriks di jam terakhir. Karena Camelia merasa dirinya super bodoh---apalagi di pelajaran Matematika---ia meminta Aldebaran yang memang lumayan jago di pelajaran itu untuk mengajarinya.

Aldebaran memang tak sampai masuk Olimpiade tapi kemampuannya dalam bidang hitung-menghitung tak dapat diragukan lagi.

Pemuda dengan surai hitam yang tertata rapi berkat bantuan pomade itu mengacak rambutnya frustrasi. "Lo gak tau kolom sama baris yang mana?" tanyanya pada Camelia yang sedang melongo sembari mengetuk-ngetukkan pulpen ke kepala.

Mata Camelia mengerjap polos. "Nggak," jawabnya seakan tanpa dosa.

"Lo selama pelajaran Matematika ke mana, sih?"

"Tidur lah. Buat apa ngedengerin Bu Elma ngomong."

Ale---sapaan akrab Aldebaran---memukul puncak kepala Camelia dengan buku paket yang tebalnya bikin auto istighfar. "Ini nih, yang membuktikan lo itu sangat berjiwa IPS."

"Tapi gue pengen nilai gue bagus," celetuk Camelia.

"Ya makanya jangan tidur!"

Camelia refleks termundur ke belakang. "Iye buset galak amat," ucapnya kaget karena disembur Ale tiba-tiba.

"Gini, deh." Ale memperbaiki posisi duduknya, membuka buku catatannya yang wow sangat rapi dan lengkap. Berbanding terbalik dengan buku catatan Matematika Camelia yang masih bersih. "Penjumlahan sama pengurangan matriks bisa?" tanyanya menunjuk satu subbab judul.

"Yang mana?" tanya gadis dengan kacamata itu clueless.

"Yang ini, nih. Penjumlahan sama pengurangan matriks tuh, kayak vektor."

Semakin pusing dengan kata-kata aneh yang terucap dari bibir Ale, Camelia menggaruk kepalanya bingung. "Vektor apaan lagi?" kisruhnya.

"Bisa apa nggak?" tekan Ale.

"Nggak."

Helaan napas berat Ale menguar di udara. Kalau udah kayak gini sih, Ale angkat tangan. Ia masih bisa mengajari kalau Camelianya punya pengetahuan basic di materi matriksnya. Tapi ini sama sekali nggak ada.

"Nyerah gue." Ale menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mending lo tanya Barga anak kelas sebelah."

Kening Camelia mengerut samar. "Kenapa Barga?"

"Ya, karena Barga lebih jago dari gue lah. Lebih sabar juga. Soalnya lo tuh---Argh, gak tau lah pusing!"

Setelahnya Ale pergi meninggalkan Camelia sendirian di meja kantin dengan buku-buku berserakan dan semangkuk soto yang belum disentuh sama sekali.

Kantin khusus kelas 11 lagi ramai-ramainya sekarang. Kelas 11 IPA 2 sama IPS 5 yang kebetulan jadwal olahraganya barengan terlihat memenuhi kantin masih dengan seragam olahraga khas SMA Dharma yang belum diganti. Belum lagi anak IPS 1, tetangga sebelah kelas Camelia yang lagi jam kosong. Semua siswanya ada di kantin. Makin-makin dah tuh. Udah berisik, sumpek pula.

Terus ada IPA 3 yang baru selesai dari laboratorium langsung ke kantin tanpa taruh tas dulu dan siswa-siswa IPS 4 yang genjreng-genjreng gitar nyanyi lagu Sheila On 7.

Kebayang gak tuh, ramainya kayak apa?

Fyi, di SMA Dharma itu setiap lantai yang jadi daerah kekuasaan masing-masing angkatan punya satu kantin khusus. Kantin utamanya ada di lantai satu, berdekatan sama lapangan indoor. Rata-rata siswa kalau pergi ke sana artinya ada kumpul ekskul tiga angkatan atau sekedar modus ke kakak atau adik kelas. Ada juga yang bosan sama makanan di kantin angkatannya makanya melipir ke sana.

Switched | Sunwoo, ChaeyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang