4. Argumen

508 64 7
                                    

Happy reading 😁

Vote terlebih dahulu yaw semuanya🐾🐾


-------------------


DUARRRR

Gelas di genggaman Ayna seketika jatuh saat geluduk petir menyambar dan mengagetkannya. Gadis itu terlonjak bukan main. Belum sempat mencerna keadaan, tiba-tiba listrik di sekitar memadam.

Wajah Ayna berubah panik di tengah kegelapan, apalagi gemuruh petir dan derasnya hujan membuat tingkat kepanikan Ayna meningkat.

"A-ANKAAAAA!!" teriak Ayna kencang berharap suaranya tak teredam hujan. Kepala gadis itu mulai celingukan mencari jalan keluar dari dapur. Tadi Ayna memang sempat turun ke bawah untuk mengambil segelas air sebelum tidur. Namun yang dia dapat adalah sebuah kesialan.

"ANKAAAAAAA!" teriak Ayna lagi, raut wajahnya berubah pucat akibat sangat takut. Jangan lupakan sosok yang paling Ayna takutkan di dunia ini, Hantu.

Keadaan rumah Ayna benar-benar gelap, tidak ada sumber cahaya, bahkan rembulan saja tidak menunjukkan tanda-tanda keberadaan.

Pandangan Ayna menggelap seolah tengah menutup mata.

Air muka Ayna berubah pasi, keringat bahkan sudah mengucur deras dari pelipisnya.

Berusaha berpikir realistis, Ayna mengenyahkan segala fantasi liarnya dan mulai meraba-raba tempat berusaha mencari jalan keluar.

"Ada hati yang termanis dan penuh cinta, tentu saja kan kubalas seisi jiwa." Ayna bersenandung pelan menghilangkan rasa takut. "Tiada lagi, tiada lagi yang ganggu kita. Demi kesungguhan, sungguh aku sayang Anka AKHHHHHH," teriak Ayna spontan di akhir lagu tatkala bola matanya menangkap sesosok yang menjulang tinggi tengah berdiri di depannya.

"Ssttt, diem Na," bisik Anka pelan membuat Ayna refleks memukuli dadanya.

"Anjing gue kaget sialan!" umpat gadis itu lalu terus memukuli dan mencubiti perut Anka. Di dalam kegelapan Ayna masih dapat mendengar kekehan Anka.

"Sakit, Na, udah ayo." Anka menarik lengan Ayna dan segera menghidupkan senter yang dia bawa.

Melihat itu, mata Ayna membulat sempurna. "Apa?! Lo bawa senter? Jadi kenapa lo dateng gelap-gelap tanpa jejak dan tanpa suara hah?!" bentaknya.

Lagi, Anka terkekeh. "Sengaja, mau ngejutin lo kali."

"Dan lo berhasil, bangshat!" cibir Ayna sambil berjalan mendahului Anka menaiki tangga.

Baru dua langkah menjauh, suara geluduk kembali muncul. Namun sekarang tampak luar biasa, dengan kilatan biru yang memasuki celah jendela rumah. Sontak Ayna berlari ke dalam pelukan Anka dan menenggelamkan kepalanya di sana.

Tubuh Ayna berguncang, sungguh dia sangat takut petir.

Anka mengusap kepala belakang Ayna memberi kekuatan agar Ayna tidak takut. "Ayo ke kamar, Na. Di sana kan ada lampu." Ayna mengangguk dan mengikuti langkah Anka seiring lelaki itu mengenggam lengannya erat.

"Kayaknya tiang listrik depan komplek tumbang makanya bisa mati lampu gini," duga Anka sambil berjalan santai menaiki tangga.

"Iyakah? Gue kira lo lupa bayar listrik," jawab Ayna asal.

Anka terkekeh kecil. "Kita baru juga lima hari di sini, Na. Awal pindah juga Mama udah bayar semuanya, lengkap uang air, listrik maupun pajak."

"Uang sewa rumah udah belom?" Mata Ayna mengarah lurus ke depan memastikan tidak ada benda yang menghalangi jalan.

My Lovely AnkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang