7. Daun Sop

454 50 9
                                    

Vote terlebih dahulu sebelum baca🐾

Happy reading✔

Cahaya menyeruak masuk melalui celah jendela. Sekarang pukul sepuluh pagi, sepertinya hujan di luar mulai mereda, terbukti dari sinar mentari yang sudah menampakkan diri. Namun walau langit sudah tampak cerah, tidak dengan Ayna. Dia terus bergelut di dalam selimut dengan penghangat ruangan yang senantiasa berada di sampingnya.

"Hachim...," bersin Ayna yang kesekian kali, tangannya terangkat mengusap hidungnya yang sudah memerah dan penuh dengan cairan.

Pintu terbuka, memperlihatkan Anka yang muncul membawa nampan berisi bubur dan segelas air. Lelaki itu mendekati Ayna, meletakkan nampan bawaannya di atas nakas, lalu meletakkan telapak tangannya di kening Ayna, mengecek apakah suhu tubuh Ayna mengurang apa meningkat.

Terdengar helaan napas dari bibir Anka setelah dia memastikan tingkat suhu tubuh Ayna. "Gegara ujan-ujanan, lo jadi sakit gini."

Ayna menggembungkan pipi, wajahnya begitu pucat dengan bola mata dan hidung memerah. "Abis gimana? Salahin hujannya dong, Ka, kenapa gak berhenti-berhenti kemarin? Nggak tau apa kita lagi bertengkar?"

"Salahin hujannya gimana? Lo yang salah. Udah tahu lagi hujan malah lari-lari."

"Ihh kok jadi gue? Lo yang salah! Kenapa gak ngalangin gue biar gak usah ujan-ujanan?"

Anka memijit pelipisnya pusing. "Ya, ya, terserah. Intinya makan dulu. Ayo bangun." Anka membantu Ayna mengubah posisi dari yang semula rebahan menjadi bersandar di kasur. Setelah memastikan Ayna duduk dengan benar, Anka mengambil nampan yang dia bawa tadi lalu mengaduk bubur tersebut bersiap memberi Ayna sesuap.

Melihat bubur yang terus-menerus diaduk Anka, Ayna jadi merasa isi perutnya ikut dicampur-aduk. Mual mulai mendatangi Ayna hingga gadis itu menutup mulut dengan telapak tangan.

Anka menyodorkan satu sendok bubur ayam buatannya namun melihat Ayna yang menutup mulut menggunakan telapak tangan membuat kening Anka bergelombang.

"Makan, Na."

Gadis itu menggeleng tidak mau makan.

"Makan, Na, baru minum obat." Anka kembali menyodorkan sendok penuh buburnya, namun lagi-lagi Ayna menggeleng kencang sambil mengunci bibir.

"Na, makan, ya. Biar cepet sembuh," bujuk Anka dengan nada lembut, naas, Ayna semakin menggeleng kencang.

"Na, makan ini tinggal ngunyah."

Ayna tetap menggeleng tidak mau. Betapa tidak? Bubur itu berwarna hijau yang mana pasti Anka menambahkan daun sop, Ayna tidak suka daun sop. Bisa-bisa dia muntah hanya dalam sekali suap. Belum lagi bubur itu terlihat memuakkan dengan bentuk kenyal dan berlendir.

Iuhhh ... melihatnya saja Ayna bergedik ngeri. Menjijikkan.

"Na, buka mulutnya aaaa," pinta Anka lagi sambil memperagakan mulut terbuka.

Lagi, Ayna menggeleng kencang.

"Kalau tetep gak mau, gue paksa mulut lo kebuka sampe mangap-mangap."

Mendengar ancaman Anka yang terlihat meyakinkan, Ayna berubah panik. Spontan dia mendorong Anka hingga lelaki itu terjungkal ke belakang. Tak segan-segan dia menendang bahu Anka agar lebih menjauh dari dirinya, setelah itu dia beranjak cepat turun dari kasur dan berlari keluar kamar.

Anka mendesis, untung saja bubur yang dia pegang tidak tumpah.

"Na! Astagaaa."

Dengan sisa tenaga Anka bangkit dan menyusul Ayna. Tidak hanya Ayna yang sakit abis hujan-hujanan, Anka juga merasa tidak enak badan semalaman. Namun dia memaksakan diri agar Ayna bisa sembuh dan tidak sakit seperti dirinya.

My Lovely AnkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang