6. Hujan

429 54 7
                                    

Gue paling suka sama cewek yang ninggalin jejak daripada sok manis jadi secret admirer--Anka

----------------

Cinta adalah perbuatan. Janji adalah omong kosong.

-A-

----------------





"Makasih, Di."

"Sama-sama, itu ada payung di belakang, kalau kamu mau pakai--"

Usai berpamitan dengan Yedi, Ayna turun dari BMW cowok itu tanpa mendengarkan perkataannya lebih lanjut.

Blamm

Ayna tidak perduli pintu mobil Yedi rusak apa tidak. Dia bergegas masuk ke dalam gerbang dengan berjalan cepat. Cuaca hatinya mendadak buruk sama seperti keadaan langit sekarang.

Hujan masih turun deras, membuat seluruh tubuh Ayna yang semula memang basah bertambah basah. Ralat, sudah basah kuyub.

Saat sampai di depan gerbang, suara klakson berbunyi. Ayna berbalik sekilas memastikan bahwa itu bukan Yedi. Dan benar saja, suara itu bukan berasal dari BMW Yedi, melainkan mobil mewah Anka yang perlahan memasuki gerbang.

Dengan bibir tertekuk Ayna mengabaikan kehadiran mobil tersebut dan semakin mempercepat langkah menuju rumah.

Di lain sisi, Anka mengernyit heran melihat Ayna yang berjalan di bawah hujan deras. Gadis itu tampak begitu kesal, terlihat dari kakinya yang dihentak-hentakkan ke tanah, membuat rasa heran Anka naik ke ubun-ubun. Dengan gesit lelaki itu memasukkan mobil ke dalam garasi dan bergegas masuk ke dalam rumah.

Tanpa perlu berpikir keberadaan Ayna, Anka sudah lebih dulu mengecek kamar.

Dan---perkiraannya salah. Ayna tidak berada di kamar manapun.

Anka berubah gelisah, seluruh matanya menyisir sudut rumah. Rambut hitamnya yang sedikit basah meneteskan setitik demi setitik air ke lantai. Tapi Anka tidak mempersalahkannya, yang paling penting keberadaan Ayna sekarang.

Langkah kaki membawa Anka menuju kolam renang, tidak ada. Dia kembali melangkah menuju balkon, tidak ada. Dan langkah terakhirnya adalah taman. Dan perkiraannya kali ini tidak salah, Ayna tengah berayun di ayunan kayu yang memang sengaja Anka buat kemarin malam. Langsung saja Anka menghampiri gadis itu.

Ayna yang tengah menunduk mengernyit tatkala merasa hujan tidak lagi mengguyur tubuhnya. Dia mendongak, dan pada saat itu juga manik legamnya bertemu dengan manik datar Anka.

"Kenapa hujan-hujanan?" ujar Anka membuka suara, dia menutupi kepala Ayna menggunakan jaketnya hingga air tidak dapat menembus Ayna, walau sepercik air masih dapat mengenai tubuh gadis itu dari berbagai arah.

"Gak pa-pa," jawab Ayna cuek. Gadis itu membuang muka agar tak bersitatap dengan Anka.

"Apa lo marah?"

Ayna bergeming. Kalau sudah tahu ngapain nanya?

Hening.

Terdengar helaan napas dari bibir Anka lalu lelaki itu mengambil duduk di ayunan sebelah Ayna sehingga hujan dengan leluasa mengguyur tubuh mereka.

"Sebenernya tadi gue gak di kantor."

Mata Ayna membulat, dia memicing mata dengan tangan terkepal.

"Sebenernya ... gue ke panti. Udah lama gak ke sana."

Deru napas Ayna berubah tidak beraturan. Jadi, sedaritadi Ayna menunggu di halte sampai berjam-jam, berjuang sendiri menunggu hujan reda agar bisa memesan ojol, sementara suaminya sendiri memiliki waktu luang namun tidak bisa menjemputnya?

My Lovely AnkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang