Neighbor 22

1.3K 173 47
                                    

"Om Tanu?" Kinal berdiri dan menghampiri ayah Veranda itu. "Malam, Om," sapa Kinal.

"Malam, Kinal. Terima kasih ya, sudah mau jaga Veranda." Tanu masuk, menyalami Kinal dan Shania.

"Ngapain Papa ke sini?" tanya Veranda datar.

"Galak amat ama bokap sendiri," gumam Kinal karena melihat wajah Veranda yang jauh dari kata ceria.

"Papa cuma ingin tahu keadaan kamu, Ve." Tanu mendekat lalu meletakkan sekotak makanan di meja Veranda. Pria itu juga membawa perlengkapan lain yang sekiranya akan dibutuhkan Veranda. Seperti tisu, handuk, dan lainnya.

Bola mata Veranda bergerak ke kanan dan fokus pada pria di samping Tanu. Bukan hanya Veranda, tapi Kinal dan Shania juga mulai menebak siapa pria itu.

Tanu tahu bahwa kekasihnya telah menjadi pusat perhatian tiga gadis SMA ini. "Dia temen Om. Namanya Alex," kata Tanu pada Kinal dan Shania.

"Oh.. saya Kinal, Om. Dan ini Mak Lampir, eh maksud saya Shania," canda Kinal berusaha mencairkan suasana, tapi justru mendapat toyoran di kepala dari Shania.

"Sakit woe!" pekik Kinal.

"Bodo amat!" balas Shania cuek.

Tanu tertawa kecil. Lalu kembali mengajak putrinya mengobrol. Walaupun Veranda hanya membalas seperlunya, hanya ya atau tidak.

"Ya sudah. Papa pamit ya, Ve?" ujar Tanu tak ingin mengganggu Veranda terlalu lama.

"Kok cuma bentar, Om?" tanya Kinal.

"Iya, Om ada urusan lain. Om titip Veranda ya."

"Iya Om," balas Kinal dan Shania bersamaan.

Tanu melangkah keluar ruangan, disusul Alex dibelakangnya. Kinal dan Shania masih berdiri di tempat sambil melihat ke arah pintu keluar. Tidak ada yang janggal di sini, sampai saat dimana mata ketiga gadis itu melihat tangan Alex menyentuh dan melingkarkan tangan di pinggang Tanu sebelum benar-benar keluar.

Napas Kinal dan Shania terasa tersendat untuk sesaat. Ini pertama kalinya bagi mereka ditunjukan pemandangan yang masih sangat tabu di masyarakat. Meski dalam hati mereka telah menebak dari awal, siapa sebenarnya Alex ini. Dan akhirnya mereka menemukan jawaban atas rasa penasaran itu.

Hening. Bahkan Kinal dan Shania tak berani memutar badan untuk kembali melihat Veranda. Mereka masih berdiri persis di posisi saat Tanu pamit tadi.

"Kalian udah liat, kan?" suara Veranda seperti oasis di padang pasir. Karena Kinal dan Shania tak berani membuka pembicaraan terlebih dahulu.

"Liat apaan?" Kinal pura-pura polos.

"Halah. Jangan pura-pura ngga tau. Udah jelas banget dari gelagat Om Alex. Dan gue yakin, kalian juga udah nebak siapa dia sebenarnya." Veranda membuang pandangan. Ia tak berani menatap lawan bicaranya.

"Ya udah lah, Ve. Itu kan bokap lo. Bukan lo. Jadi gue sih fine fine aja. Ngga masalah," kata Shania berusaha menenangkan.

Tapi justru perkataan Shania ini yang membuat Veranda tak tenang. "Bukan gue? Maksud Shania apa? Jadi kalo misal gue gay, dia bakal jauhin gue? Dia ngga mau jadi temen gue?" batin Veranda yang memunculkan ekspresi seolah sedang berpikir keras.

"Heh Ratu Dempul! Lo kenape?" tanya Kinal karena melihat alis Veranda yang berkerut akan menyatu.

"Hah? Ng-nggapapa gue," balas Veranda sekenanya.

"Aneh!" gumam Shania. Memang, Veranda sangat aneh. Tak biasanya Veranda terima saat Kinal menyebutnya dengan julukan itu.

"Ve, lo beneran nggapapa kan?" tanya Shania.

NEIGHBORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang