"Vin, lo kerjain nomor lima aja. Susah tuh," kata Gracia pada Viny. Saat ini Viny masih berada di rumah tetangganya untuk mengerjakan tugas kimia.
"Oke. Trus kamu ngerjain nomor berapa?" balas Viny.
"Gue kan tadi udah nomor satu sama tiga. Sekarang gue mau ambil makanan dulu, laper. Lo lanjutin aja sama Shani, nanti gue salin. Oke?" Gracia berdiri dari duduknya dan langsung menuju dapur. Gracia memang sengaja mengerjakan soal yang termudah dan menyerahkan soal-soal rumit pada Viny.
Sudah beberapa menit sejak Viny ikut mengerjakan tugas bersama dua temannya ini. Viny memang termasuk salah satu siswi pintar di kelasnya, tapi ia lebih memilih mengerjakan tugas dengan Gracia dan Shani dibanding sendirian di rumah.
"Vin, kamu liat kerjaan aku deh. Nih, bener ngga?" tanya Shani sambil menunjukkan jawabannya ke Viny.
"Nomor berapa, Shan?" balas Viny tanpa melihat Shani karena masih fokus dengan pekerjaannya sendiri.
"Viny ihh.., liat sini dulu!" Shani menarik tangan kanan Viny yang duduk di sampingnya, sehingga spontan Viny menoleh ke kanan dan langsung bertatap muka dengan Shani.
Untuk beberapa detik posisi mereka tidak berubah, bahkan hingga tatapan mereka bertemu. Saat itu juga, Viny merasakan sesuatu yang aneh di dalam dadanya. "Aku baru sadar, dari jarak sedekat ini, Shani keliatan cantik banget," batin Viny seolah terhipnotis dengan situasi ini.
Mata kedua gadis ini bertemu dengan tatapan yang sangat dalam. Hingga...
"Samyang ekstra pedas!" suara Gracia dari arah dapur membuyarkan semuanya. Seketika Shani dan Viny mengalihkan tatapan mereka. Shani pun langsung melepaskan tangan Viny yang sedari tadi ia genggam. Mereka berdua sama-sama berusaha menetralkan detak jantung yang mendadak aneh karena tatapan tadi.
Kini suasana hening, tak ada yang berani memulai kata terlebih dulu. Viny melirik Shani yang berpura-pura sibuk. "S-shan.., mana tadi yang kamu tanyain?" Viny membuka percakapan.
"Ah iya. Ini Vin, coba kamu cek." Shani masih tak berani menatap langsung mata Viny. Ia hanya menggeser bukunya kearah Viny yang juga tak menoleh ke arahnya.
Mereka berdua sama-sama canggung setelah insiden saling tatap semenit yang lalu. Entah apa yang kedua gadis itu pikirkan sekarang, hanya saja mereka berdoa agar Gracia cepat datang untuk mengembalikan suasana seperti sebelumnya.
.
###
.
Sementara itu, tepat di depan kamar Kinal.
Veranda masih melihat Kinal dengan tatapan penuh tanya setelah Kinal mencegahnya untuk pergi dari tempat ini. "Apaan sih? Lepas!" perintah Veranda menatap tajam Kinal.
"Tunggu dulu bentar, gue mau minta tolong," balas Kinal santai tanpa melepas genggamannya.
"Ck!" decak Veranda lalu menarik tangannya dari genggaman Kinal. "Minta tolong apa?" tanya Veranda ketus.
"Kerokin gue," kata Kinal.
"Hah? Kerokin?"
Kinal mengangguk pelan. "Tadi kepala gue pusing, berat gitu, gue pikir gara-gara gue belum keramas, ya udah gue mandi sekalian keramas barusan. Eh di kamar mandi gue malah mual-mual, kayaknya gue masuk angin deh. Makanya gue minta tolong lo kerokin gue," ucap Kinal.
"Ogah gue ngerokin lo, emang ngga ada orang lain apa?" Veranda masih ketus. Karena ini pertama kalinya Kinal meminta bantuan padanya. Di sisi lain, Veranda masih terganggu dengan Kinal yang hanya mengenakan selembar handuk untuk menutupi tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEIGHBOR
FanficSendal jepit sialan! Pagi-pagi udah nemplok di kepala gue. Pasti dia yang lempar sendal ini ke gue! Awas lu! Tetangga sialan! -Devi Kinal Putri- Selamat pagi dunia! Barusan gue abis balikin sendal yang kemarin nyasar ke kamar gue! Siapa lagi yang ke...