Note: I to the qra...iqra
..
.
.
.
.
Dua bulan lebih setelah perang dunia keempat berakhir, kehidupan di bumi berjalan dengan baik. Banyak perbaikan gedung dan rumah-rumah penduduk akibat imbas perang besar itu. Para kunoichi juga berinisiatif untuk membuat child healing center untuk mengatasi trauma dari kejadian yang mereka lihat.Termasuk juga salah satu sannin yang dulunya galak dan licik, Orochimaru. Ia memutuskan hijrah untuk menjadi orang yang lebih baik lagi, mengingat dirinya bukan lagi anak muda dan orang yang egois dan haus akan kekuatan. Ia sudah cukup dengan hal-hal yang hampir membuatnya tewas kesekian kalinya.
Style-nya masih sama, tali tambang ungu mengikat bajunya. Rambut hitam panjang masih tergerai indah, namun mata ular itu tak lagi memandang penuh kelicikan dan tipu daya. Ia menjadi pribadi yang tenang dan mau menghabiskan usianya untuk hal yang menenangkan dirinya.
Jangan lupakan fakta kalau ia harus selalu melapor 1×24 jam di kantor Hokage (tepatnya kepada sang Rokudaime Hokage, Hatake Kakashi). Dirinya juga harus sukarela diawasi kapten Yamato dan anggotanya untuk melihat pergerakannya, sejujurnya ia risih.
Berita tersiar nya sang 'mantan' muridnya yang dipenjara seumur hidup menjadi hal yang cukup sedih untuk seorang Orochimaru. Pemuda kulit putih dengan wajah manis bermata kiri rinnegan itu sudah seperti anak untuknya, walau ia harus berhati baja melihat tingkah bungsu Uchiha yang tak bisa diprediksi itu. Sudah capek-capek ia mengurus administrasi untuk tinggal sementara di Konoha, ternyata bocah nakal itu mendekam di sel penjara.
Siang yang cerah itu mengantarkan dirinya pada kedai kue bola-bola manis (dango). Mulutnya mulai merasakan makanan manis yang kenyal itu, rasanya tak berubah dari dulu ia masih bocah kecil polos hingga usianya yang sudah kepala lima.
"Hey, kau masih saja suka makan itu." Mata ularnya membola melihat pria tua seusianya duduk tepat di depannya, tatapannya seakan mau menjahili dirinya.
"J-Jiraiya?! Kau masih hidup?!"
"Heeee....kau meremehkanku? Apa kau lupa, akulah sannin dan penulis hebat dari Konoha!" Jangan lupa kalau pria tua berambut putih abu-abu itu berdiri di kursi kedai, tersenyum kikuk kala pemilik kedai menatap tajam dirinya.
"Kau sama seperti dulu, konyol dan bodoh."
"Tapi kau rindu padaku bukan?" Orochimaru tersedak dibuatnya, untung saja ia hanya minum sedikit teh hijau tadi. Kalau tidak, ia bisa mati kehilangan nafas.
Bagaimana tidak? Alis pria nyentrik dengan segala kemesuman itu naik-turun menggoda dirinya.
"T-tidak...aku tak merindukanmu!"
"Kau bohong...pipimu memerah, riasan di pipimu tak bisa menutupi nya...kau merindukanku! Hahahahaa!" Langsung saja, kedua tangan putih pucat itu menangkup pipinya sendiri, sial rona merah itu tak bisa tertutupi walau setebal apapun riasannya.
"Y-yaaaa...kau menang, aku merindukanmu... hikss, puas?!"
"Astaga, kau kenapa menangis? Hey, aku tak berbuat apapun padamu! Tenanglah, jangan menangis di sini..." Kepala berhiaskan rambut panjang itu ia arahkan pada dada bidangnya yang masih tegap, ia gugup kala orang-orang yang mampir di kedai itu menatap ke arah dirinya bahkan berbisik 'apa yang dia buat hingga istrinya menangis? Dasar sudah tua tak tahu diri!'
Hey, Jiraiya saja bahkan belum merasakan bahtera rumah tangga! Enak saja menuduh seperti itu, apalagi kalian bilang kalau pria itu istrinya? Yang benar saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Were Gone [SELESAI]
FanfictionNote: Narusasu, M-preg, semi-canon, bxb karakter: Masashi Kishimoto When you're gone, everything has changed without you Homophobic SILAHKAN mundur alon-alon :)