Menma menatap wajah cantik Sasuke yang tertidur selepas kemoterapi, begitu damai dan lelap. Di samping kanannya ada Himawari yang tertidur memeluk tubuh tingginya dengan posisi masih duduk di kursinya. Tangan berbalut kaos lengan panjang itu mengusap peluh yang masih tersisa di kening mulus yang sedikit berkeriput itu. Begitu jelas ia ingat kala sang ibu merintih kesakitan saat itu bahkan sampai meremat ranjangnya di saat obat-obatan yang keras itu masuk ke pembuluh darahnya. Namun saat sang ibu menoleh ke arahnya, ia tersenyum manis seakan tanpa beban. Hati remaja itu terluka saat mata birunya harus melihat senyuman palsu ibunya dan selalu berusaha agar terlihat baik-baik saja.
"Ibu, ku mohon jangan sembunyikan sakitnya di hadapanku. Aku tak bisa melihat ibu terus berpura-pura baik-baik saja. Aku tahu pasti itu sangat menyakitkan, jadi jangan menutupi rasa sakit itu. Ku mohon..."
Matanya menatap tangan kurus yang ia genggam penuh hangat dan lembut itu. Ia ingat betul, tangan kurus dan putih itu pernah menggendongnya saat ia kecil. Menyuapinya makanan dan jemari-jemari itu selalu menghapus air mata kala ia menangis. Tangan itu juga yang selalu memeluknya di kala ia ketakutan akan petir saat dirinya tertidur. Beralih matanya memandang wajah putih yang sedikit pucat itu, wajah itu tak pernah menunjukkan marah ataupun kesal kala ia nakal. Bibir merah tipis yang sekarang kering itu selalu tersenyum saat Menma melakukan momen yang membahagiakan bagi orangtuanya.
"Ibu, kau adalah orang terhebat dalam hidupku dan Himawari. Aku dan adikku bisa apa kalau tak ada ibu di sisi kami? Ayah pasti beruntung memiliki ibu, 'kan?" Ia bertanya pada langit-langit kamar rawat, mencoba berbicara pada arwah sang ayah dari atas sana walau itu mustahil.
"Ibu, terimakasih sudah bersusah payah memberikan kehidupan untuk kami. Maafkan aku dan adikku atas semua hal yang membuat ibu sedih dan menangis. Aku dan adikku belum bisa memberikan apapun untuk membalas jasa ibu." Air matanya mengalir tanpa suara dan membasahi wajah tegasnya. Tak bisa ia pungkiri lagi, selepas peninggalan sang ayah (Naruto), kehidupan mereka sedikit hampa tanpa kehangatan pria yang dulunya menjabat sebagai Hokage di tanah kelahirannya. Ia ingat kala sang ibu (Sasuke) begitu terpukul melihat orang yang dicintainya pergi dari pelukannya hingga mengalami insiden keguguran.
Menma dan Himawari sudah kehilangan dua orang yang mereka cintai. Ayahnya, Uzumaki Naruto dan calon adiknya yang seharusnya menjadi pelipur lara. Dewa begitu menyayangi mereka berdua hingga harus diambil begitu cepat.
"Hiksss...maafkan aku ibu, aku belum sempat membuatmu bahagia. Aku justru pernah memusuhimu, ibu. Hiksss..." Kepalanya terbenam di sisi ranjang itu dan menangis di dalam sama. Ia sungguh bodoh pernah melakukan hal itu di hadapan orang yang ia cintai dan ia hormati sepanjang hidupnya.
"Sayang, kenapa menangis?" Suara lirih itu membuat remaja itu membuka matanya perlahan, dengan sisa air mata ia menatap lawan bicaranya dengan sendu dan sedikit terkejut
Ibunya sudah bangun rupanya
"Ibu, maaf mengganggu tidurmu."
"Kau kenapa menangis, hum? Ceritalah pada ibu..." Tangan kanannya yang lemas mencoba untuk mengelus wajah tampan sang putra untuk menghapus air mata yang membasahinya.
"Tidak apa-apa, bu. Mataku hanya terkena debu. Ibu istirahat saja lagi, pasti tadi sakit sekali."
"Ibu tidak apa-apa, tubuh ini sudah merasa sedikit lebih baik. Seharusnya Menma dan Himawari yang istirahat karena sudah seharian duduk terjaga. Lihatlah adikmu, ibu yakin posisi tidurnya sangat tidak nyaman." Sasuke nampak mencoba bangkit dari tidurnya. Bertukar posisi agar sang putra dan putrinya yang tidur di ranjangnya dan dirinya yang menjaga kedua buah hatinya.
"Ibu istirahat saja, aku tak apa. Aku bisa antar Hima ke rumah dan menidurkannya."
Baiklah, Sasuke tak bisa membantah sang anak. Putranya begitu menyayanginya, ia yakin suatu saat nanti Menma menjadi seorang suami yang begitu perhatian kepada istrinya dan keluarganya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Were Gone [SELESAI]
FanfictionNote: Narusasu, M-preg, semi-canon, bxb karakter: Masashi Kishimoto When you're gone, everything has changed without you Homophobic SILAHKAN mundur alon-alon :)