Prolog

17.3K 936 48
                                    

🔞

***

"Mas Adi nanti bakal nikahin Nindy, 'kan?"

Nindy mengamati Adinanta yang sibuk mengenakan pakaiannya sementara gadis itu masih bergelung dalam selimut putih gading. Adinanta tak menjawab hingga ia selesai mengancingkan kemejanya.

"Nindy udah kasih yang Mas Adi mau, jadi Mas Adi harus nikahin Nindy!"

Adinanta terkekeh. Suara pertama yang ia keluarkan setelah sesi percintaan panas yang mereka lakukan. Pria itu baru saja mandi tapi ia tetap mengenakan kemeja kusutnya bekas semalam. Mau bagaimana lagi, dia memang tak membawa baju ganti karena tak pernah ada niatan untuk bermalam di rumah gadis itu.

"Apa kepala kamu terbentur ranjang? Seingatku kamu yang menggoda aku semalam. Jangan playing victim, aku nggak akan terjebak dengan rencana licik kamu Nin," kata Adinanta dengan senyum miringnya.

"Tapi Mas Adi suka 'kan? Kita melakukannya karena sama-sama mau. Mas Adi nggak terpaksa waktu Nindy bilang mau melakukannya sama Mas Adi."

"Terus kalau sama-sama mau kenapa? Apa aku harus menikahi kamu hanya karena kita bercinta satu malam? Kamu menggelikan."

"Mas Adi!!"

"Sudahlah Nin, aku harus bekerja dan aku nggak punya waktu untuk meladeni omong kosong kamu. Sebaiknya kamu mandi dan bersiap, atau kamu akan terlambat ke sekolah."

Nindyta Tania memberengut mendapati sikap ketus Adinanta. Dia kira pria itu akan berlaku lembut seperti semalam kala mereka memadu cinta bersama. Nyatanya, Adinanta telah kembali menjadi pria menyebalkan dan membencinya.

"Mas Adi nggak mau antar Nindy sekolah? Kita bisa berangkat bareng," celetuk Nindy iseng-iseng.

Pria itu masih sibuk mencari ponselnya dan ia berdecak kesal karena tak menemukannya.

"Sejak kapan aku jadi supir kamu? Bukannya kamu biasa berangkat sendiri, atau dengan pacarmu yang jelek itu."

"Reyhan? Dia teman Nindy, bukan pacar. Dan dia lumayan tampan."

"Aku nggak peduli."

"Tapi Nindy sukanya sama Mas Adi."

"Aku nggak minta untuk kamu sukai." Adinanta mendengus karena dia frustrasi tak menemukan ponselnya. "Sial! Di mana kuletakkan ponsel itu?!" serunya lalu mengacak rambutnya yang masih basah.

Nindy menggigit bibir bawahnya. Bukan, bukan karena ia sakit hati dengan ucapan Adinanta sebelumnya. Pria itu sudah biasa menolaknya dan berkata kasar jadi ia sudah kebal. Namun, penampilan segar Adinanta pagi ini benar-benar membuatnya harus meremas selimut kuat-kuat. Kupu-kupu di perutnya beterbangan mengingat bagaimana semalam Adinanta begitu memujanya.

Oh, Nindy bisa gila.

"Kamu melihat ponselku, Nin?" tanya Adinanta yang sudah pasrah, berkali-kali ia melihat jam tangannya karena ia harus segera pulang untuk berganti pakaian sebelum berangkat ke kantor.

"Emmm ...," Nindy menggaruk pipinya yang terasa gatal, lalu mengedarkan pandang ke sekeliling dan akhirnya ia menemukan di mana ponsel pria itu berada. "Ternyata di dekat bantal! Ponsel Mas Adi ketemu!" seru Nindy riang sambil mengacungkan ponsel pria itu.

"Oh, baguslah." Adinanta segera meraihnya, mencek notifikasi dan membaca pesan yang masuk, juga beberapa panggilan tak terjawab dari asisten pribadi dan sekretarisnya.

Nindy merasakan kandung kemihnya telah penuh dan ia berniat ke kamar mandi, jadi gadis itu merapatkan selimut karena ia akan berdiri dan ia tak mau tersandung lalu jatuh dengan konyol di hadapan Adinanta.

"Aw!"

Fokus Adinanta segera terpecah ketika mendengar Nindy berteriak. Refleks, pria itu menahan pinggang Nindy hingga ia tak sempat terjatuh.

"Bodoh! Kenapa berjalan dengan selimut!" maki Adinanta tak habis pikir.

"Baju Nindy kejauhan, Mas! Kan Mas Adi yang lempar semalam!" jawab Nindy sembari menunjuk kaus dan celananya yang sudah tergeletak di depan pintu kamar. Kalau dia harus mengenakan kembali pakaiannya, maka itu akan menyusahkan dirinya sendiri karena ia harus berjalan lebih jauh lagi sementara bagian bawah tubuhnya masih terasa sakit. "Nindy mau mandi, Mas ... tapi Nindy susah jalan."

Adinanta berdecak, Nindy memberengut di depannya sambil memegang selimut kuat-kuat.

"Dasar merepotkan!" seru Adinanta tapi tetap membopong tubuh gadis itu. Ya, terpaksa katanya dalam hati.

Adinanta membawa Nindy ke kamar mandi. Mendudukan gadis itu di pinggiran bathtub sementara ia dengan sigap mengisi air dan sabun.

"Nggak usah sekolah, aku akan telepon wali kelas kamu."

Nindy diam-diam mengulum senyum. Adinanta sering bersikap ketus padanya, mengomel dan mengeluh jika di dekatnya ... tapi pada nyatanya pria itu tetap peduli pada Nindy.

"Mas Adi nggak mau Nindy makin sakit 'kan?"

"Jangan terlalu percaya diri! Aku hanya nggak mau papa dan mama menyalahkanku jika nanti kamu berulah di sekolah dengan pingsan tiba-tiba atau semacamnya."

Nindy tetap tersenyum dengan mata berbinar. Rambut sepunggung gadis itu berantakan dan bibirnya berwarna merah muda alami, Adinanta mengumpat karena ia sempat ingin mencium bibir itu.

Oh, bukan hanya mencium, tapi juga melumat habis hingga milik gadis itu membengkak karenanya.

Sial!

"Mandi sana! Aku harus kerja."

"Hati-hati Mas! Nindy sayang Mas Adi!" seru Nindy walau Adinanta sudah keluar dari kamar mandinya dan menutup pintu dengan keras.

*****

[Repost — October 15, 2021]

Sweet Mistake (REPOST) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang