2. Innocent Face

8.1K 857 42
                                    


Nindy menyusul langkah kaki Adinanta yang lebih besar darinya. Sedikit kesulitan karena pria itu berjalan cukup cepat. Setelah melihat CCTV, Nindy memang jelas tidak bersalah. Franda mendapatkan hukuman, dia diskors selama tiga hari. Franda dan mamanya kesal, tapi mereka tak dapat berbuat banyak. Apalagi di sana ada Adinanta, sulit untuk mereka melakukan kecurangan dengan membayar guru atau Kepala Sekolah meskipun Elma Kalindra memiliki uang yang sangat banyak dan ia tak keberatan membayarnya.

Adinanta juga sudah tahu, bahwa Nindy sedang sakit jadi pria itu memutuskan untuk membawa serta Nindy pulang. Napas gadis itu sudah tersengal-sengal ketika mereka telah sampai di depan mobil Adinanta. Pria itu tak perlu repot-repot membuka pintu untuk Nindy, dia masuk lebih dulu dan duduk dengan nyaman tanpa memusingkan seorang gadis yang terbirit di belakangnya.

“Mas Adi terlalu cepat jalannya … hoh … hoh,” keluh Nindy sembari melap keringat di keningnya. Gadis itu duduk di sebelah Adinanta, Nindy juga tak mau duduk di depan karena dia suka berdekatan dengan Adinanta.

“Ke mana kita, Tuan?” tanya supir kepada Adinanta.

“Rumah.”

“Ke rumah Tuan Besar?” tanya pria berpakaian rapi itu memastikan.

“Ya. Papa dan Mama akan mengomel jika kubiarkan anak ini pulang ke rumahnya. Dia baru saja membuat masalah di sekolah,” terang Adinanta sambil membalas beberapa email penting dari koleganya.

“Aku nggak membuat masalah, Mas! Franda yang serang aku duluan!”

“Oh, jadi sekolah itu sudah berubah jadi arena pertempuran? Kamu pikir kamu apa? Gladiator? Saling menyerang? Tidak usah sekolah sekalian kalau hanya membuat onar.”

Bibir Nindy mengerucut, “Padahal tadi Mas Adi bela Nindy di depan mereka. Kenapa sekarang malah marah sama Nindy? Lagipula Nindy memang nggak salah, Mas.”

“Kamu memang nggak salah, tapi kalian benar-benar konyol, berebut satu pria ingusan sampai harus bertengkar seperti itu.”

“Franda yang kurang kerjaan. Dia suka sama Reyhan tapi melarang Nindy dekat-dekat dengan Reyhan. Nggak bisa dong Mas, kan kami bersahabat!”

“Nggak ada persahabatan antara pria dan wanita.”

“Ada.”

“Nggak ada.”

“Ada!”

Adinanta mendengkus kesal. Tidak akan ada habisnya jika ia terus meladeni ocehan gadis itu. Nindy hanyalah anak ingusan kemarin sore, dia tak akan mengerti dengan apa yang dikatakannya.

Mereka tiba di rumah keluarga Devara ketika Adinanta melihat security yang tengah bersitegang dengan seseorang yang sudah dikenalnya sejak lama. Orang itu berteriak tidak jelas, memanggil nama Nindy lalu tersungkur di depan pintu masuk sambil menangis. Penampilannya yang berantakan membuat Adinanta bisa menebak dengan pasti apa yang sedang terjadi pada orang itu. Ya, apalagi kalau bukan karena mabuk.

“Kamu tunggu di mobil dulu,” kata Adinanta pada Nindy.

Gadis itu tidak menunjukkan reaksi apa pun, dia hanya mengangguk menuruti perintah Adinanta dan mengamati dari balik kaca. Adinanta keluar, sementara Nindy tetap tinggal di dalam mobil bersama sang supir.

“Ada apa ini?” tanya Adinanta yang sudah berdiri di depan mereka.

“Tuan, Pak Anton memaksa maksuk dan mencari Non Nindy. Padahal sudah saya bilang tidak ada siapa-siapa di dalam, Non Nindy di sekolahnya.”

Adinanta mendengkus bosan. “Berdirilah, Om. Jangan bertingkah menyedihkan begini. Nindy akan malu jika dia melihatnya.”

“Adi? Apa Nindy bersamamu? Tolong, aku ingin bertemu putriku. Aku mau bertemu Nindyku!” seru Anton sambil menarik kaki Adinanta. “Di mana kalian menyembunyikan putriku! Adinanta! Berikan Nindy padaku!”

Sweet Mistake (REPOST) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang