3. Just Five Minutes

7.7K 784 49
                                    

Wanita asing itu menatap Nindy dengan ekspresi penuh kecurigaan. Menelitinya dari ujung kaki hingga ujung kepala seolah Nindy adalah alien dengan kepala gepeng dan mata melotot. Keduanya sama-sama tak mengenal, Nindy tebak wanita itu pasti pegawai baru di kantor ini. Wajar saja dia begitu mencurigai keberadaan gadis SMA dengan seragam putih dan rok kotak-kotak biru yang berdiri di depannya.

“Adik sudah buat janji dengan Pak Adinanta?”  tanya wanita itu. Bibirnya bergincu merah terang dan rambutnya digelung rapi. Roknya sangat ketat dan jauh di atas lutut, Nindy meringis ngeri membayangkan jika wanita itu membungkuk pasti bagian belakangnya akan terlihat.

“Hey! Malah melamun, adik ada keperluan apa ke sini, sudah buat janji atau belum?” katanya lagi tak sabaran.

Nindy yang tersadar pun menggeleng cepat. “Saya mau kasih ini buat Pak Adinanta, dan ... belum buat janji juga. Ini kejutan,” kata Nindy sesopan mungkin sambil mengulum senyum manis, tidak mungkin dia menyebut Mas seperti di rumah. Dia juga tahu tempat.

“Apa itu, Dik? Saya tidak bisa menerima apa pun dari luar jika itu tidak jelas apa dan dari siapa.”

“Ini hanya makan siang, saya mau ketemu sama Pak Adinanta sebentar buat ngasih ini habis itu saya pergi kok, Kak.”

Wanita dengan name tag Jessica itu malah memicingkan matanya. Dia terlihat menimbang selama beberapa saat sebelum memberi jawaban tegas dan terkesan mengintimidasi.

“Maaf, Dik. Tidak bisa, Pak Adinanta sedang meeting di dalam. Sebaiknya kamu pulang saja atau kembali ke sekolah, sepertinya ini masih jam pelajaran,” gumam Jessica sembari melihat jam tangannya.

“Sedang istirahat! Makanya Kakak izinkan saya buat bertemu Pak Adinanta sebentar, biar saya bisa cepat-cepat balik ke sekolah, Kak!” seru Nindy yang juga tak sabaran. “Nindy .... Nindy udah capek-capek bikin ini dari subuh,” gerutunya dengan raut sedih.

Jessica mulai menyimpulkan sesuatu menurut pemahaman yang ia tangkap melalui penampilan Nindy juga paper bag yang dipeluknya di depan dada seakan itu lebih berharga dari intan permata.

“Astaga, anak jaman sekarang memang mengerikan. Dengar, Dik. Daripada mengejar pria yang tidak mengenal kamu sama sekali sampai susah-susah begini, sebaiknya belajar dulu yang benar. Cari pria seusiamu, ada banyak laki-laki di sekolahmu, jangan mengejar pria dewasa apalagi sekelas Pak Adinanta. Well, dia memang sangat terkenal, semua wanita menyukainya ... tapi maaf sekali kamu harus tahu satu kenyataan, Adinanta Devara tak akan pernah tertarik dengan gadis remaja.”

Nindy menganga tidak percaya. Jessica pasti menuduhnya hanyalah seorang fans gila yang terobsesi dengan Adinanta. Menguntit, mengupayakan berbagai cara agar bisa bertemu dengan sang idola. Oh, Nindy tidak terima!

“Nindy bukan fansnya Mas Adi! Nindy ini orang yang spesial buat Mas Adi. Tante jangan asal ngomong!” serunya tak mau bersopan santun lagi. Ah, persetan dengan tata krama.

Sikap Nindy pada seseorang tergantung bagaimana lawan bicaranya. Jika dia memperlakukan Nindy dengan baik, maka Nindy juga akan segan dan sopan kepadanya. Namun jika tidak, maka jangan harap Nindy mau beramah tamah dan memasang senyum palsu apalagi basa-basi busuk.

“Lho lho lho, kok kamu ngegas! Makin parah lagi halunya, aduh Dik, sekolah saja sana yang benar. Nanti kembali lagi ke sini kalau kamu sudah pantas untuk Pak Adinanta. Kamu hanya bocah ingusan yang nggak tahu apa-apa. Mana ngerti kamu apa yang disukai pria dewasa. Kalian nggak akan nyambung.”

Sweet Mistake (REPOST) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang