0.8

42 3 0
                                    

"Kita berdua sama-sama tahu, hidup seolah menikmati lajunya permainan roller coaster."

———

"Good morning son." Kalimat barusan menyadarkan Loritz dari rasa kantuk yang menyerang di dini hari.

Di belakang sang Papa, Ratu di keluarganya menyusul dengan tas jinjing di tangan kanan serta beberapa bingkisan makanan di tangan kiri, "Good morning my lovely son." ujarnya mendekat lalu mencium kilat pipi kanan Loritz.

"W-what are you doing here?"

Mengikuti sang orangtua hingga lantai bawah, Loritz baru mendapat jawaban saat mereka bertiga duduk di mini bar yang sengaja laki-laki itu buat.

"You and your girlfriend leaked the internet last night son," Perempuan paruh baya tersebut—Amber Anthony, menunjuk dirinya sendiri serta sang suami. "Jadi kami memilih langsung berangkat kemari untuk melihatmu yang sedikit melupakan kami tentu saja." Senyum kecut di akhir sebelum akhirnya menyiapkan roti dan isiannya.

Bersikap tidak peduli, Loritz beranjak dari kursi mendatangi lemari es dan mengambil salah satu botol beer di sana, "Masih pagi kalau kamu lupa." Itu perempuan paruh baya yang dengan kilat menyahut botol minuman fermentasi tersebut.

"Ck!" Decakan Loritz membuat sang Papa—Bellagio Anthony, memandang istri dan anaknya tersenyum sebelum mengedikkan bahu kembali menikmati roti miliknya sebagai sarapan pagi.

"Jadi, kenapa kamu bisa berada disini saat seharusnya kamu berada di Kanada?" Amber bertanya setelah kembali duduk tepat di sebelah suaminya.

Mengedikkan bahu acuh, "Sesuatu yang serius terjadi?" Amber tipe Ibu yang sangat perhatian pada sang anak meski terkadang terlihat begitu berlebihan.

"Doutzen tidak bercerita apa pun?" Gio bertanya saat ia paham bahwa dirinya hanya datang karena sang istri memaksa.

Amber menggeleng membuat Loritz menghembuskan napasnya lelah. Masih pagi dan harus menjelaskan sesuatu dengan sangat rinci itu membuang tenaga. Laki-laki itu melangkah kembali untuk duduk setelah menuang satu gelas air putih dingin.

"Selamat pagi." Sea adalah penyelamat bagi Loritz. Laki-laki itu terus berterima kasih pada sang kekasih dalam hati berulang kali.

Menoleh dengan kening keduanya yang berkerut, "O-Oh hai Sweetie! tidak ada yang memberitahuku bahwa kamu disini." mendekati sang calon menantu dengan kedua tangan terbuka siap memeluk. "You finally here! Welcome to Las Vegas, Sweetie." Hal mendasar yang ada di pikiran Amber ialah sesuatu mengenai hubungan serius putra dan calon menantunya.

"Y-Ya Mama, Aku menemani Loritz untuk menikmati hari liburnya yang mendadak." Perempuan itu mengulas senyum secerah matahari pagi membuat kedua paruh baya di depannya tertular senyum.

Melepas pelukan, Sea menghampiri Gio yang masih duduk di tempatnya. Perempuan itu memasang gesture siap memeluk, "Halo, Bagaimana kabarmu nak?" Gio menyambut pelukan tersebut sembari menyapa.

Mengangguk, "Aku sangat baik Papa, Papa sendiri apa kabar?" Melepas pelukan. "Aku baik nak."

Sea melangkah mundur dua langkah. Ia mendekati sang kekasih untuk sebuah sapaan, "Selamat pagi." Tanpa suara yang disambut tarikan halus serta kecupan di pipi kiri dan kening dengan tempo kilat.

"Mama kira kamu kembali ke New York tadi malam setelah berkencan dengan bebas..." Amber memang begitu. Ia perhatian, terlihat berlebihan dan selalu to the point dengan nada tegas tanpa cela.

Sea tersenyum sebelum menjawab dengan suara halus, "Tidak Mama, Aku berjanji menemani Loritz untuk satu sampai dua bulan ke dep-"

"Membahas pernikahan kalian?" Excited. Ya hanya bayangkan saja, orangctua mana yang tidak sebegitu senangnya saat membahas pernikahan putra tersayang dengan calon menantu idaman.

Loritz lagi-lagi menghela napas kasar, "Mom ... i don't want to arguing in the morning." katanya sebelum menarik Sea untuk pergi dari sana menyisakkan Amber yang terus memanggil keduanya untuk kembali mendekat.

——

Gio paham dan Amber tidak. Perempuan itu masih mengejar sang putra dengan pesan singkat beruntun tentang sebuah pernikahan. Pesan yang hanya dibaca oleh Loritz.

"I'm tired." Laki-laki itu menjatuhkan tubuh dengan sengaja ke satu-satunya ranjang disana.

"Apa yang kamu inginkan untuk bisa aku lakukan, Loritz?" Sea mendekat setelah ia sibuk dengan laptopnya di meja rias.

Mereka sedang berada di kamar tamu lantai dua. Sedang sang orang tua mestinya berada di ruang keluarga atau kamar yang Loritz buatkan untuk mereka di lantai satu.

"Nothing. I just want to sleep." Selanjutnya tidak ada suara apa pun di ruangan tersebut selain jari Sea yang bertemu keyboard laptop hingga berjam-jam ke depannya.

Perempuan itu memikirkan dengan matang pertanyaan Mama Amber. Ia tidak dengan sengaja mengabaikan. Betapa beraninya ia jika mengabaikan sang calon ibu mertua. Ia tidak begitu. Situasinya mendukung dengan konsekuensi yang membuat ia enggan berkomentar lebih jauh.

Di dalam hubungan mereka, ialah masalahnya. Ia tidak menemukan sebuah keseriusan akan dirinya sendiri, 'Biarkan berjalan apa adanya.' Selalu demikian dan sekarang ia terbelenggu pada kalimat tersebut.

Menatap dengan nanar cincin berlian di jari tengah tangan kiri pemberian sang kekasih beberapa bulan lalu, ia tersenyum dengan mengusapnya perlahan.

——

Tiga lewat tujuh puluh enam waktu setempat, Loritz tersenyum menatap Sea yang mengedipkan mata beberapa kali setelah setidaknya perempuan itu terlelap lebih dari tiga jam bersama sang kekasih di ranjang yang sama tanpa melakukan apa pun. Hanya tidur, bahkan untuk sebuah pelukan pun, mereka tidak melakukannya.

"Hey, selamat sore," sapanya dengan suara yang serak juga. "Aku ada meeting dengan Honey Blue satu jam lagi di Sky Record. Apa kamu keberatan jika aku tinggal?" Laki-laki itu berbicara sembari mengusap puncak kepala Sea.

Sea menggeleng, tersenyum dengan begitu tulus, "Aku akan kembali tidur jika kamu tidak keberatan." katanya.

Loritz menggeleng dengan senyum, "Lakukan apa pun yang mau kamu lakukan sayang. Mereka masih disini kemungkinan dan sebaiknya kamu di dalam kamar sampai aku pulang jika tidak mau membahas pernikahan dengan Mom sendirian." ujarnya panjang lebar yang justru membuat Sea seolah mencelos.

Meyakinkan diri bahwa ialah sumber dari ketidak baikan di hubungan mereka.

"Aku baik. Aku akan menemui Mama setelah tidur satu jam lagi." Mengangguk mengerti, Loritz mencondongkan tubuh ke depan untuk mencium pelipis kekasihnya.

"Jangan merasa tertekan atau terpaksa, katakan pada Mom jika kamu memang tidak menginginkan secepatnya." Setelah mengatakan kalimat tersebut, laki-laki dewasa itu pergi untuk bersiap di kamarnya sendiri. Sedang Sea, dengan posisi tidur yang mengesamping dirinya terisak dalam diam.

Ada hal yang tak mampu ia katakan dalam kalimat. Ia bukan perempuan sebaik yang calon ibu mertuanya kira. Ia hanyalah seorang perempuan dewasa yang dengan sengaja meninggalkan orang tuanya tanpa mau mengenal lagi. Namun sekarang, ia merasa segala sesuatunya adalah beban.

..

⏯ 3 sept 2021

Eleutheromania Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang