Kening Julia bergaris. Pikirannya tengah memilih titik untuk menyerang pria itu. Bibirnya menyeringai. Dalam satu gerakan cepat, dia mendorong tinju ke ulu hati Edgar.
Edgar terkesiap. Kakinya mundur buru-buru. Hal ini membuat Julia berdecih. Dia mengeluarkan tinju lain hingga akan mengenai perut Edgar.
Suara rintihan dari semak-semak itu samar terdengar. Julia terduduk di tanah, wajah menghadap tanah, dan kedua tangan terkunci di punggung.
"Anak nakal," Edgar berkomentar sembari menarik Julia.
Julia menendang udara demi meraih kaki Edgar. Dia gelagapan karena tarikan pada tangannya semakin cepat. Dia jadi fokus berjalan cepat dalam arah mundur.
"Lepasin," Julia memerintah.
Sebuah mobil masuk ke pandangan gadis itu. Usahanya membebaskan diri lebih ditingkatkan. Sayangnya, posisi itu tidak memberinya keuntungan. Dirinya didorong ke kursi penumpang serta diikat sabuk pengaman.
Edgar menahan serangan Julia. Matanya memperhatikan tangan kirinya mencoba mengunci sabuk pengaman. Pada momen itu, Julia bergerak beringas. Dia bahkan berkeinginan menargetkan titik terlemah Edgar.
Suara klik timbul. Edgar tersenyum tipis. Matanya bergulir ke kanan. Di remang, pandangan tajam Julia bernafsu menusuknya. Edgar terkekeh. "Saya pastikan Bunda kamu tahu tentang perbuatan ini," ucapnya, kemudian menutup pintu.
Kaki Edgar bergegas menuju kursi kemudi. Sesuai dugaannya, Julia hendak mendorong pintu. Dia menekan tombol kunci dengan cepat. Mengetahui kekesalan gadis itu, dia tersenyum.
"Gue nggak salah," tukas Julia.
"Keluar di atas jam sepuluh itu salah."
Bibir Julia tertekuk. Dia melirik sengit manusia dengan tampang santai. Gadis itu berdecak dan seterusnya berpaling. Dia benci kepada Induk Beruang.
Kendaraan itu melaju dengan aman di jalan raya. Keramaian di siang hari tidak ada pada waktu itu. Julia terpekur. Pipinya masih menggembung.
"Lo sendiri juga keluar malem," gerutunya.
"Saya orang tu, dewasa. Nggak masalah keluar malam."
"Gue udah punya KTP. Lagian, Bunda tau gue balapan. Enggak pernah dimarahin."
Edgar menengok sebentar. Dia menghela napas panjang. "Belum celaka, belum dimarahi. Kamu nggak-"
"Iya deh yang paling tau," potong Julia.
Kaki Edgar menginjak gas lebih dalam. Kala mobil mendekati gerbang perumahan, dua satpam menghentikannya.
Sebelum menurunkan kaca jendela, Edgar mendorong ke belakang kursi yang ditempati Julia. Gadis itu terkesiap. Dia bersiap mengeluarkan protes. Namun, tanganya menutup mulut akibat keberadaan satpam yang ditipunya.
"Pak Edgar, malingnya gimana?"
"Saya berusaha, Pak. Ternyata, dia udah jauh," dusta Edgar sambil tersenyum maklum.
"Lapor polisi aja," saran satpam lainnya.
"Nunggu dua hari nggak to?"
"Motor mahal. Masa nunggu dua hari?"
Melihat mereka jadi asik berdiskusi, Edgar segera berpamitan. Dia melajukan mobil. Niatnya akan berhenti di depan rumah Julia. Namun, dia kelewatan. Dia malah berhenti di depan rumahnya.
Edgar sudah hampir memundurkan mobil. Perhatiannya teralihkan oleh suara klik sabuk pengaman. Dia tidak sempat bicara ketika Julia bangkit dan membuka pintu.
Gadis itu kehilangan semangat sebab pintu tidak terbuka. Kepalanya menoleh. "Buka," perintahnya dingin.
Punggung pria itu menempel pada kursi. Sebenarnya dia memang menurunkan Julia, tapi cara bicara gadis itu bukan hal yang dia mau. Dia memutuskan menunggu sampai Julia menyadari situasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Neighbor's
Teen Fiction"Bunda! Ada anak beruang nyasar!" Julia melirik tubuh pendek yang terbungkus kostum beruang. Mata bulat berbinar dan pipi tembam bocah itu tidak serta merta membuat Julia terpana. Ketika beruang kecil itu mendekat, kemudian menempel di kakinya, Juli...