Tubuh Leon menggigil sekalipun terbungkus baju serta selimut. Handuk basah menempel di dahinya, tapi dia menggeleng-geleng dan membuatnya merosot. Di atas tempat tidur, Leon meracau tentang Mommy.
Edgar memungut handuk itu, kemudian menyimpannya. Dia menghela napas panjang. Matahari sudah tinggi, semua jendela dibuka, dan pendingin ruangan sedang istirahat. Dia bimbang perihal membawa bocah itu ke dokter atau tidak.
Untuk kedua kali, dia menghela napas sepanjang jalan. Sambil membawa Leon ke pelukannya, dia pergi ke garasi. Kala itu juga, Leon berteriak sambil menangis. Dia protes hanya ingin Mommy.
Kedua alis milik Edgar melorot. Kiranya dia paham siapa yang dimaksud bayi itu. Namun, dia masih memiliki harapan. Dia masuk ke mobil dan mengikat Leon di kursi. Dalam perjalanannya menuju gerbang, dia menemukan Julia turun dari sebuah mobil hitam ditemani seorang gadis.
Sementara itu, Marie celingukan ke sana dan ke sini. Dia berlari meninggalkan mobilnya juga Julia. Sang Sopir memilih santai dengan meninggalkan area, sedangkan Julia masuk ke rumahnya.
Marie menoleh ke belakang. Dia berlari menyusul Julia, lalu bertanya, "Rumah anak beruang yang mana, Jul?"
"Ada. Nanti ke sana terus lo bilang mau jadi Mommy."
"Emang bowleh?"
"Boleh aza. Kan, dia butuh istri sama ibu."
Marie mengangguk. Pipinya bersemu sebab membayangkan Edgar yang gagah melindunginya dari segala kontaminasi lingkungan. Dia terkikik.
"Sepi amay rumah lo, Jul," celetuknya, "gue nginep bisa lah."
"Boleh, tapi lo tidur di garasi."
Bibirnya mencebik. "Tidak berperikeMariean. Juga, garasi lo gelap bet. Nggak mungkin juga motor lo yang ganteng itu berubah jadi cowok. Terus, pas gue tidur...."
Julia memutar mata. Langkahnya makin cepat. Menurutnya, berada pada jarak 100 cm dengan makhluk tersebut dapat memberikan gangguan kecemasan sampai ingin mencekiknya.
Julia pergi ke dapur. Dia tidak mengambil minum, melainkan satu toples es krim. Senyumnya merekah. Dia mengambil sendok dan seterusnya menonton televisi di ruang tengah.
Marie menatap cemburu. Tangannya membawa sendok. Dia berbicara ketika mengambil satu suapan, "Es teros!"
"Panas gini gue bisa emosi. Mending makan es krim."
"Gede banget. Bilang-bilang kalo lo punya es krim segede ember. Gue mau makan uga."
Dua remaja itu duduk berdampingan. Televisi menayangkan kartun tentang monyet yang menjadi botak karena melakukan breakdance.
"Jul, laper. Yuk makan."
"Bentar. Udah mau selesai itu."
"Makanannya udah siap. Bibi udah lambai-lambai tuh," keluh Marie, kemudian menarik tangan temannya. Dia membalas serta lambaian tangan dari Bibi.
Julia akhirnya bangun. Dia memat8kan televisi. Dengan ember es krim kosong di pelukannya, dia pergi menuju dapur bersama Marie. Mereka memberi Bibi dua senyum.
"Makanannya enak semua. Jadi laper. Makan berapa porsi yah?" Marie bermonolog meski dia tidak serius.
🍼🍼🍼
KAMU SEDANG MEMBACA
My Neighbor's
Teen Fiction"Bunda! Ada anak beruang nyasar!" Julia melirik tubuh pendek yang terbungkus kostum beruang. Mata bulat berbinar dan pipi tembam bocah itu tidak serta merta membuat Julia terpana. Ketika beruang kecil itu mendekat, kemudian menempel di kakinya, Juli...