VI

391 129 39
                                    


***

Sementara di kediaman Anggara,

Vero berjalan memasuki rumahnya, kepulangannya dari kampus disambut dengan raut wajah sang ibu yang terlihat khawatir dan terus bolak balik di ruang tamu dengan hp di tangannya. Entah apa yang sedang dikhawatirkan mamanya. Vero berjalan mendekat berniat bertanya kepada perempuan paruh baya itu.

“Vero, kamu sudah pulang, Nak? Adik kamu mana? Dea pulang sama kamu kan?” Kata-kata yang akan diucapkan Vero tergantung saat di dahului oleh suara Mamanya saat melihat ia mendekat yang menanyakan keberadaan sang adik.

“Abang gak pulang sama Dea, Ma. Tadi dari kampus Vero langsung pulang kerumah, Adek pun juga gak ada minta jemput sama Vero,” sahut Vero menjawab pertanyaan dari mamanya.
Areta kembali nampak semakin cemas. Entah karena apa, hatinya dari tadi gelisah dan teringat dengan Dea, putrinya.

“Emang Adek belum pulang, Ma? Inikan udah jam setengah lima dan sekolah Adek kan bubarnya jam dua siang tadi,” Vero kembali bersuara menanyakan adiknya karena mamanya nampak khawatir dengan Dea.

Areta yang ditanya oleh putranya, matanya malah berkaca-kaca hendak menangis. Vero yang melihatnya langsung panik dengan reaksi mamanya.

“Ma, Mama kenapa? Sebenarnya ada apa, cerita sama Abang, Ma. Mama jangan nangis gini, Abang gak suka liat Mama menangis.”Vero mulai bertanya dengan menuntut melihat air mata Areta semakin menetes.

“Jawab Ma,” desak Vero yang juga ikutan gelisah.

Areta memperhatikan anak laki-lakinya, sebelum menyampaikan keluh kesahnya. Sedangkan Vero masih menatap lekat mamanya meminta jawaban.

“Mama juga gak tau, Bang. Dari tadi siang perasaan Mama gelisah. Mama selalu kepikiran Dea, tapi Mama coba tahan aja dan berpikiran positif kalau Dea pulang terlambat mungkin sedang buat tugas atau jalan dengan pacarnya atau sama Tania” jelas Areta dan Vero hanya diam menatap mamanya dengat mata masih menyiratkan meminta penjelasan.

“Dari tadi Mama sudah mencoba menghubungi adek kamu, tapi ponselnya gak aktif. Mama coba telepon Tania dan tanyain keberadaan apa Dea sedang bersamanya, dia jawab enggak. Tania juga bilang bahwa mereka juga tidak ada tugas tambahan yang membuat pulang terlambat. Karena itu Mama khawatir, Bang. Rico juga dari tadi Mama teleponin tapi gak aktif juga, Mama takut Dea kenapa-napa. Biasanya Dea selalu ngasih kabar kalau mau pergi,” jelas Areta menyampaikan kegundahan hatinya di sertai dengan isakan tangis yang mulai terdengar.

Vero yang mendengar penjelasan mamanya juga ikutan khawatir dan memikirkan keberadaan adiknya. Karena selama ini, Dea tidak pernah lupa untuk memberi kabar kalau ia pulang terlambat atau ingin pergi jalan dengan pacar maupun temannya.

Vero segera memeluk Mamanya dan menenangkannya.

“Mama jangan nangis lagi yah. Vero akan ke sekolah adek untuk mencarinya. Mama tenang aja, Vero akan cari adek sampai ketemu. Mama jangan nangis lagi, ok. Vero berangkat dulu. Assalamualaikum.”

Vero menyempatkan memberikan kecupan singkat untuk menenangkan mamanya sebelum ia berangkat mencari adiknya kesekolah. Vero berharap semoga adiknya cepat ketemu dan tidak kenapa-napa.

“Waalaikumussalam,”

Balas Areta setelah kepergian putranya, ia mendudukan dirinya di sofa ruang tamu sembari berdoa untuk keselamatan seluruh keluarganya, terutama putrinya yang sedang dikhawatirkannya.

***

Plakk

Suara tamparan kembali terdengar.

“Diam kau jalang!, jangan banyak tingkah. Nikmati saja permainan yang akan kau terima.” Rico kembali menampar pipi Dea, saat gadis itu kembali berontak untuk melawannya.

Srakk

Rico menyentak kemeja dengan lambang SMA Perwira itu dengan kasar, menyebabkan dua kancing teratasnya putus dan mengelinding jauh. Dea semakin panik dan takut saat Rico semakin nekad ingin membuktikan perkataannya. Baju yang robek menyebabkan bagian dadanya sedikit terlihat, hanya terhalangi oleh tang top putih yang tipis.

Dea semakin kalut, ingin berteriak minta tolong tapi suaranya sudah habis dan tak bisa keluar. Badannya semakin gemetar dan memucat, melihat tatapan mata Rico yang semakin liar menatapnya.

Saat ini Dea tidak tau apa yang harus dilakukannya, ia hanya mampu kembali menangis dan menatap penuh kebencian bercampur takut pada Rico.

Dea mulai pasrah saat Rico akan menyentuhnya kembali, saat ini hanya sedikit keajaiban yang diharapkannya agar terlepas dari penyiksaan yang dibuat Rico. Rico yang melihat Dea mulai tidak melawan semakin menyeringai, ia mendekatkan wajahnya ingin mencium Dea.

Dea hanya mampu memejamkan mata dan mengatupkan bibirnya dengan kuat. Wajah Rico semakin dekat dengan Dea dan dia mu_

Brakk

Suara pintu yang di hantam keras menghentikan kegiatan Rico. Ia terkejut dan bangkit melihat siapa yang datang. Ia terkejut saat berbalik seseorang langsung menghantam dirinya dan memukuli dia habis-habisan.
Ia tak sempat melawan, ia terlalu terkejud dengan serangan yang Vero yang hantamkan langsung mengarah pada wajahnya. Iya, lelaki yang mendobrak pintu itu adalah Vero, abang yang sangat disayangi Dea. Dea sangat bersyukur saat melihat abangnya datang untuk menyelamatkannya sebelum pria gila itu menyentuhnya lebih.

Vero masih memukuli Rico seperti kerasukan, bahkan Rico tak ada perlawanan sedikitpun. Pukulan telak dari Vero membuat pandangannya tidak jelas. Kepalanya pening dan mukanya sudah tak berbentuk akibat pukulan-pukulan yang Vero hantamkan padanya.

Setelah Rico terkulai lemas, Vero langsung menghampiri adik kecilnya. Ia tak dapat berkata-kata melihat keadaan adik yang sangat disayanginya. Ia merasa sangat bersalah dan menyesal. Karena telah lalai menjaga permata keluarganya, Vero sangat kacau melihat keadaan adiknya yang sangat mengenaskan.

Sedikit saja ia terlambat mungkin keadaan Adiknya lebih parah dari ini.

Namun, meskipun tidak bisa juga dikatakan jika ia datang dengan cepat karena melihat kondisi Adiknya yang sanggup menghentikan detak jantungnya beberapa saat.

Keadaan Dea yang menghawatirkan membuat mata Vero memerah menahan tangis. Melihat kondiri adiknya seperti itu adalah suatu hal yang tak pernah terbayangkan olehnya. Dan ia sangat tidak menyangka, pria yang sudah diberikan kepercayaan untuk menjaga adiknya selagi dia tidak ada, justru dialah pria yang seharusnya ia jauhkan dari Dea untuk keselamatannya.

Dea sempat melihat vero yang datang menghampirinya dengan raut kekhawatiran di wajah juga setetes air mata yang sudah tumpah. Dea memberikan senyum tipis sebagai ucapan terima kasih sebelum kegelapan menenggelamkannya.

Vero semakin kalang kabut saat melihat adiknya tak sadarkan diri. Ia memanggil-manggil nama Dea berulang kali berharap terdengar jawaban. Namun hanya wajah tenang yang di dapati dari adiknya yang sudah tak sadarkan diri.

Dengan segera Vero mengendong adiknya dan membawanya ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Vero mengabari kedua orang tuanya tentang keadaan Dea. Mamanya yang mendengar berita tersebut syok dan hampir tak sadarkan diri.

***

THE MAFIA GET MARRIEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang