IX

336 124 26
                                    


Dea.

Gadis itu adalah Deana Vilmeyra Anggara atau dirinya sering dikenal dengan sebutan Devil di dunia gelap yang baru di masukinya setelah beberapa minggu sejak kejadian itu.

Keadian yang merubahnya dan melahirkannya kembali dengan kepribadian yang baru.Tidak ada yang dapat mengapainya, ia terlalu tenggelam untuk diraih keatas. Seolah tenggelam dalam lautan tak berdasar.

Louis kembali tersadar dari lamunannya, ia melangkah mendekat menuju gadis yang berdiri tidak jauh darinya. Ia masih tidak menyangka, bahwa balapan malam ini ia dikalahkan oleh seorang wanita yang masih sangat muda. Jatuh sudah harga diri seorang Louis Darko.

Louis mengulurkan tangannya untuk berkenalan sekaligus mengucapkan selamat atas kemenangan Dea.

Kekesalan Louis sudah lenyap dan ia dapat menerima kekalahannya hanya karena menatap wajah cantik Dea.

Dea hanya menatap datar tangan yang terulur di depannya, tidak ada ekspresi apapun yang terpancar dari wajahnya. Louis memerhatikan tangannya yang masih mengantung di depannya, kemudian ia menarik kembali tangannya.

“Selamat kau berhasil mengalahkan ku, ini pertama kalinya sepanjang hidupku dipermalukan wanita ditempat umum.”

Louis membuka suara setelah beberapa saat menatap wanita yang masih menatapnya datar.

“Siapa namamu? Kau kelihatan baru ditempat ini.”

Louis kembali bersuara. Namun Dea, perempuan yang sedang diajaknya bersuara itu hanya diam menatapnya dengan tatapan datar. Lama-lama Louis merasa ngeri melihatnya, sekarang saja bulu kuduknya sudah meremang sebab Dea hanya menatapnya datar dalam diam.

Dea membalikkan badan untuk memasuki mobil, ia mulai bosan berdiri lama di sana. Tujuannya untuk bermain sudah selesai. Namun suara Louis menghentikan niatnya, tapi Dea tidak berbalik menatapnya.

“Hei ... Kau mau kemana, Nona? Bagaimana dengan uang taruhan balapan yang kau menangkan. Aku harus mengirimkannya kemana?” Louis bertanya begitu karena Dea berniat pergi.

“Sumbangkan.”

Hanya satu kata itu yang terdengar oleh Louis. Setelahnya Dea kembali melangkah dan memasuki mobilnya. Mesin mobil Dea terdengar, bertanda jika ia akan pergi meninggalkan tempat itu.

“Nama anda siapa, Nona? Saya ingin tau nama wanita yang sudah mangalahkan saya, untuk dikenang.”

Dea seketika menyeringai tipis mendengar kalimat yang terucap dari bibir pemuda itu.

“Devil.”

Satu kalimat penutup sebelum mobil hitam tersebut melaju kencang membelah jalanan gelap di depanya.

Sedangkan Louis terpaku mendengar nama yang keluar dari bibir mungil Dea. Siapa yang tidak mengetahui tentang Devil. Bahkan reputasinya di dunia gelap sangat ditakuti oleh banyak orang. Pemimpin mafia terkenal seperti Yakuza pun takut hanya mendengar namanya. Devil adalah julukan untuk gadis itu, ia terlihat tenang namun mematikan saat ketenangannya di usik.

Dan apa yang terjadi pada Louis hari ini adalah tambahan sejarah besar yang harus diingatnya. Ia berhadapan langsung dengan seseorang yang tercatat di kamusnya untuk dihindari.

Namun ia tidak menyesal, karena dapat mengetahui wajah asli pemilik julukan Devil tersebut. Sangat tidak cocok dengan wajahnya yang cantik bak dewi yunani, namun sangat tepat untuk kemampuan yang dimilikinya. Bahkan sebelum berkedip pun seseorang dapat kehilangan nyawanya.

Sungguh itulah seorang Devil.

***

Bandara Soekarno Hatta,
Jakarta, Indonesia

Panas yang terik dan udara yang kurang bersih menyambut kedatangan Dea setelah keluar dari pintu masuk bandara.

Jakarta, kota kelahirannya, yang beberapa tahun lalu ia tinggalkan. Sekarang masih terlihat sama, semakin padat dengan kendaraan yang berlalu lalang, saling berpacu untuk segera sampai di tempat tujuan.

Mobil BMW putih berhenti di depannya. Ia langsung memasukinya dan meninggalkan bandara. Perjalanan hanya di isi dengan kesunyian.

“Kau langsung pulang atau ke markas?” Arden mulai membuka suara, memecah keheningan beberapa saat yang lalu.

“Pulang, capek.”

Hanya dua kata itu yang keluar dari mulut Dea. Arden menolehkan wajahnya ke samping melihat gadis yang duduk di sebelahnya sambil memejamkan mata. Terlihat gurat kelelahan dari wajahnya, bahkan kantung matanya tampak menghitam. Arden sangat mengenal perempuan itu. Ia sudah menganggapnya seperti adiknya sendiri.

Di matanya, ia dapat melihat kekosongan dari wajah Dea yang matanya masih terpejam. Tidak ada yang dapat dilakukannya untuk menghilangkan trauma yang Dea alami. Trauma dan kesedian mendalam yang masih mengerogotinya selama ini. Arden mengetahui segala hal yang terjadi pada Dea.

Dea pernah menceritakan padanya, ntah karena apa Dea tiba-tiba barani membuka luka lamanya di depan Arden dan dua temannya yang lain.

***


THE MAFIA GET MARRIEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang