15

306 29 1
                                    

     Seperti kata Maulina tempo lalu, hari ini Raesha benar-benar diizinkan pulang dengan catatan, tetap istirahat total selama di rumah. Tidak boleh melakukan apapun. Termasuk kuliah. Raesha benar-benar mengambil cuti panjang. Satu tahun. Raesha juga masih harus sering ke rumah sakit, memantau kondisinya. Ginjal terutama. Karena organ dalam tersebut yang menjadi inti kenapa dia akhirnya hanya bisa berbaring di atas kasur tanpa bisa melakukan kegiatan apapun. Sesekali berjalan keluar, dengan kursi roda.

Fariz membantunya untuk turun dari brankar. Ingin digendong saja sebenarnya, tapi Raesha menolak mentah-mentah. Malu, alasan paling utama.

Denga pelan dan hati-hati, Fariz mulai mendorong kursi roda yang Raesha duduki. Di belakang mereka, ada Zila, Afif, dan Risya yang turut membawa barang-barang Raesha selama di rumah sakit. Hendra sendiri sudah menunggu di depan lobby, di dalam mobilnya. Maulana menunggu di samping mobil, bersama Maulina setelah tadi melunasi biaya administrasi selama Raesha dirawat.

"Seminggu sekali aku akan jenguk Echa, maybe." Maulana membuka obrolan.

"Hm, dia anak kamu." Tanpa menoleh, fokus pada ponselnya, Maulina menjawab.

"Anakmu juga," koreksi Maulana. Jengah.

"Tidak mungkin dia kuterima di rumah, kalau aku nggak anggap dia anak," tukas Maulina. Memasukkan ponselnya setelah membalas pesan dari teman. Menoleh ke dalam, di mana Raesha dan teman-temannya mulai mendekat.

"Kak Fariz satu mobil sama Echa?" tanya Raesha ketika mereka sudah hampir sampai di depan lobby.

"Kakak pakai mobil sendiri, tuh." Jari Fariz menunjuk sebuah mobil yang parkir di belakang mobil Hendra. Alvin berdiri di samping mobil, menyapa mereka melalui senyum.

"Tapi, Kakak ke rumah Papinya Afif, 'kan?" Raesha bertanya, memastikan.

"Iya, sayang." Jawaban Fariz membuatnya lega.

Bukan manja atau banyak maunya. Hanya saja … Raesha masih sangat merasa canggung, jika bersama keluarga barunya?

Pelan-pelan sekali, Fariz membantu Raesha masuk ke dalam mobil. Maulana membantu, pun dengan Afif. Risya dan Zila memasukkan barang-barang yang tadi mereka bawa ke dalam bagasi. Tidak banyak, tidak juga sedikit. Hendra membantu kedua gadis, sahabat dari anaknya tersebut.

Alvin sendiri memilih tidak mendekat. Dia … ada sedikit konflik dengan Risya, kekasihnya sejak dua bulan yang lalu. Masalahnya, Risya kalau marah benar-benar seperti macan betina.

"Lo bareng siapa?" tanya Afif pada Risya. Melirik sekilas ke arah Alvin.

"Ojol aja deh, kayaknya." Gengsi menumpang dengan kekasihnya.

Afif berdecak. "Udah masuk! Biar gue yang satu mobil bareng doi lo pada!" Daripada membiarkan sahabatnya naik ojek online yang artinya harus menunggu lagi, Afif mengalah. Dia menatap Zila yang membantu Raesha mencari posisi nyaman. "Zil, aku bareng Kak Fariz sama Kak Alvin, ya?" izinnya.

Kepala gadis itu mengangguk. "Dih, sama Zila doang? Guenya enggak?" sewot Raesha yang kemudian menarik sedikit kepalanya, saat Fariz membenarkan posisi bantal yang memang disediakan di setiap jok mobil.

"Sabodo!" Afif berlalu, tidak mengindahkan decakan sahabatnya.

"Mau sesuatu? Nanti biar aku beliin," tanya Fariz. Sekarang, dia setidaknya bisa bernapas sedikit lega. Meski, masih sering menadapati sang kekasih yang termenung sendiri. Memikirkan kuliahnya, itu yang sangat jelas.

Kepala Raesha menggeleng, "coklat aja, ya?" Tapi tetap meminta. Membuat Fariz gemas sendiri.

"Okay!"

Surga Yang DiImpikan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang