[5.1] Alina. ²

552 87 0
                                    

Author Pov.

Dahi Alina berkerut bingung, "maaf Luna? Santet?" Ia mengulangi.

Kana menggelengkan kepalanya cepat sambil mengetuk-ngetuk kecil, "ishh..ga mempan lah! Beda dimensi Na!" katanya kesal.

"apa itu santet Luna? Racun? Mantra?" tanya Alina.

Kana menggeleng, "susah jelasinnya. Intinya, itu cara manusia menyiksa-membunuh tanpa menyentuh. Yah, prosesnya ribet juga, makan waktu, tenaga, pikiran" jelas Kana.

Alina masih bingung sebenarnya, tapi Dia hanya meng-iyakan.

Kana memutar otak lagi. Hal apa yang kira-kira bisa membantu Alina-yang masuk akal tentunya.

'ish...pusing kepala ku bro'

"hm..gini-gini" Kana menjeda, "kita sendiri ga mungkin ngubah cara pikir mereka ke kamu Alina, mereka mandang kamu juga udah luarbiasa jelek"

Alina mengangguk lesu.

"mau kamu sebaik apa, mau serajin apa, kalau menurut mereka jelek ya jelek, ga bagus. Jadi aku mau, kamu yang ku ubah"

Alina baru ingin bersuara, tapi langsung dipotong cepat oleh Kana. "Bukan penampilan mu, bukan gaya mu, atau pun fisik mu yang mau ku ubah" katanya, "cara bicara mu, pandangan mata mu, dan hm..yang sekiranya bisa ku ubah"

'ya...wajah mu itu memang minta di bully bro'

Alina mengeleng, menolak sebisanya. "tidak bisa Luna, aku tak mungkin bisa-"

"kalau di biarkan akan makin menjadi. Mereka bisa saja membunuh mu tanpa jejak" Kana mengendikkan bahunya. Kejam memang, tapi ada benarnya kan?

Hening sejenak. Kemungkinan Alina sedang berdiskusi dengan Wolf-nya.

.

.

.

"apa tempat perawatannya masih jauh?" Kana bertanya untuk kesekian kalinya.

Sekarang, Kana bersama dengan Marvin sedang perjalanan menuju tempat perawatan Werewolf yang menolong Kana kemarin. Ia dijemput Marvin sesaat setelah keluar perpustakan dengan Alina.

"sebentar lagi Luna" jawab Marvin di sertai senyuman.

Kana mendengus, "dari tadi juga jawabnya gitu" katanya, "bikin Mansion gede banget. Ga sekalian bikin kastil aja?" Ia melirik Marvin sebal.

Yang dilirik tersenyum simpul, "perpaduan antara keduanya Luna" katanya.

Kana tak memberi respon, Ia kesal karena Marvin terus menjawabnya dengan jawaban pendek. Kana tak tau pasti Marvin itu memang kaku atau memang irit kata sangat berbicara, keduanya memang beda tipis menurut Kana.

Semakin mereka menjauh dari Mansion Aiden, semakin sepi pula yang berlalu-lalang. Tepat saat kedua orang itu berbelok, Kana mulai tidak tenang.

"apa kita benar-benar ke ruang perawatan?" tanyanya se-normal mungkin.

"tentu saja Luna" Marvin menjawab cepat.

"oh, ok"

Kana menggigit pipi bagian dalamnya. Mereka semakin dekat dengan gedung di depannya, tapi Kana semakin merasa tidak enak. Atmosfer disini jauh beda dibanding atmosfer di Mansion Aiden.

Marvin membukakan pintu besar itu dan mempersilahkan Kana masuk. Setelah Kana dan dirinya masuk, barulah Ia mengunci kembali pintu kayu setinggi 5 meter itu.

Bangunan ini persis seperti Mansion Aiden. Bedanya, bangunan ini menyerupai katedral tua yang terawat. Dominan warna hitam ketimbang warna merah, membuat membuat bangunan ini lebih gelap. Apalagi pencahayaannya, hanya di bantu oleh obor yang melekat di dinding.

~• Smart Mate •~  [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang