***
Jaemin termenung di dalam kamarnya, masih bingung memikirkan perkataan Nakyung tadi, perempuan itu bilang jika Jeno selalu membayangkannya ketika bercinta, selalu menyebut namanya. Bagaimana mungkin? Jaemin kan tidak mengenal Jeno sebelum ini?.
Apakah Jaemin yang dibayangkan oleh Jeno adalah Jaemin yang lain?
Jantung Jaemin serasa diremas. Mungkinkah itu? Mungkinkah pernikahan impulsif, dan semua hal yang dilakukan dengan terburu-buru ini disebabkan Jeno menginginkan seorang pengganti untuk Jaemin yang dicintainya. Toh kalau dengan Jaemin, dia tidak perlu repot-repot seperti dengan Nakyung, karena namanya sama. Jadi Jeno tidak perlu menjelaskan apa-apa dan Jaemin juga tidak akan tahu kalau dia digunakan sebagai pengganti.
Jaemin mendongak ketika Jeno memasuki kamar, mengernyit ketika melihat Jaemin duduk melamun di ranjang.
"Sayang, kenapa? Aku menunggumu di bawah untuk makan siang, tetapi kau tidak turun."
Jawaban Jaemin hanya berupa desahan napas yang berat, bingung apakah dia harus menanyakan hal ini kepada Jeno atau tidak.
Jeno ikut menghela napas, dengan lembut dia melangkah dan berlutut di depan Jaemin yang sedang duduk di atas ranjangnya.
"Tentang Nakyung lagi? Apakah dia mengganggumu?."
Jaemin menatap Jeno, mencoba mencari kedalaman hati suaminya itu di balik tatapan matanya yang lembut. Apa sebenarnya yang ada di benak Jeno? Kenapa dia tidak pernah tahu?.
"Nakyung mengatakan kepadaku, bahwa kau selalu memanggil nama 'Jaemin' ketika bercinta. Dia juga mengatakan jika kau selalu membayangkannya sebagai Jaemin." Jaemin mendesah, "Dan aku berpikir, tentu Jaemin yang kau bayangkan itu bukan aku, karena kita baru saling mengenal."
Ekspresi Jeno tidak terbaca. Tetapi lelaki itu dengan lembut merengkuh tangannya dan menggenggamnya dengan erat.
"Kau lebih percaya Nakyung atau kepadaku Sayang? Aku suamimu."
Jaemin mencoba percaya. Sungguh dia mencoba. Tetapi cara Nakyung mengucapkannya tadi, perempuan itu sungguh-sungguh tampak terluka. Mungkinkah Nakyung hanya berakting untuk menyebabkan kesalahpahaman di antara Jeno dan dirinya?.
"Percayalah kepadaku dan jangan hiraukan apa yang dikatakan oleh Nakyung. Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu, bahwa apapapun yang terjadi seburuk apapun yang dikatakan orang, kau bisa pegang satu hal yang pasti, bahwa aku mencintaimu. Amat sangat mencintaimu."
Jeno menundukkan kepalanya dan mengecupi jemari Jaemin. "Rasanya sangat sakit, ketika kau mencintai seseorang tetapi tidak dipercaya. Rasanya seperti cintamu ini sampah dan dibuang begitu saja."
"Jeno... tidak... bukan begitu."
Jaemin menggenggam jemari Jeno. "Aku tidak akan membuang cintamu. Aku, maafkan aku mungkin aku sedikit terpengaruh karena cara Nakyung mengungkapkannya tadi begitu meyakinkan."
Jaemin menghela napas panjang, "Mulai sekarang aku tidak akan mendengarkannya lagi."
"Terimakasih Jaemin." Kedua mata mereka sejajar, Jeno yang berlutut dan Jaemin yang duduk di atas ranjang, lalu mereka berciuman dengan lembutnya.
Bibir Jeno melumat bibir Jaemin dengan penuh perasaaan, membuatnya terlena. Lidahnya menelusur pelan kemudian, mencecap rasa yang sudah lama dirindukannya, rasa yang sangat dikenalnya.
Jaemin mendesah ketika Jeno mendorongnya terbaring di ranjang, dengan kaki menjuntai di bawah dan Jeno yang berdiri membungkuk di atasnya.
"Kita tidak bisa melakukannya sekarang. Ini waktunya makan siang. Alfred akan mencari-cari kita." Jaemin berbisik dalam napasnya yang sedikit tersengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgiven Hero : Nomin
Short StoryJeno harus menanggung hukuman atas dosa yang telah diperbuatnya pada Jaemin di masa lalu. Dia hanya ingin menembus dosanya pada Jaemin dalam bayangan tanpa wujud. Tetapi semuanya hancur ketika hasrat yang kuat mulai merasukinya dan menjadikannya seb...