🌸 Chapter 6

6.1K 666 75
                                    

***

"Kau mau minum?"

Pesta sudah usai. Para tamu sudah pulang. Hanya Jaemin yang masih duduk di dapur modern milik Jeno.

Setelah kejadian tadi Jeno mengantarnya ke sana dan menyuruhnya duduk menenangkan diri, menyuruh pelayan menyediakan cokelat hangat untuknya, lalu meninggalkannya untuk menemui para tamunya, dan berjanji akan mengantarkannya pulang nanti.

Selama ditinggalkan sendirian Jaemin terus merenung, Kejadian tadi berulang-ulang di matanya. Dan sangat tidak disangkanya.

Begitu bebaskah kehidupan Eric sehingga dia bisa bercumbu begitu saja dengan sembarang orang yang ditemuinya di pesta?. Rasa sakit menusuk dadanya, membuatnya menghela nafas berkali-kali.

Setidaknya dia belum jatuh cinta terlalu dalam kepada Eric, setidaknya dia belum menumbuhkan perasaannya terlalu jauh.

Rupanya lama sekali Jaemin berkutat dengan pikirannya, karena pesta pada akhirnya usai.

Jeno datang menemuinya, dan duduk bersamanya di dapur, melihat cangkir cokelat hangatnya yang hampir kosong dan menawarkan minuman lagi.

Jaemin menggeleng menjawab pertanyaan Jeno. Tidak. Dia tidak ingin minum apapun. Dia hanya ingin pulang dan mungkin menangis sendirian di kamarnya.

"Aku hanya ingin pulang." gumam Jaemin akhirnya, melirik jam di dinding dapur yang sudah semakin malam.

Jeno mengikuti arah lirikan Jaemin dan tersenyum lembut, "Aku akan mengantarkanmu pulang, jangan cemas. Apakah kau baik-baik saja Jaemin?."

Pipi Jaemin memerah. Tidak. Dia tidak baik-baik saja. Dia patah hati dan merasa dikhianati, dan juga malu. Malu kepada Mr. Julian yang menatapnya dengan penuh perhatian kepadanya saat ini. Malu mengingat percakapan mereka beberapa malam yang lalu tentang hubungannya dengan Eric.

Mr. Julian pasti menertawakan kebodohan dan kepolosannya dalam hati karena dia begitu mudah ditipu.

"Tidak semua orang seperti Eric." Jeno membalikkan badan, melangkah menuju bar yang ada di samping dapur. Dan menuang minuman, lalu meletakkan salah satu gelasnya di depan Jaemin. "Ini minumlah."

"Ini apa?." Jaemin mengernyit, menatap ke arah gelas minuman di depannya. Cairan itu berwarna bening dan keemasan.

"Itu champagne. Rasanya manis dan tidak begitu keras. Mungkin bisa sedikit menenangkanmu."

Jaemin menatap gelas itu dengan ragu. Menimbang-nimbang. Seumur hidupnya dia tidak pernah meminum minuman beralkohol dan tidak yakin akan reaksinya setelah meminum itu. Apakah dia akan mabuk dan menari-nari seperti orang gila nantinya?

Jeno mengamati Jaemin yang sedang tercenung sambil menatap gelasnya dan tersenyum.

"Satu gelas tidak akan membuatmu mabuk. Kau bisa menyesapnya pelan-pelan. Kalau kau merasa tidak mampu, kau bisa berhenti tanpa menghabiskannya."

Jaemin menghela napas panjang. Oke. Dia merasa layak meminum segelas champagne mahal setelah apa yang dialaminya tadi. Dengan cepat dia meneguknya. Rasa manis langsung menyebar di rongga mulutnya diikuti rasa hangat yang pekat. Kemudian terbatuk-batuk.

Jeno mengernyitkan alis melihat cara Jaemin meminum champagne-nya lalu tertawa.

"Aku bilang minum secara perlahan dan menikmatinya, sayang. Jangan diteguk sampai habis, kau akan kehilangan aromanya kalau begitu." Jeno mendekati Jaemin yang terbatuk-batuk lalu mengusap punggungnya dengan lembut, "Kau tidak apa-apa?."

Jaemin menganggukkan kepalanya, tiba-tiba menyadari kedekatan Jeno yang terasa panas di belakangnya.

"Aku rasa aku harus pulang sekarang." Jaemin meletakkan gelasnya dan mencoba berdiri, dia agak terhuyung, sehingga Jeno harus memegang lengannya.

Unforgiven Hero : Nomin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang