🌸 Chapter 4

6.4K 700 77
                                    

***

Jeno memarkir mobilnya di tempat biasa. di sudut, tertutup bayang-bayang sebuah pohon besar yang teduh, matanya menatap ke arah bangunan asrama tua itu. Tempat yang sangat dihapalnya dan mungkin merupakan satu-satunya tempat yang paling sering dikunjunginya secara berkala.

Lalu Jaemin melangkah keluar di sana, Jeno melihat jam-nya, selalu tepat jam sembilan di hari minggu. Jaemin akan pergi berbelanja kebutuhan asrama ke pasar, Anak itu tampak gembira, sehat dan ceria. Syukurlah. Jeno mendesah dalam hati.

Matanya mengikuti Jaemin dengan waspada ketika dia berdiri di pinggir jalan menunggu bus untuk mengantarkannya ke pasar, dan Jeno mengernyit ketika bus yang penuh sesak berhenti di depan Jaemin dan anak itu masuk kedalamnya.

'Dia tidak boleh naik bus lagi.' Putusnya dalam hati, Jeno harus mengusahakan sesuatu. Setelah yakin bahwa Jaemin sudah benar-benar pergi, Jeno mengangkat ponselnya.

"Aku sudah menunggu disini," gumamnya tenang.

Tidak lama kemudian, sosok Paman Moon keluar dengan hati-hati dari asrama, dan melangkah ke tempat parkir Jeno yang biasa.

Dengan sopan Jeno membukakan pintu dan Paman Moon melangkah masuk.

"Dia sangat senang karena diterima di perusahaan itu." Paman Moon memulai percakapan sambil tersenyum.

Mau tak mau Jeno tersenyum, membayangkan Jaemin bahagia sudah cukup membuatnya tidak bisa menahan senyum lebarnya.

"Aku senang mendengarnya, apakah dia merasa curiga? Apakah dia membicarakannya?" Jeno menatap Paman Moon dengan sopan. Pria di depannya ini adalah mantan asisten ibunya yang sudah pensiun dan kemudian karena tidak mempunyai sanak keluarga, mengajukan diri untuk menunggui asrama tersebut.

Asrama ini sebenarnya adalah salah satu dari asrama milik yayasan sosial yang dikelola oleh Mrs. Lee, dan ketika Mrs. Lee menceritakan semua rencana Jeno, Paman Moon menawarkan diri dengan senang hati untuk membantu. Jeno sangat menghormati Pria ini, hampir seperti dia menghormati Ayahnya sendiri.

"Dia sempat curiga." Paman Moon tersenyum melihat kecemasan di mata Jeno , "Tapi aku sudah berusaha menghilangkan kecurigaannya itu, lagipula nilai-nilai ijazahnya memang sangat bagus jadi tidak menutup kemungkinan perusahaan-perusahaan besar bersaing memperebutkannya."

Jeno menjalankan mobilnya keluar dari parkirnya di bawah pohon besar itu dengan tenang, mengarahkan mobilnya menuju rumahnya, karena setiap minggu, Paman Moon akan berkunjung ke rumahnya untuk bertemu dengan ibunya, setiap minggu itulah Jeno akan memanfaatkan waktu itu untuk mengevaluasi dan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dari Paman Moon tentang Jaemin.

"Mungkin memang aku terlalu berlebihan, seharusnya aku menempatkannya sebagai staff biasa dulu, tapi aku tidak tahan, aku lelah melihatnya secara sembunyi-sembunyi seperti ini, aku ingin bisa berinteraksi langsung dengannya."

"Aku mengerti." Paman Moon tersenyum penuh kelembutan, "Tetapi tidak adakah rasa takut di hatimu jika nanti Jaemin akan menyadari siapa kau sebenarnya?."

Pandangan Jeno menerawang ke depan, "Aku tidak tahu... aku menganggap ini semua seperti pertaruhan yang melibatkan hidup dan matiku, paman... kau tahu kan betapa aku sangat menginginkan pertemuan ini. Bisa bertatapan langsung dengan Jaemin, bisa berbicara langsung, aku sangat menginginkan pertemuan ini... sekaligus takut... karena jika Jaemin sampai mengenaliku... maka selesailah sudah semuanya."

Paman Moon mengamati sosok disampingnya itu. Jeno sedang berkonsentrasi menyetir, pandangannya lurus ke depan dan tidak menyadari kalau diamati, Paman Moon sudah mengenal Jeno sejak lama, karena dia sudah menjadi asisten Mrs. Lee sejak Jeno masih kecil.

Unforgiven Hero : Nomin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang