Bab 2

51 5 0
                                    

Kenzie Aldebaran adalah cowok yang hampir 5 tahun terakhir menemani hari-hari Ara. Dengan paras yang tampan, postur yang tinggi, hidung mancung dan juga bibir tipis menjadi idola para wanita dimasa sma dulu. Bukah hanya itu, Kenzie adalah cowok yang bertanggungjawab yang terkadang keras kepala, penyayang dan juga pintar. Sesempurna itu emang, suatu kelebihan yang menjadikan salah satu masalah dalam hubungannya dengan Ara.

Annara Bela Pratama. Cewek yang cantik, penyayang, cuek, pemikir dan juga pintar. Anak Kedua dari tiga bersaudara. Anak kesayangan mama, yang senantiasa tegar dan terus berusaha dalam tiap-tiap masalah yang ada.

Mentari pagi mulai menampakkan diri dengan malu-malu. Ia bersembunyi dibalik awan awan putih yang ada diatas sana. Sinarnya yang terasa sejuk dan hangat menemani perjalan Kenzie menuju rumah Ara.

Dengan pelan Ken mengendarai mobil menuju rumah Ara ditemani dengan sebuah lagu dari tulus "Tukar Jiwa". Lagu yang memiliki banyak arti perihal hubungannya dengan Ara saat sedang tidak baik-baik saja.

Setelah 10 menit dalam perjalanan, akhirnya Ken pun sampai di rumah Ara.

Tok tok tok
" Assalamualaikum"

"Iya sebentar" Teriak mama Ina dari dalam.

"Waalaikumsalam. Eh nak Ken, mau ketemu sama Ara ya?"

"Iya tante. Ara nya ada?"

"Ada kok, yuk masuk dulu"

"Araaa, ini ada Kenzie cepetan turun yaa" Teriak mama Ina dari lantai bawah.

"Iya maa" Jawab Ara.

Berselang 5 menit akhirnya Ara pun turun dan menghampiri Kenzie.

"Haloo, yuk langsung aja"

"Yaudah yuk, aku pamit sama mama kamu dulu yaa"

"Tante Kenzi minta izin ajak Ara keluar sebentar ya, Assalamualaikum" Ujar Kenzie serta mencium tangan mama Ina.

"Iya hati-hati ya Ken. Waalaikumsalam"

Setelah berpamitan akhirnya mereka berdua segera meninggalkan rumah Ara menuju suatu tempat yang menjadi salah satu tempat favorit mereka. Iyaa, cafe kenanga. Cafe yang menjadi saksi lika-liku perjalanan kisah mereka. Setelah sampai di cafe akhirnya Ken memesan beberapa camilan dan juga minuman.

"Kamu mau makan ini dulu atau mau cerita sesuatu? Apa mau cerita semalem mimpi apa hehe" Ujar Ken dengan menatap Ara dengan tangan mungil dalam genggamannya.

"Engga, aku gamau cerita apapun. Tapi aku nunggu cerita dari kamu. Katanya kemaren ada hal yang pengen diomongin"

"Engga deh, nanti aja. Ayo dimakan dulu"

"Gak ah, kamu aja yang makan. Aku tungguin"

"Jangan gitu dong ra, yuk makan dulu"

"Yaudah deh, aku minum aja ya. Perasaanku gaenak"

"Iya gapapa"

Setelah minum akhirnya Ken pun memulai pembicaraan dengan serius. Pembicaraan yang seharusnya ia sampaikan dari kemaren. Pembicaraan yang mampu memporakporandakan perasaan dan pikirannya sejak kemaren.

"Ra, aku sayang banget sama kamu. Kamu pasti tahu itu. Tapi aku mau minta maaf, mungkin aku udah gabisa lagi bertahan sama kamu. Ternyata masalah kemaren emang bener-bener bikin aku pusing setengah mati. Harus milih antara melepaskan tapi bisa melihatmu menggapai apa yang menjadi cita-cita mu dengan keluargamu. Apalagi kemaren kakakmu yang menghubungi aku dan berkata seperti itu. Rasanya sedih, apa bener aku menjadi penghambatmu untuk melangkah? Padahal kita janjinya mau melangkah bareng kan?"

Ara hanya terdiam. Terdiam seraya menatap Ken dengan sendu juga rinci, ia tahu bahwa ini adalah akhir. Karenanya ia ingin mengabadikan setiap inci wajah Ken dalam memori otakknya. Air mata pun bercucuran tanpa permisi. Mengalir dengan deras tanpa diminta. Ken pun menitihkan air mata dengan berkali-kali mencium tangan putih mungil yang ada di genggamannya.

"Iya gapapa. Kalo emang kamu udah gamau berjuang ya gapapa" Ucap Ara sesenggukan.

"Ra, bukan gitu. Aku semakin sakit saat dibilang sebagai penghambatmu dalam berkembang. Kamu paham kan? Aku beneran sayang sama kamu"

"Iya Ken iyaa, gapapa. Yaudah aku pulang sendiri aja yaa"

"Hei Ra, tunggu dulu dong. Aku harap kita masih bisa jadi temen ya Ra, aku mau kita bisa saling support sebagai temen. Besok kalau kamu sudah dipuncak seperti apa yang diinginkan keluargamu, dan mungkin kita masih sama-sama sendiri aku bakal langsung ke rumahmu, aku bakal lamar kamu saat itu juga"

"Iya kita temenan. Udah gausa ngumbar janji. Toh kita udahan kan? Makasih ya Ken, atas segala dan seluruhnya dalam 5 tahun ini. Aku sayang kamu. Semoga aku bisa mengikhlaskanmu. Aku pulang duluan ya Ken"

"Gak Ra, jangan pulang sendiri. Aku anterin sampe rumah. Gaada penolakan"

"Ga perlu Ken, aku bisa sendiri"

"Ra, jangan keras kepala. Ayo aku anterin"

Akhirnya Ara pun bersedia untuk diantar pulang oleh Ken setelah adu mulut. Ara mengalah. Toh ini adalah terakhir kalinya.

Dengan mata yang berkaca-kaca menahan tangis Ken menggiring Ara keluar cafe. Ken masih menggenggam tangan putih mungil itu, semakin lama semakin erat. Tak disangka air mata yang ditahannya mati-matian pun luruh dan jatuh membasahi pipi. Ken memalingkan muka agar Ara tak tau yang sebenarnya. Ia tak ingin Ara melihat kesedihannya.

Setelah sampai di parkiran Ken pun membukakan pintu mobil dan menyuruh Ara masuk. Ditemani dengan deraian air mata diantara keduanya, mobil Ken pun melaju membelah jalanan kota yang tampak ramai.

"Ra, udah sampai. Maaf ya Ra, maaf untuk segala hal yang pernah aku lakukan. Cukup sampai disini aku menjadi penghambatmu, cukup untuk semua luka yang pernah aku torehkan. Maaf pernah menyakiti. Love you Ra" Ucap Ken yang sedang memeluk Ara.

"Makasih tumpangannya Ken. Aku masuk dulu"
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ternyata benar, selama apapun menjalin kasih bersama tidak menjamin seseorang itu akan berjuang lebih untuk segala yang pernah diukir bersama. Terimakasih ya Ken, atas semua yang pernah kita lalui bersama. -Ara

AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang