Bab 1

94 8 2
                                    

Dengan senyum mengembang seraya melambaikan tangan, aku menghampiri Ken yang sudah lebih dulu duduk dipojokan cafe. Tempat yang strategis, tempat favorit kita tiap kali datang kesini. Dengan kaca yang transparan, terlihat macam-macam bunga indah di depan cafe. Sungguh indah.

"Ken, sudah lama?"
"Nggak Ra, baru aja kok. Buruan duduk, udah aku pesenin matcha kesuakaanmu"
"Oke, makasih ya"

Setelah duduk Ara pun segera meminum minuman matcha kesukaannya dan cake coklat yang ada. Namun tiba-tiba perhatiannya teralihkan saat Ken memegang tangannya dengan tatapan sendu yang membuat perasaan Ara pun tidak enak.

"Kenapa Ken? Ada yang mau diomongin? Aku pikir waktu kamu ngajak ketemu kita udah baikan"

"Iya Ra, kan emang kita udah baikan. Aku gapernah bisa marah lama-lama sama kamu" Ujar Ken seraya mengelus puncak kepala Ara.

"Dih apaan, gausa sok manis deh Ken, geli tau. Kenapa sedih gitu?"

"Siapa yang sedih sih? Bahagia gini kok, apalagi bisa lihat kamu kayak gini"

"Aku gampar ya Ken, bisabisanya kamu bikin pipiku merah" Jawab Ara dengan senyuman.

"Tau gak sih Ra?"

"Ya gataulah" Jawab Ara cepat.

"Ih, kamu tuh yaa kebiasaan banget. Orang aku belum ngomong juga. Kan gemes jadinya" Balas Ken sambil memegang serta mencium punggung tangan Ara.

"Ra, kamu tau ga? Batang pohon yang besar banget akan tumbang saat ada beberapa hal yang membuat batang pohon yang kuat tersebut merasa tersakiti atau mungkin merasa perjuangannya menjadi bagian dari sebuah pohon tersebut tak ternilai. Yang paling buruknya si batang ini akan menyerah saja. Biar saja semuanya berantakan dan saling tersakiti"

"Kamu kenapa sih Ken? Aku harus menganalisis kata-katamu?"

"Ya kamu harus tahu itu dulu"

"Iya deh aku tahu, tapi gapaham hahaha"

"Ih dasar ya kamuuu. Aku sayang kamu deh Ra, sayang banget"

"Sama, aku jugaa. Sini peluk" Ujar Ara dengan merentangkan tangannya.

"Yaudah yuk pulang. Aku anterin"

"Yuk, aku juga udah capek"

Setelah membayar makanan dan minumannya, Ken pun segera menuju parkiran dengan tangan Ara yang selalu digenggamnya. Genggaman yang cukup erat yang rasanya hari ini adalah hari terakhir Ken bersama Ara. Bahkan di dalam mobil pun Ken senantiasa menggenggam erat tangan Ara, yang membuat Ara keheranan dengan ringkah laku Ken.

"Udah sampe, sana turun"

"Oke pak, makasih yaa. Bayarnya udah pake ovo yaa hahaha"

"Baik kak, jangan lupa bintang lima ya hahaha"

"Hati-hati ya Ken"

"Iyaa, passwordnya dulu kak" Ujar Ken dengan senyuman.

"Love you, dah Ken jelek"

"Love me too Ara pendek"

"Ih nyebelinnnnn. Bye!"

"Dadah Ara sayang. Besok aku jemput" Ucap Ken seraya meninggalkan halaman rumah Ara.

Setelah keluar gang dari rumah Ara rasanya semakin berat untuk Ken mengambil sebuah keputusan.
Terlalu banyak cerita indah yang telah dilalui bersama. Terlalu banyak bahagia yang diberikan Ara untuknya. Semuanya rumit.

Setelah 15 menit dalam perjalanan akhirnya Ken sampai dirumah. Dengan wajah kusut dan penuh beban. Tiap langkah ia senantiasa memikirkan apa yang akan terjadi besok jika ia memutuskan untuk menutup buku dari ceritanya bersama Ara?

Apakah semesta tidak sayang padaku?mengapa kali ini semesta tak memihak kisahku? Ataukah mungkin semesta punya alur tersendiri untuk cerita dalam bukuku bersama Ara? Atau mungkin ini akhir dari segalanya? Haruskah melepaskan? Atau bertahan dengan luka yang menancap dalam dada?
.
.
.
.
.
.
.

"Ra, melepasmu adalah hal yang sulit untukku. Namun akan lebih sulit jika aku bertahan denganmu" Ketik Ken di roomchat nya dengan Ara.
Namun, ia bimbang, berkali-kali ia jungkir balik di atas kasurnya yang pada akhirnya pesan itupun masih sama, tidak berani untuk mengirimkannya.
.
.
.
.
.

"Aku takut kita akan menjadi dua orang yang asing pada akhirnya, padahal kemarin dan hari ini kita masih sedekat nadi" Ujar Ken dalam hati.

AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang