Chapter 5 : The Celandine Boy

36 6 10
                                    

Fara's Point of View

Si bodoh itu. Memangnya siapa dia sih, seenaknya saja meminta orang untuk pulang bersamanya. Cih. Dia seperti Hydrangea, tampak indah meski maknanya menusuk. Aku kehabisan kata. Tiada alasan juga untuk menolak pulang bersamanya. Dia bisa melakukan sesukanya, akupun demikian. Terserah dia saja.

Kuakhiri pergelutan dalam otak dengan balasan pesan pada akun _TvrrK.

Hmm, sudah lama sejak terakhir kali aku menulis pada diariku. Setelah Alta bertengkar hebat dengan mamanya malam itu aku tak lagi menulis pada diari. Kucurahkan perasaanku pada lembaran folio bergaris yang kukirim tiap bulan ke alamat rumah auntie. Tentu saja tanpa nama penerima. Memalukan jika auntie yang menerimanya. Aku tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi yang akan ditampakkannya setelah membaca tulisan yang kutorehkan pada folio tersebut.

Seharusnya surat yang kukirim dalam amplop negara di Eropa itu ada di rumah ini. Mungkin Audrey yang menerimanya dan masih menyimpannya. Besok akan kutanyakan padanya. Jika memang Audrey menerimanya, takkan terjadi apapun yang buruk.

+x+

"What? You didn't receive any letter from me?" Kuacungkan sikat gigi yang penuh busa toothpaste pada Audrey yang baru saja selesai meratakan facial foam di mukanya.

Tapi aku sudah memastikan alamatnya tiga kali! Kupastikan aku menuliskan alamat yang benar supaya surat ini tidak sampai ke tangan orang yang tidak tepat. Tentu saja, siapa sih orang bodoh yang membiarkan orang asing membaca kisah hidupnya yang sial begini.

Aku mengirimnya ke rumah auntie karena tidak ingin mama dan papa tahu tentangnya. Tapi mengapa malah tidak ada disini? Bagaimana jika sampai di rumah orang lain?

Audrey menoleh padaku, "Kau tak mengirim surat apapun. Yang sampai hanya paket yang dikirim mamamu, berisi pakaian dan barangmu yang kutata di kamarmu minggu lalu, sis. Bagaimana dengan alamat yang kau tulis pada suratnya? Dan.... Ewh, singkirkan sikat gigimu dariku."

Audrey mendorong tanganku yang menggenggam erat sikat gigi berwarna maroon menuju bibirku.

"Tapi aku sudah memastikan tiga kali bahwa aku menuliskan alamat yang benar!" Seruku menahan gemetar, "Piccada Street number 23, Barnaby Avenue - Baguelle City. Tak mungkin aku salah."

Audrey membilas mukanya dengan air hangat yang mengucur di wastafel, "Mungkin saja sis."

Ia mengeringkan mukanya dengan handuk dan kembali menoleh padaku, "Jika kau tak menambahkan huruf C setelah angka 23."

Sontak dahiku berkerut, "Ada berapa nomor 23 di Piccada?"

"Ada tiga, from A to C. We're staying in the C." Audrey menunjukkan tiga jari tangannya, dan menyentuh salah satunya dengan telunjuk tangan lainnya yang sebelumnya bebas, "Cepat selesaikan urusanmu disini, aku akan siap 10 menit lagi. Mari berangkat bersama."

Audrey berlalu, begitu saja. Meninggalkanku yang masih terpaku memikirkan dimana surat itu sekarang. Ada nomor 23A, B, dan C. Aku tinggal di 23C. Itu berarti seseorang yang menerima suratku menempati rumah nomor 23A atau 23B. Akhir pekan ini aku akan mengunjungi mereka. Semoga saja mereka masih memilikinya dan tak bertanya lebih lanjut tentang isinya.

+x+

Atvarr's Point of View

4 missed calls from dad.

Aku menghela napas panjang, menatap layar smartphone di hadapanku.

Dering telepon pintar ini mengganggu tidurku yang kurang nyenyak semalam. Meski begitu, cepat atau lambat aku harus mengangkatnya. Dad akan kembali dari rapat kepala sekolah. Aku tak menyangka selesai secepat ini. Biasanya memakan waktu seminggu, tapi ini baru tiga hari. Telepon pintar milikku ini kembali berdering menunjukkan panggilan masuk dari seseorang yang kupanggil dad. Ini yang ke-5 kalinya. Aku harus mengangkatnya atau dad akan benar-benar marah padaku.

The Evening PrimroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang