Chapter 17 : White Periwinkle of Life

23 2 0
                                    

Alta's Point of View

"Aku selalu menyukaimu, Vi."

Sial, ucapanku pasti terdengar seperti sedang membuat alasan untuk memotong jarak dengan Viona. Tapi aku tak peduli lagi. Aku lelah menyimpan rasa ini sendiri. Meski Vi sudah bersama Atvarr pun, aku tetap ingin mengatakan padanya tentang rasaku. Tak apa jika ia menolakku, setimpal dengan egoku yang terlalu takut bertanya tentang kepergiannya ke Baguelle.

"Suka yang kau maksud," Vi menarik napas perlahan, "sebagai sahabat?"

Lidahku kelu seketika.

Inginku menjelaskan tentang banyak hal yang selama ini kusimpan seorang diri. Kekhawatiranku tentang kabar Vi di Baguelle, bagaimana aku menjalani masa SMA-ku tanpa kehadiran Vi di sisiku, bahkan perasaanku yang remuk ketika kudengar ia adalah kekasih Atvarr. Tapi tak bisa.

Aku sadar aku terlalu egois. Seharusnya aku membiarkan Vi memilih, bukan memaksanya pergi ke taman bersamaku seperti ini. Seharusnya dulu aku bertanya padanya tentang alasan kepergiannya ke Baguelle, bukan malah memutuskan kontak dengannya. Seharusnya aku tak lagi bertemu dengannya. Seharusnya aku melepasnya untuk bahagia.

Tidak, tidak.

Kenapa aku kembali ragu? Aku sudah menetapkan hatiku sejak semalam. Seharusnya aku lebih berani. Ayo Alta, kau pasti bisa!

"Bukan, Vi."

Aku menghela napas, lalu mengarahkan pandang padanya.

"Sejak pertemuan pertama kita, aku selalu merasa kau adalah satu-satunya perempuan yang bisa memahamiku."

Vi mematung di hadapanku, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan. Aku ingin tahu apa yang dipikirkannya sekarang. Aku ingin menanyakannya.

"Kenapa--,"

Samar kudengar bibir Vi menggumam, sedikit bergetar. Suasana terasa tak nyaman. Kecanggungan tampak nyata. Aku harus melakukan sesuatu.

"Vi, sepertinya akan lebih nyaman kalau kita duduk di sebelah sa--,"

"Alta."

Aku tersentak merasakan telapak tangan dingin Viona yang tiba-tiba saja menggenggam tanganku. Dingin sekali. Ada apa dengannya? Apa ia sakit?

Ah, jantungku lagi-lagi tak bisa dikendalikan. Debarannya terasa hingga aku pusing dibuatnya. Tidak, tidak. Ada apa dengan Vi?

"Vi, ada apa?"

"Suka yang kau maksud...," ia berhenti sejenak, "apa sebagai teman?"

Vi menatapku dalam, menunggu jawabanku. Udara malam yang dingin makin menusuk rasanya, apalagi dengan tangan Vi yang menggenggam erat tanganku begini. Tiba-tiba saja dadaku nyeri.

Kucoba menarik napas dalam, menenangkan diri sebelum mulai berucap.

"Vi, kau ingat bagaimana kita bertemu pertama kali?"

+x+

Alvaron, semifinal biolympiad 3 tahun yang lalu...

Terdapat pasangan suami istri yang sama-sama memiliki kulit normal, tetapi sifat iris mata berbeda, yaitu suami iris hitam dan iris coklat. Mereka memiliki tiga anak. Salah satu anak perempuannya menikah dengan laki-laki yang memiliki iris mata coklat dan kulit albino.

Berapa kemungkinan pasangan tersebut memperoleh anak berkulit normal dan warna iris mata hitam, jika diketahui kelainan genetik albino disebabkan gen resesif pada autosom dan warna iris mata hitam disebabkan gen dominan pada autosom?

The Evening PrimroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang