Here Comes The Sun

1K 135 3
                                    

"Iya ga apa-apa kan udah Dona bilang. Cuman kegelincir, pas mau nabrak pohon bodohnya Ragil lompat dari mobil! Cuman sempet ga sadarin diri beberapa jam makanya bikin khawatir, tapi alhamdulillah ga kenapa-kenapa. Tangan kirinya harus di gips, itu aja. Udah Ayah sama Bunda ga usah khawatir, ada Dona. Temen-temennya juga bantuin ko." Ka Dona sibuk berbicara di telpon pagi hari setelah kecelakaan itu. Dia mendekat dan berbisik ke telinga gue. "Gem nitip bentar ya, Ka Dona mau beresin telponnya diluar aja kasian Ragil takutnya kebangun, sekalian beresin administrasi." Gue mengangguk. Setelah Ka Dona pergi ke luar, gue dekati kasur tempat Ragil berbaring. Gue duduk di sampingnya. Gue amati wajahnya yang pucat, membuat rasa sedih merayap lagi memasuki dada gue.

"Hey," katanya parau. Gue nengok seketika.

"Gil? lu ngerasa sakit ga? biar gue panggilin dokter? atau mau minum?"

"Minum aja," gue ambil botol minum dari atas meja, membukanya, memasukkan sedotan kedalamnya lalu gue kasih ke Ragil. Dia terkekeh pelan.

"Kenapa?"

"Kamu nangisin aku ya semaleman?"

"Ih apaan engga!"

"Itu matamu sembab dan merah banget loh!"

"Ngapain nangisin orang bego kaya lu anjir ga ada kerjaan, gue kurang tidur makanya mata gue merah."

"Kamu kalo bohong pasti ga bisa natap mata aku, ketauan banget."

"Iya deh yaudah ah ga usah di bahas! Denger lu ngoceh brarti lu baik-baik aja kan? Gue balik nih!" Gue pura-pura bangkit.

"Stay." Pintanya. "Please?" Dia tersenyum ke arah gue yang bikin beban di pundak gue ilang gitu aja, gue bales senyumannya. "Thank you."

"Gil maafin gue ya,"

"Kenapa? Harusnya aku yang minta maaf ga bisa dateng kemarin."

"Gue sempet mikir yang engga-engga tentang lo, gue sempet marah banget karena lu nyampakin gue yang udah nunggu dua jam! Gue ga tau kalo lu kecelakaan, gue bodo banget emang!"

"Hey! Harusnya kamu pulang aja langsung ngapain nunggu sampe dua jam? Bukannya kemarin ujan juga kan?" Gue ngangguk. "Hey, ini bukan salah kamu loh, bencana mana ada orang yang tau."

"Tetep aja..."

"Come on man, enough. I am safe, you are safe. That's it. Okay? Give me your hand."

"Lu masiiihhhh aja ya curi-curi kesempatan,"

"Yang pasien disini itu aku loh, ayooo kasih lah tanganmu itu!" Gue ga bisa nolak. Gue sodorkan tangan gue yang terbuka. Ragil meraihnya. "We are okay." Katanya sambil membelai tangan gue.

"We are okay," ulang gue. Ngeliat rambutnya yang tanpa wax tak beraturan, gue pikir inilah giliran gue buat ngerapiin rambut Ragil, gue sisir rambutnya ke arah belakang pake jari-jari tangan kiri gue. Tiba-tiba pintu kamar itu di buka. Gue yang kaget langsung melompat, dan berpura-pura bersiul.

"Karena ga ada yang parah Ragil boleh pulang nanti siang. Gipsnya harus dua bulan tapi tetep harus kontrol. Gema kalau mau pulang, pulang gih. Istirahat juga. Orang tua kamu mungkin khawatir. Ragil bisa kaka urusin ko, jangan khawatir!" Ka Dona muncul dari balik pintu, berpura-pura tak melihat apa yang baru aja diliatnya.

"Ga apa-apa ka, udah bilang ko. Lagian pulang searah, dan deket!"

"Oh gitu ya? Kaka juga tadi basa-basi doang sih sebenernya, mana mau kaka ngurusin dia sendiri hahahaha" Ka Dona tertawa, diikuti oleh gue dan Ragil.

"Uni kapan pulang ke kosan Uni?" Tanya Ragil pada kaka nya sesampainya kita di kosan Ragil.

"Kalo Uni pulang yang ngurusin kamu siapa? Kalau ayah bunda nelpon gimana?"

Emergency ContactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang