Congea Tomentosa

1.2K 125 4
                                    

Semua mahasiswa di kampsku tau kalau Bunga Congea, atau Kembang Kolecer mekar itu menandakan lembaran baru. Pertanda bahwa taun ajaran baru dimulai, dan anak dari berbagai pelosok negeri telah datang untuk belajar di kampusku. Mekarnya bunga-bunga itu membuat para senior bahagia, tapi tidak dengan aku hari itu. Entah karena lelah ngospek atau apa tapi moodku sedang tidak baik dan yang ingin kulakukan hanyalah tidur. Aku sudah telungkup diatas bangku yang terbuat dari batu itu hampir setengah jam, sementara kawan-kawanku bergosip dengan berbisik-bisik seakan aku tak ada di sana.

"Kenapa sih si Ragil?" Aku dengar Desti berbisik. "Berantem sama Gema?"

"Bisa jadi, udah mau setengah taun pacaran tapi belum dapet jatah!" Dio berbicara ekstra pelan, tak mau aku mendengarnya.

"Anjing lu piktor! Eh tapi beneran? belum ngapa-ngapain?" Timpal Icang.

"Serius! Gue denger sih yang paling banter cipokan doang!" Ujar Dio lagi.

"Sumpah kalian jorok abis! Tuh kan aku jadi ngebayangin! Duh udahan ah!" Desti terdengar greget. Aku yang tak mau diusik tak menghiraukan percakapan mereka, toh itu semua benar.

"Gil bangun, ga mau balik lu? Udah magrib juga! Entar disambet kalongwewe baru tau rasa dah!" Dio mencoba membangunkaku, tapi gagal.

"Gil ayo bangun laper nih!" Icang mencoba keberuntungannya yang sama-sama tak berhasil. Aku masih enggan.

"Biar aku coba! Gil! Ragil! Ayo bangun! Kita balik, makan, bukannya daritadi kamu protes mau makan?" Kali ini Desti mengguncang-guncangkan badanku.

"Ga bangun sampe itungan lima kita tinggal nih!" Ancam Dio. "Satu! Dua! Tiga!"

"RAGIL!" Suara lantang itu terdengar dari kejauhan. Aku yang mengetahui pemilik suara itu langsung bangkit berdiri, mengambil ranselku, tanpa lirik kanan kiri aku berjalan lurus menuju kekasihku.

"Nah kan Gem lu dateng diwaktu yang tepat! Lu keterlaluan Gil, si Desti yang peot pake seluruh tenaganya buat bangunin lu tapi lu ga bangun, giliran si Gema dateng satu kalimat aja lu sigap udah kaya dipanggil komandan!" Dio berceloteh.

"Iya anjir lu budak cinta!" Bubuh Icang

Aku tak menggubris perkataan mereka. Aku usap kepala Gema, lalu ku rangkulkan lenganku ke pundaknya. Kami meninggalkan mereka bertiga dibelakang. "Duluan!"

"Rough day?" Tanyanya dengan wajah yang membuatku makin jatuh cinta. Kugelengkan kepalaku.

"Capek aja kayanya."

"Mau denger sesuatu yang mungkin bisa bikin kamu merasa lebih baik?"

"Apa?"

"Ga kerasa setaun lalu aku ketemu kamu ditempat itu, sama-sama jaman ospek kaya gini."

Benar saja, aku tersenyum.

"By the way, thank you." Ucapku. Dia mengerutkan keningnya. "Aku tau kamu pake 'aku-kamu' ke aku kalau kamu lagi pengen nunjukin kalo kamu sayang sama aku." Wajahnya memerah mendengar itu.

"Ga tau ah! Lu tau aja cara ngancurin momen!" Aku terkikih mendengar dia marah. Kucoba menggapai bajunya tapi gagal.

"Ayo dong yang, pake aku-kamu lagi!" aku goda dia.

"Kaga! BTW makannya dibungkus aja dan langsung balik ya? Biar lu bisa istirahat! Mana kunci mobil biar gue nyetir. Lu tidur aja..."

"Boleh asal pake aku-kamu selamanya!"

"Berisik Gil! Orang bisa denger!"

********************

"Ko ga makan yang?" Tanyaku lagi, masih penasaran. Gema hanya duduk di kasur menonton TV, sementara ku duduk di lantai. Aku menanyakan hal yang sama ketika aku beres makan hampir tiga jam lalu, tapi ia tak menjawab. Aku khawatir, malam makin larut tapi aku sama sekali tak melihatnya memasukkan apapun ke mulutnya, selain air.

Emergency ContactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang