Telepathy

870 102 1
                                    


"Hey," Aku melambaikan tangan melihat Gema keluar dari kelasnya. Sudah lebih dari setengah jam aku menunggunya di depan gedung tempat kelasnya berada. Gema yang sedang mengobrol bersama teman sekelasnya sambil menuruni tangga tak melihatku. "Hey!" Ulangku. Ia menoleh, dan balas melambaikan tangan tapi wajahnya tak tampak begitu senang melihatku, datar saja. Gema berpamitan pada teman sekelasnya itu lalu menghampiriku.

"Hey, ada apa? Nunggu lama?"

"Jemput pacar ga boleh?" Tanyaku, ku acak-acak rambutnya. Gema melihat ke sekeliling dan mundur, menghindari tanganku yang hendak menyentuh kepalanya. "Kenapa?"

"Ga kenapa-kenapa. Yu jalan!" Aku paling benci ketika dia bilang ga ada apa-apa karena aku tau ada sesuatu. Gema bukan tipe orang yang pandai menyembunyikan perasaannya. Setelah aku menanyakan tentang keluarganya tempo hari dia sedikit berbeda, membuatku menyesali perbuatanku itu.

"Gimana hari kamu? Gimana kelas kamu?"

"Biasa aja, ga ada yang spesial. Lu gimana?"

"Sama. Kangen kamu aja hehehe"

Gema berhenti berjalan, kemudian menatapku serius. "Gil, serius ah! Pagi bareng, makan siang juga bareng, sekarang jalan bareng, kangen apanya?"

"Dua riusss yang, kamu disini aja aku kangen!" Dia kembali berjalan meninggalkanku dibelakang tanpa mengatakan apapun. Aku kejar dia, dan ku letakkan lenganku dipundaknya. Gema menggesek-gesekkan kepalanya ke dadaku, membuat darahku berdesir. Kalau saja tak sedang ditempat umum seperti ini sudah kukecup kepalanya itu.

"Kamu beneran kan ga kenapa-kenapa?" Aku lemparkan lagi pertanyaan itu sesampainya di dalam mobil.

"Benerannnnn, emang kenapa sih?"

"Engga, cuman sedikit distant aja beberapa hari ini, dan kaya yang sedih atau marah gitu. Ini bukan masalah aku minta main ke rumah kan?" Gema buru-buru mengenakan seatbeltnya dan menoleh ke arahku. "Bener kan?"

"Ngarang!" Nada bicaranya berubah, jadi terdengar lebih bersahabat. "Tau sendiri kan kalau ada tugas maket capenya kaya gimana!"

"Fair enough," Aku mengangguk-angguk mendengar jawabannya. Memang benar kalau dia punya tugas buat maket bangunan dia bisa sampe ga tidur. Aku genggam tangannya dan kukecup tangan itu. "I'm sorry. Tapi kalau ada masalah dibicarain baik-baik ya? Janji?"

"I promise" Katanya, mengusap-usap tanganku.

"Beneran loh!" Aku mencoba menggelitik perutnya.

"Aw! Gil!" Gema meringis kesakitan. Aku langsung menarik tanganku. Dia memejamkan matanya masih merasa kesakitan. Ada sedikti air mata keluar dari ujung matanya yang langsung ia hapus.

"Kenapa? Loh aku ga ngapa-ngapai loh!" Aku membelalakan mata masih tak tau apa yang terjadi. Gema menyibak kaosnya, memperlihatkan lebam di pinggir perutnya. "KAMU KENAPA?!" Gema memijat-mijat keningnya, mukanya masih mengernyih.

"Kepeleset di kamar mandi, ini ngehantem bak :("

"Tuh kan udah pasti kaya gitu, udah aku duga. Kamu itu udah dibilangin jangan ceroboh, masih aja..."

Gema menengadahkan kepalanya dan merengek seperti anak kecil. "Can you nag me another time please? I am exhausted and in pain. Can we just go home, please?"

"Okay okay," Aku langsung mengemudikan mobilku meninggalkan kampus. "Mau ke apotik dulu ga beli obat?"

"Ga usah, udah ada di rumah..."

"Makan? Mau ke tempatku?"

"Makan di rumah, nyokap udah masak dan gue udah janji. Diceramahin gara-gara nyokap masak kaga ada yang pernah makan..."

"Loh ko ga ada yang makan? Ayah kamu? Kaka kamu?" Gema tak menjawab. Ketika aku berpaling, Gema sudah memejamkan mata. "Yaudah kamu istirahat deh, kalo udah nyampe aku kasih tau." Aku tersenyum melihatnya mendengkur pelan. Ia terlihat sangat lelah, bahkan ada lingkaran hitam dibawah matanya. Ku usap pipinya tanpa mengalihkan pandanganku dari kemudi.

"Yang, udah nyampe. Yang..." Gema tak bergeming. Sebenarnya aku tak tega membangunkannya. "Babe, come on, wake up..." Aku berbisik langsung ditelinganya. Gema terkesiap membuka matanya. Dia melepaskan seatbeltnya dan bersiap turun. "Turun gitu aja?"

"Kenapa lagi Gil? Yaudah sini gue cium ah!"

"Ga akan ngundang ke rumah?"

"Nice try! We talked about this!"

"Actually we didn't!"

"Gil... not now, please?"

"Trus kapan? Beneran deh yang kapan?" Gema kembali memasang wajah berangnya.

"Gue cape Gil, seriously! Cape fisik cape batin! Kalau mau ngajak berantem bisa ga nanti aja?"

"Siapa yang ngajak berantem sih?"

"Ya trus mau kamu apa? Udah aku bilang aku cape banget!"

"Iya deh maaf... Aku cuman pengen lebih deket aja kan sama kamu... Liat isi kamar kamu, kasur kamu, liat selimut kamu warna apa... Jangan liat aku dengan pandangan kaya gitu!"

"Pandangan kaya apa?"

"Kaya kamu mau bunuh aku!"

"Engga, siapa yang mandang lu kaya gitu?"

"Itu kening kamu ngerut, mata kamu berkobar kaya api olimpiade!"

"Gimana lu bisa yakin isi pikiran gue cuman dengan mandang mata gue?"

"Ya bisa lah! Namanya juga cinta!"

Gema menarik kepalaku, menempelkan keningku ke keningnya. Ia menatap mataku dalam-dalam. "Coba apa yang gue pikirin sekarang?"

"'Aku mau undang kamu ke rumah'?"

Ia memutar bola matanya. "Salah."

"'aku minta maaf'?"

"Salah."

"Aku nyerah"

"Salah.

"Bukan maksudnya aku yang nyerah! Ga tau, aku ga tau!"

"Gue bilang, 'thank you for being with me every single day'" Aku bisa merasakan pipiku memanas. Gema mengecup ujung hidungku. "It's time, gue balik."

Gema turun dari mobil sambil memegangi perutnya yang kesakitan. Sebelum menutup pintu Gema berkata "Aku pasti undang kamu ke rumah, soon. Janji." Lalu menutup pintu mobil itu.

"I LOVE YOU!" Teriakku, meskipun aku tak yakin ia bisa mendengarnya. Gema meniupkan uap ke kaca jendela mobilku dan menggambar hati.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Emergency ContactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang