📎 27 📎

3.7K 229 104
                                    

Akhirnya, setelah berjuang Taufan sampai di kamarnya.

"Hahh... Sampe juga." Taufan memperhatikan Halilintar yang terlelap diatas kasurnya. Tapi, suara perutnya mengganggu momen itu.

"Duh.. Laper. Kak Hali udah masak belum ya?" karena mengisi perutnya yang kosong itu lebih penting, Taufan memutuskan untuk pergi ke dapur. Meninggalkan Halilintar di kamarnya.

.
.
.
.
.
.
.
.

Jam berdetik, mengisi keheningan malam.

Halilintar terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa lebih baik sekarang. Matanya terbuka perlahan. Gelap. Dan mungkin perasaannya saja, nuansa kamarnya jadi berbeda.

Warna biru mendominasi ruangan itu.

'Tunggu, ini kamar Taufan. Kenapa aku di kamar Taufan?' batinnya, sebisa mungkin Halilintar mengambil posisi duduk lalu mecoba mengingat bagaimana bisa ia ada di kamar adiknya.

Seperti sebuah cuplikan singkat tergambar dalam pikirannya. Mulai dari Taufan pergi ke luar, lalu tak lama dia kembali sambil meneriaki namanya, memojokkannya... Lalu.. Setelah itu... Setelah itu apa? Ingatannya terhenti di situ.

"Lho... Udah bangun kak?" Suara Taufan memecahkan konsentrasinya.

Kilas balik kembali tergambar dalam pikiran Halilintar, saat Taufan membentaknya terus membentak sampai ia ketakutan, lalu ia... Menangis.

Halilintar menutup wajahnya saat berhasil mengingat semuanya.

'Ugh! Serius?! Nangis di depan Taufan?!' batinnya. Sebagai kakak, Halilintar menuntut dirinya sendiri untuk terlihat kuat di depan adiknya. Dan hari ini dia menangis hanya karena adiknya membentaknya? Sangat tidak keren.

"Udah mendingan, kak?" tanya Taufan yang sudah duduk di sebelah Halilintar.

Hanya anggukan kepala yang Halilintar lakukan sebagai jawaban.

"Makan yuk, kak. Ufan udah masak makan malam."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Usai makan malam Taufan hanya diam, begitupun Halilintar. Bagai tak terjadi apapun, keduanya masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.

.
.
.
.
.
.
.

Halilintar menuju kamar Taufan, membawa bantal dan mengenakan baju tidurnya lalu ia masuk begitu saja tanpa mengetuk pintunya.

Dapat Halilintar lihat Taufan tak menyadari kehadirannya, malah saat ini adiknya itu sedang asik menyisir rambut sembari bersenandung.

Taufan menilik dirinya di cermin "Sip! Siapa tau dalam mimpi aku jadi artis kan~ jadi, penampilan harus tetep kece."

Setelah merasa dirinya siap untuk tidur, Taufan berbalik hendak menuju kasurnya.

"Uwah! Kak Hali!" pekiknya terkejut melihat kakaknya ada di kasurnya.

Halilintar memutar malas matanya. Tuh kan, Taufan tak menyadari kehadirannya.

"Kakak ngapain disini?? Eh, tunggu. Ini kak Hali bukan sih?" Taufan mendekati kasur lalu mengulurkan tangannya. Taufan hanya takut kalo itu bukan kakaknya. Dia menyentuh rambut Halilintar yang sama sekali tak peduli apa yang Taufan buat.

A HugTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang