صباح الخير ١٠ : Keputusan terakhir

44 7 0
                                    

Tidak semua keinginan harus sejalan dengan apa yang menjadi kenyataan.

Author

-----------------------
صباح الخير ١٠
Keputusan terakhir

-----------------------

Rabu, 22 Juli 2020

Sudah satu jam Shalsa memandangi surat undangan PTN yang ia dapat. Tangannya sibuk memutar-mutar bolpoin, sementara pikirannya berkeliaran entah sudah sampai mana. Ia hanya harus menandatangani surat keterangan menerima undangan beasiswa itu, dan tercapailah hal yang ia inginkan sejak lama.

Perjodohan dan pernikahan, adalah hal yang selalu ada dibenaknya setiap melihat surat ini. Hhh, sepertinya dirinya memang harus menyerah.

Tidak semua keinginan harus sejalan dengan apa yang menjadi kenyataan.

Shalsa menjatuhkan kepalanya diatas meja, dan tepat diatas surat undangan PTN-nya. "Yaudahlah, ya. Gapapa." Ucapnya dengan suara pelan.

"Ca, ikut Bunda, yuk."

Suara Bunda dari balik pintu membuat Shalsa kalang kabut sendiri. Ia menyembunyikan surat itu didalam laptopnya, dan mengatur napasnya. Perlahan pintu kamarnya terbuka.

"Bunda kok rapih banget?" Tanya Shalsa heran karena penampilan Ningrum yang mengenakan gamis berwarna abu-abu dengan kerudung senada, polesan makeup tipis, dan membawa tas khas ibu-ibu pengajian.

"Pasti lupa deh." Shalsa mencerna kalimat yang diucapkan Ningrum. Memangnya ia melupakan apa?

"Kemarin kan bunda bilang, kalau hari ini itu kita mau silaturahmi ke rumah Zafran. Lupa ya."

Shalsa melongo sekaligus terkejut. Kapan Bundanya berkata demikian. Ini Bundanya yang mengada-ada atau dirinya yang tidak mendengarkan, ya? Sepertinya opsi kedua lebih tepat, karena siang itu Shalsa tengah menonton televisi alhasil ia hanya mengangguk-angguk saja.

"Kok malah diam aja, siap-siap dulu gih. Bunda tunggu dibawah ya." Sebelum keluar kamar, Ningrum mengecup kening Shalsa.

Shalsa mengembuskan napasnya, sepertinya Allah memang sudah menunjukkan awal dari garis takdir hidupnya. Yang bisa dilakukannya sebagai hamba hanya menjalaninya dengan ikhlas dan sepenuh hati. Semoga saja Shalsa bisa.

"Bismillahirrahmanirrahim..."

_Shobahul Khoir_

Hana sedari tadi memperhatikan Zafran tengah berdiri didekat jendela depan, dan sesekali membuka gorden melihat keadaan diluar sana.

"Kamu lagi apa, Zaf?" Suara Hana membuat Zafran terkejut bukan main.

"Astaghfirullah, Umi, Zafran kira siapa." Ucapnya sambil mengelus dada.

"Zafran kira Caca? Iya?"

Zafran menggaruk tengkuknya, dan berakhir dengan cengiran kudanya. Hana geleng-geleng kepala. "Duduk aja, sebentar lagi juga mereka sampai." Lelaki itu mengalah, dan duduk disebelah Uminya.

"Belum datang, ya?" Tanya Abi Zafran sambil membenarkan letak kopiahnya.

"Assalamu'alaikum."

Terdengar suara salam dari luar, dan suara itu seperti suara Ardi alias ayah Shalsa. Zafran yang tadinya menunduk lesu, bukannya ceria malah gemetar. Ritme degup jantungnya mulai tak beraturan. Kehadiran Shalsa yang ia tunggu-tunggu sekarang malah membuatnya ingin menceburkan dirinya ke rawa-rawa.

Shobahul Khoir (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang