صباح الخير ١٣ : The first, Shobahul Khoir

46 9 0
                                    

Menurutku, salah satu tanda ketulusan seseorang dalam cinta adalah menganggap kekurangannya sebagai kelebihan yang tak dimiliki siapapun.

Author

--------------------------------
صباح الخير ١٣
The first, Shobahul Khoir

--------------------------------

Minggu, 02 Agustus 2020

Pagi ini, selepas sholat shubuh, Shalsa sudah rapih dengan baju gamis perpaduan warna merah muda dengan biru, serta kerudung berwarna soft pink.

Shalsa merasa melupakan sesuatu, tapi apa ya?

Oh iya, Zafran.

Lelaki itu yang bilang jika dirinya akan menempati kamar tamu karena takut Shalsa yang belum terbiasa, malah akan membuat Shalsa tidak nyaman nantinya. Sejak terakhir Zafran berkata demikian, mereka belum bertemu lagi.

Shalsa bergegas kekamar tamu yang berada disebelah kamarnya. "Kak Zaf, udah bangun?" Tidak ada jawaban.

"Kak Zaf?"

Lagi, tidak ada jawaban.

Shalsa memutar gagang pintu, ternyata tidak terkunci. "Kak, Caca masuk ya." Shalsa melangkahkan kaki kedalam kamar yang didominasi warna abu-abu itu.

Kamar itu terlihat sudah rapih, dan tidak ada tanda-tanda Zafran disana. Shalsa keluar dan menutup kembali pintunya.

Shalsa kembali kedalam kamarnya, mencari benda pipih dengan bentuk persegi panjang miliknya. "Dimana sih ya?" Ponselnya ikutan menghilang. Kemarin sampai hari ini Shalsa belum memegang bahkan melihatnya pun tidak.

Apa mungkin jatuh dikolong tempat tidur? Batin Shalsa.

"Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga." Ucapnya kala menemukan ponselnya yang ternyata berada di bawah tempat tidurnya.

Shalsa mencari nomor Zafran dan menelponnya. Suara musik terasa asing ditelinga Shalsa, ketika panggilannya tersambung dengan nomor Zafran. Dering ponsel itu semakin jelas terdengar di pojok kamarnya.

"Kak Zaf!"

Zafran, lelaki yang sedari tadi ia cari ternyata tengah tertidur dengan alas karpet bulu miliknya yang berada didekat pintu balkon kamarnya. Karpet bulu yang Zafran tempati memang terhalang oleh sofa panjang yang sengaja Shalsa letakan menghadap keluar.

Memang aneh sih, dibalik keanehan itu tentunya Shalsa memiliki alasan, yang kebetulan tidak akan diceritakan sekarang. (Author tawa jahad:v)

Oke, balik ke Zafran.

Sejak kapan lelaki itu masuk kedalam kamarnya?
Seingatnya semalam kamarnya dalam keadaan terkunci, dan baru dibuka sebelum shubuh.

Shalsa mengurungkan niatnya untuk membangunkan Zafran. Lelaki itu nampak sangat kelelahan, buktinya Zafran masih mengenakan baju koko dan sarung, bahkan kopiahnya masih menempel dikepalanya walaupun sudah tidak jelas arahnya.

Shalsa memilih duduk di samping Zafran, menunggu suaminya itu bangun dari tidurnya.

Tunggu, suami?
Astaghfirullah, benar apa yang dikatakan Sari.
Shalsa lupa kalau dirinya sudah memiliki suami.

Kalau diperhatikan, Zafran ini memiliki wajah yang dewasa. Meskipun Shalsa sendiri tak tahu berapa usia lelaki itu sekarang. Banyak hal selain usia yang Shalsa belum tahu dari lelaki yang menyandang status sebagai suaminya sekarang ini.

Tak seperti kebanyakan lelaki yang memiliki mata tajam, mata Zafran cenderung lebih sendu. Lingkar hitam dibawah matanya menambah kesan teduh, mungkin karena belakangan ini Zafran sering begadang, pikir Shalsa.


Hidungnya mancung, bibirnya berwarna pink shalsa rasa zafran memang tidak merokok, tak seperti mayoritas laki-laki yang tidak bisa lepas dari benda berbahaya yang jelas bisa membunuh mereka secara perlahan itu.

Biarpun zafran lelaki, wajahnya bersih tidak ada bekas jerawat atau bintik kecil sekalipun, tetesan air diwajahnya yang memungkinkan adalah air wudhu membuatnya terkesan lebih hmm...

Tampan

Masya Allah sekali bukan?

Shalsa harus banyak-banyak bersyukur karenanya.

Zafran bergeser ke samping tepat menghadap ke arah Shalsa. Tangan Zafran jatuh di atas tangannya yang ia jadikan sebagai tumpuan. Dan, degupan jantungnya semakin terasa cepat.

Tidak bisa dibiarkan. Shalsa menggeser tangannya perlahan. Seiring tangannya bergeser, mata Zafran terbuka.

"Caca." Panggil Zafran dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Maaf ya, gara-gara Caca Kak Zaf jadi kebangun."

"Gapapa kok."

"Sekarang jam berapa?" Sambungnya sambil menutup mulutnya yang menguap lebar.

"Setengah enam."

Zafran merubah posisinya menjadi duduk menghadap Shalsa. "Masih pagi ya? Berarti Kak Zaf belum terlambat."

Shalsa mengerutkan dahinya, "belum terlambat apa?"

Zafran tak menjawab, dirinya terdiam beberapa saat dengan senyum manisnya.

"Jangan-jangan Kak Zaf belum sholat shubuh ya?" Tebak Shalsa.

Lelaki itu hanya menggeleng dengan mata yang masih menyipit karena baru bangun tidur. "Terus belum terlambat apa?" Tanya Shalsa lagi.

Masih dengan senyumnya, Zafran menjawab.

"Shobahul Khoir, Shalsabillah Bilqish Ardiningrum."

_Shobahul Khoir_

SEPARUH BAGIAN DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN, TERIMA KASIH ❤️

_Shobahul Khoir_

Lima hari cuma kurang dari 1500 kata?
DAHLAH, MO NANGIS AJA🙂

Terimakasih sekali kepada kalian pembaca baru yang memberikan vote pada ceritaku.
Kalian sangat mempengaruhi diri aku buat semangat lanjutin cerita ini.
Kalo bisa mau ku peluk satu-satu😭

Sampai bertemu dipart selanjutnya, sayang❤️

Viranti Nur Ikhwan
Kamis, 06 Agustus 2020

Shobahul Khoir (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang