Lelaki berbadan cukup pendek memasuki ruangan serba putih itu. Ia berjalan dengan tergesa-gesa saat mendapat kabar bahwa sahabatnya ini dirawat dirumah sakit.
Iris coklat gelapnya menatap Lee Taeyong yang sedang tertidur pulas dengan sendu. Ia harusnya membawa Taeyong pergi jauh dari Jaehyun, saat ini juga. Ia harus membuat Taeyong sadar bahwa lelaki bermarga Lee itu salah memilih jalan. Bagaimana bisa ia lebih memilih Jaehyun ketimbang keluarga nya sendiri?
Mengangkat sudut bibirnya, lantas ia menghubungi seseorang yang jauh di negeri sebrang.
"Bisakah kau besok datang ke Korea?"
"Apa terjadi sesuatu? "
Ten menghela nafasnya pelan, matanya melirik sekali lagi kearah Taeyong; dapat dilihat air mata yang mengering di sekitar pipi tirus pria cantik itu.
"Taeyong masuk rumah sakit. Ia menggigit jarinya hingga mengeluarkan darah yang cukup banyak. Kita harus mengambil tindakan. "
Terdengar suara gebrakan meja dari seberang sana; membuat Ten mengulum bibirnya dan menutup matanya sejenak. Ia tau jelas seberapa sayangnya seseorang yang sedang ia telefon ini kepada Taeyong.
"Sore nanti aku sampai di Korea. Beri tau alamatnya. "
"Iya, Yuta. "
Setelah memutuskan panggilan dengan Yuta--mantan Taeyong, Ten berlalu untuk meletakkan tas dan juga ponselnya di meja. Matanya kembali untuk melirik Taeyong.
Ia menepuk pelan pipi Taeyong; membuat tidur Taeyong terganggu dan mau tidak mau lelaki cantik itu membuka matanya.
"Ten, sejak kapan kau disini? " Ucapnya parau.
"Baru saja. Aku membawakanmu pakaian dari mansion papa Siwon. Dia memberikan semua pakaianmu kepadaku, " Tangannya mengelus surai Taeyong pelan. "Aku tau apa yang terjadi. Menginaplah di rumahku, Taeyongie. "
Bibir pucatnya tersenyum kearah Ten. Ia menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku memiliki suami jika kau lupa. "
Ten menghembuskan nafasnya kasar, ia mendengus pelan. "Taeyong, aku tidak mau kau keluar masuk rumah sakit karena suami mu. Menginap lah, sore nanti akan ada seseorang yang datang untukmu. "
Dahi Taeyong mengernyit, ia merubah posisi kepalanya ke arah samping dan menatap Ten dengan tatapan pertanyaan. "Siapa yang datang? "
Ten hanya tersenyum hangat dan mengangguk pelan. Ia mengambil tempat duduk untuk mendudukan dirinya di samping ranjang Taeyong.
"Kau sudah makan? "
Taeyong menggeleng lemah. "Belum, kau... Kesini bersama siapa? "
"Sendiri." Jawab Ten seadanya.
"Dimana Johnny? Aku sudah lama sekali tidak melihatnya. "
Ten mengambil bubur yang tadi ia beli sebelum berangkat kerumah sakit. Lalu menyuapi Taeyong dengan sabar.
"Johnny ada perjalanan bisnis di Canada, " Ten menghentikan suapannya untuk Taeyong membuat Taeyong bingung. "Papa Siwon sakit saat pulang dari rumah sakit kemarin. Jantungnya kambuh lagi. "
Dapat dilihat bahwa Taeyong akan meneteskan air matanya, lantas Ten langsung buru-buru mengambil tisu dan mengelap area kedua mata Taeyong.
"Apa pilihanku salah, Ten? "
Ten tersenyum, lagi. Ia meletakkan buburnya di meja dan menatap Taeyong dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. "Menurutku salah, sangat salah. Tapi... Ketika semua berjalan tidak sesuai keinginanmu, itu bukan salahmu. Aku yakin, kalau kau sudah berusaha sebaik mungkin, namun gagal. Dengar, hal buruk bahkan bisa saja terjadi ketika kau tidak pantas untuk mendapatkannya. "
Lelaki cantik itu mengalihkan pandangannya kearah depan; enggan untuk menatap Ten.
"Kita semua adalah penikmat kebohongan. Benar?, " Taeyong menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum ke depan dengan mata yang menyiratkan kekosongan. "Aku menikmati itu, sungguh. Bahkan keluarga, mereka semua... Berbohong dan mengingkar. Ten... Definisi manusia merdeka itu cukup sederhana, tersenyum sebagaimana mereka bisa menikmati apa yang telah menjadi pilihannya. "
Ten mendengus, "Dan kau akan tetap tersenyum walau Jaehyun menyakitimu berkali-kali? Dimana otakmu, Tae?, " Lelaki mungil itu bangkit dari duduknya, menggapai tasnya dan bersiap untuk keluar dari ruangan itu. "Aku mungkin membiarkanmu mengejar Jaehyun, kemarin. Tapi sekarang tidak, sudah cukup aku melihat penderitaanmu. Waktunya kini kau pergi jauh dari Jaehyun. Melupakan semua yang terjadi dan memulai hidup baru. "
Setelah kepergian Ten, lelaki cantik itu menangis dalam diam. Ia menatap ke langit-langit, otaknya kembali mengeskpektasi-kan kehidupannya di masa depan sana dengan Jaehyun dan... Anaknya, mungkin?.
Bibir tipis itu tersenyum dan tertawa pelan. Air matanya masih mengalir membasahi pipi nya yang kini sudah memerah.
Salahkah dia memperjuangkan Jaehyun? Salahkah dia jika berharap bahwa Jaehyun akan kembali mencintainya?. Sebegitu bodohnya seorang Lee Taeyong membiarkan harga dirinya diinjak-injak oleh suaminya sendiri. Sebegitu tegarnya dia saat mengetahui suaminya berselingkuh dengan pacar sepupunya. Dan... Sebegitu merekahnya senyuman dari bibir tipis nan mungil itu disaat Jaehyun, juga keluarganya pergi menjauhi dirinya.
Tangan mungilnya mengayun keatas; menggapai pipi nya dan menghapus jejak air mata. Bibirnya bergumam kecil dengan nafas yang sedikit masih sesak akibat ia menangis.
"Jaehyun... Dari kamu, aku mengenal apa yang dinamakan memiliki tanpa dicintai. "
Tersenyum lagi, ia memejamkan matanya; membiarkan benih bulir itu keluar dan menetes menuruni permukaan wajahnya yang kini sangat pucat.
"Dari kamu, aku belajar menahan rasa sakit demi melihatmu bahagia. Walau bukan bersamaku. "
Jemari lentiknya menggapai cincin pernikahan dengan Jaehyun, ia mengulum bibir dan terisak lebih keras lagi dari sebelumnya.
"Dan... Hikss dari kamu, aku hikss tersenyum walau hatiku patah. "
Eyyyyyooooo! Ada yg nunggu aku update ga? xixixi XD
Oiya menurut kalian makin kesini makin gajelas ga si ceritanya?
Jangan lupa follow ig aku!
Btw aku tunggu 1k vote dari kalian untuk I Regret You!
See u💕