|08| Mantan

1.3K 198 14
                                    

.
.
.

|08|

Mantan

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Kurang lima menit lagi, aku menyudahi sesi belajar bersama Dirga. Bocah itu tampak serius menjawab soal, sementara dua housemaid-nya membersihkan sisa mainannya yang disebar untuk membuatku terjatuh saat masuk ke dalam kamar. Pembukaan seperti itu memang sudah menjadi rutinitas saat aku datang. Namun, kali ini aku benar-benar tidak dalam mode sabar.

Selama lima menit aku mendiamkan Dirga. Hal itu membuatnya menyadari kesalahannya. Sampai-sampai, tanpa disuruh anak itu menyiapkan buku dan semua peralatan tulisnya sendiri tanpa banyak komentar. Selama pembelajaran pun dia hanya diam dan mengikuti perintah untuk menjawab semua pertanyaan yang kuberikan.

"Nih, mbak udah koreksi jawabannya," kuulurkan buku tulis minions pada Dirga, "besok kalau ulangan jangan disalahin lagi. Kalau kamu nggak mau temanmu nyontek, bilangin pelan-pelan, oke?"

Praktis senyumku terulum puas melihat Dirga yang mengangguk kalem sambil memberesi alat tulis dan buku-bukunya. Dia berdiri dari kursi, begitu pula aku yang memasukkan notes kecil, ponsel serta pena merah ke dalam tas.

Namun, saat aku hendak bangkit dari kursi, kurasakan sesuatu menarik rok hingga berbunyi;

Sreeekkk!

Aku mendelik menyadari ada sesuatu yang lengket menempel di bagian belakang rok. Mataku tertutup sekilas sambil mengigit bibir, menahan diri untuk tidak mengumpat.

"Dirrrrrr....GAAAAAAA!" Aku berseru lantang, membuat bocah yang kini berdiri di depan rak langsung berlari dengan tawa berderai. Sebelum mengejar, segera kusahut jaket kemudian melilitkannya di pinggang.

Langkahku terhenti begitu melihatnya melompat dan berdiri di atas sofa.

"AHAHAHAHAH!! YESSSS! RASAINNN!! ROKNYA MBAK YIAN BOLONG!!! ROKNYA MBAK YIAN BOLONGGG!" serunya sambil menunjuk-nunjuk diriku.

Pipiku menggelembung dengan mulut mengerucut. Wajahku merah padam, menahan amarah sudah berada diubun-ubun dan mau meledak sekarang juga.

"Dirga! Sini kamu! Kamu iseng lagi kan!?" hardikku dengan tangan terkepal kuat di sisi tubuh. Namun, Dirga masih tak mau menuruti kataku dan malah menari-nari kegirangan di atas sofa, membuatku menggeram jengkel.

Entah kesurupan apa lagi anak ini!

Baru ingin menghampiri, suara pintu terbuka membuat langkahku terhenti. Kepalaku tertoleh melihat Bu Wintang pulang dari acara reuni teman-temannya. Dahinya mengernyit heran melihat Dirga dan aku bergantian.

"Dirga, ngapain kamu berdiri di sana?" Ia melambai pada putranya. "Turun sini."

Masih dengan tawa, bocah itu melompat turun dan langsung mengambil tempat di belakang sang ibu. Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, praktis Bu Wintang berbalik dan berkacak pinggang, menatap Dirga yang masih terbahak.

"Kamu apakan lagi Mbak Yian, Ga!?"

"Mbak Yian kayak setan! Mirip sundel bolong! Udah ngambekan, cengeng, mukanya serem, roknya bolong lagi! HAHAHAHAHA! Rasainnnn! Wleeekkkkkk!" ejeknya menunjuk-nunjuk kearahku.

"APAAAA!!?" spontan Bu Wintang menjerit horor. "Kamu ngerjain Mbak Yian lagi!? Iseng banget sih!" Dengan sigap, ia mencoba meraih Dirga. Namun saking gesitnya, anak itu berhasil lolos dan langsung naik ke atas.

"Eh, Dirga!! Mama belum selesai ngomong!!" serunya lagi, namun Dirga sudah masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.

Bu Wintang mendesah putus asa begitu kembali mendengar suara tawa putranya menggema di lantai atas. Dia kemudian menoleh kearahku dengan ekspresi lelah.

Matchmaking! [Ganti Judul]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang