.
.
.|10|
After Heartbreak
"Kok, belum pulang?" sapaku pada Damar yang menunduk, menatap layar ponsel.
Ia mendongak, kemudian memasukkan benda pipih itu ke dalam saku celana.
"Gue pikir lo butuh tumpangan."
Aku nyengir, "wah, wah... berarti nungguin gue, nih?"
"Jangan Ge-Er," katanya enteng sambil berlalu.
"Eh, tunggu! Jangan ditinggal!" Aku langsung beranjak mengikutinya yang langsung masuk ke dalam mobil.
Kupasang sabuk pengaman, kemudian meliriknya yang masih berwajah sedikit masam. Aku menduga, pasti ini efek percakapan antara dia dan Lolita tadi.
"Kalian ngobrol apa aja tadi?"
"Lo nggak perlu tahu."
"Oke," putusku, menyerah pada akhirnya.
Napasku terhela pelan. Sabar! Sabar! Patung pancoran lo ajak ngomong!
Aku memilih mengalihkan pandangan keluar jendela. Memperhatikan sekilas suasana jalanan beserta gedung-gedung pencakar langitnya. Siang hari, banyak kedai, restoran juga kafe sudah dibuka. Apalagi ini hari minggu. Banyak orang yang memilih makan bersama untuk quality time bersama keluarga, atau kalau tidak hangout bersama teman.
Dulu aku pun begitu. Kalau tiba hari minggu, aku, papa, mama, mbak Sita akan berkumpul di rumah. Makan bersama, ngobrol bersama. Papa tidak memperbolehkan kami kelayapan setiap hari minggu karena hari itu khusus keluarga, kecuali kalau memang ada keperluan yang sangat penting dan mendesak. Namun, aku sadar kini semua telah berubah. Papa yang sudah tiada, mama sakit dan tidak boleh terlalu capek, juga Mbak Sita yang sudah punya kehidupan keluarga sendiri, membuat kami jarang berkumpul lagi. Sepi. Jadilah akhir pekan sering kuhabiskan dalam kebosanan di rumah, meski kadang Rara mengajak untuk keluar entah itu nonton bioskop atau jalan-jalan.
Tiba-tiba, kurasakan perutku melilit. Alarm alami dalam tubuhku berbunyi, menandakan jadwal makan yang tidak boleh kutunda lagi.
"Mampir makan dulu, ya?" Pintaku. Sekilas, pria itu menoleh.
"Bukannya habis keluar dari kafe?"
"Mana sempat pesan makanan. Gue nggak mau ketemu lama-lama sama Danu."
"Kenapa?"
"Nggak nyaman aja," jawabku sekenanya lalu menunjuk sebuah kedai ayam geprek tepi jalan. "Eh, itu disana."
"Makan di rumah aja. Nggak sehat makan di tepi jalan."
"Gue laparnya sekarang. Kalau nunggu sampai rumah, kelamaan. Mana macet tadi," kataku lagi kemudian menggoyang- goyangkan tangannya, "Udahhh! Stop! Stop!"
Ia mendecak pelan. Mau tak mau menuruti permintaanku dan langsung menepikan mobil di depan sebuah warung tenda yang cukup padat pengunjung.
Kupilih meja dekat tembok. Ada banyak orang lain yang juga makan disana. Tempat ini cukup luas meski tak beralas. Hanya ada bagian lesehan yang ditutup terpal seadanya dan karpet hijau, dengan meja kayu usang tempat gorengan di letakan di piring. Meski dari tampilan kalah jauh dari kafe di depan sana, arus pengunjung tak pernah berhenti. Satu orang pergi, datang lagi pengunjung yang lain. Harga bersahabat dan kenikmatan harum sambal ayam geprek menjadi daya tarik tak tertandingi.
![](https://img.wattpad.com/cover/187206782-288-k907677.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking! [Ganti Judul]
ChickLit[Yian-Damar GANTI JUDUL] 🙏 Kehidupan Yian, si guru bimbel yang super sibuk sedang berada di fase mumet-mumetnya karena pekerjaan dan percintaan. Patah hati melihat mantan yang bahagia dengan pasangan barunya, belum lagi terpaksa menjadi guru privat...