Bab 12

10 5 2
                                    

Beberapa minggu yang lalu, Dion telah berhasil membawa sang pelaku ke meja hijau dan dijatuhi hukum seumur hidup. Ia tahu, itu adalah hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

"Kuharap semua masalah itu tidak kembali lagi." Gumam Dion yang tengah sibuk dengan dokumen yang harus ia periksa apakah ada yang salah atau tidak. Bola matanya menatap semua tulisan yang membosankan itu dengan cepat lalu menandatanganinya sebelum beralih ke dokumen lainnya.

Suara ketukan pelan terdengar dari dalam ruangan Dion, ia sudah tahu kalau orang yang menunggu itu adalah asistennya. "Masuklah."

"Permisi. Saya hanya ingin mengatakan sesuatu pada anda." Ucapan Morgan membuat Dion mengangkat alisnya lalu menatap dengan tatapan tajam.

וו×

Sudah satu minggu Clarissa tidak pernah menerima perlakuan yang tidak ia inginkan, awalnya ia tidak mencurigai hal ini. Tapi, entah kenapa lama-kelamaan ia ingin tahu kenapa mereka tidak mengganggunya lagi. Apa karena perkataannya waktu itu?

"Sedang menikmati makan siang?" Suara yang tak asing terdengar ditelinga Clarissa. Awalnya ia sendiri berpikir kalau ia akan kembali diganggu, tapi setelah mendengar suara yang terkesan tenang di telinganya.

"Tidak. Aku baru saja selesai makan. Apa kau Daffren? Ada apa dengan suaramu?" Tanya Clarissa dengan wajah polosnya. Jika saja ia dapat melihat mungkin ia bisa melihat ekspresi Daffren karena kepolosannya.

"Tidak ada yang salah dengan suaraku. Apa kau punya waktu sebentar?" Tanyanya sambil menatap gadis yang ada disampingnya. Setelah Clarissa mengangguk kalau ia akan ikut dengan Daffren untuk berbicara sebentar.

"Kau ingin membawaku kemana?" Clarissa hanya bisa pasrah karena Daffren menggenggam tangannya dan menuntunnya entah kemana. Daffren tidak menjawab dia masih tetap membawa Clarissa ke suatu tempat.

Setibanya di atap sekolah, barulah Daffren melepaskan genggaman tangannya lalu berdiri didepan Clarissa. Ia tahu kalau gadis yang ada didepannya tidak dapat melihatnya. Clarissa masih mencoba untuk meraba-raba benda yang bisa ia raih.

Dan tanpa sengaja ia memegang kepala Dafften dan mengusap kepalanya dengan perlahan. "M-maaf.. sepertinya aku memegang kepalamu." Clarissa langsung berhenti mengusap kepala Daffren lalu menyembunyikan rasa malunya dari balik surai rambutnya yang sebahu.

Daffren terkekeh pelan setelah melihat gadis itu tanpa sengaja mengusap kepalanya. Selama ini, tidak ada yang berani menatap mata tajamnya. Jangankan menatapnya menyentuhnya saja mereka tidak berani. "Kau ini benar-benar unik. Aku membawamu kesini karena aku ingin mengatakan sesuatu."

"Apa itu?" Tanpa ia sadari, Clarissa dapat merasakan nafas berat Daffren menggelitik ceruk lehernya dan telinganya. Dan Daffren mulai membisikkan sesuatu padanya, saat Daffren menyelesaikan kalimatnya wajah Clarissa berubah menjadi panas bukan karena marah melainkan dirinya malu setelah mendengar kata-kata dari Daffren. Dan laki-laki itu menyadarinya kalau gadis itu baru saja menahan malu karena perkataannya.

"Wajahmu memerah. Apa kau sakiti?" Tamya Daffren.

Clarissa hanya menggeleng pelan. Ia baik-baik saja, dirinya tidak merasakan nyeri pada badannya ataupun pusing pada kepalanya. Ia hanya malu karena perlakuan Daffren terhadapnya. Apa ia menyukai laki-laki itu?

וו×

"Apa kau yakin dia berpikiran seperti itu?" Tanya Dion pada asistennya yang baru saja menceritakan sesuatu padanya.

"Saya tidak terlalu yakin, tapi itu bisa saja benar." Dion masih memikirkan semua yang dikatakan oleh asistennya mengenai gadis kecil itu. Sementara, melihat atsannya yang masih memijit pelipisnya. Ia teringat kalau sebentar lagi ia harus menjemput Clarissa di sekolahnya. "Permisi, saya harus menjemput Clarissa."

The Time MachineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang