Beberapa hari lalu...
Kudengar dari berbagai sumber, akan ada murid baru yang cukup unik. Entah dari sisi mana mereka menyebutnya 'unik', hingga hari itu tiba. Ternyata itulah yang membuat mereka menyebutkan kalau gadis remaja itu 'unik' karena ia buta. Mungkin ini akan benar-benar menarik untukku.
"Hai. Namaku Clarissa Aracelly. Kalian bisa memanggilku Clarissa, aku memang terlahir buta." Kata gadis remaja itu memperkenalkan dirinya. "Salam kenal."
"Clarissa?" Seorang anak perempuan menatapnya sinis. Tapi, itu tidak ada gunanya karena Clarissa tidak bisa melihat.
Gadis remaja itu tersenyum ketika mendapatkan antusias dari teman-teman barunya, ingin sekali berbicara lebih, tapi seseorang menyela cepat.
"Nama itu tidak cocok untukmu!" Sahut anak perempuan lain. Teman-teman lainnya saling berbisik-bisik sembari menatap ke arah gadis itu, tapi tetap saja percuma karena gadis remaja itu tidak bisa melihat.
Satu kelas jadi tampak menahan tawa. Mereka tahu, kalau Clarissa memiliki pendengaran yang bagus. Karena itulah, mereka jadi lebih ingin mengejeknya.
"Aku rasa dikelas ini tidak ada yang ingin berteman denganmu!" Lanjut anak laki-laki yang memprovokasi itu seolah belum puas mengejeknya.
Seisi kelas lebih ramai lagi berbisik sembari menyeringai jijik kearah gadis itu. Menatapnya, seolah dia anak bodoh yang tidak tahu akan apa-apa. Tapi, gadis itu hanya bisa pasrah.
Begitu pula, hari-hari berikutnya. Meski, ia selalu menahan diri untuk tidak meneteskan air mata sedikitpun.
Aku sendiri hanya terlihat biasa saja, seolah-olah itu bukan urusanku. Aku hanya tidak mengerti mengapa ia bisa seperti itu.
***
Saatnya untuk pergi menuju kantin sekolah, semua murid berlarian seperti anak kecil yang akan mendapatkan permen jika berhasil merebut posisi pertama. Tetapi, tidak untuk gadis remaja itu. Ia menghabiskan waktunya dengan duduk dikelas, dan memakan bekal yang ia bawa.
Tapi, itu bukan urusanku. Mungkin akan lebih menyenangkan jika aku sedikit bermain dengannya. Kuputuskan untuk mengambil bekal yang ia bawa, aku tahu anak itu tidak akan memarahiku karena ia tidak memiliki kuasa apapun terhadapnya. "Kenapa? Kenapa kau mengambil bekalku?" Tangannya sambil menggigit bibirnya.
"Bukan urusanmu." Kuputskan untuk melempar bekalnya kearah luar jendela sana, dan ia tidak bisa memakan makanannya. Lagipula, siapa yang akan memarahiku? Tidak akan ada yang mau mendekatinya. "Lain kali makanlah di kantin. Kau tidak perlu membawa bekalmu lagi." Ucapku sambil berjalan meninggalkan remaja perempuan itu duduk sendirian didalam kelas.
Tahan... Aku yakin kau bisa menahan ini semua. Batinnya. Jujur saja, entah kenapa sifatku kembali muncul ketika dirinya berada disini. Aku jadi ingin melakukan hal lain padannya, mungkin mengurungnya?
Saat waktu istirahat habis, aku masih melihat dirinya masih setia duduk di kursinya. Niatku kembali muncul untuk mengganggunya, "bukankah kau buta? Lalu, untuk apa kau membawa buku? Bahkan, kau tidak bisa melihat. Sebaiknya, aku robek saja. Bagaimana?"
Tangannya mengepal hingga buku jarinya ikut memutih, "hey, Daffren! Kenapa kau tidak seret dia ke tempat yang gelap saja? Dia hanya mengganggu kelas kita saja." Teriak siswa laki-laki yang lain dan diikuti oleh anggukan setuju siswa lainnya.
"Kau dengar itu? Mereka ingin aku mengurungmu ditempat gelap." Tanpa segan aku langsung menarik seragam sekolahnya dengan kasar dan membawanya keluar dari kelas, awalnya ia sempat melawan hanya saja tenaganya yang begitu kecil bukanlah tandingan untukku.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Time Machine
FantezieDavidtho Dionfilius. Pria yang berjuang mencari rahasia apa dibalik traumanya. Dengan cara kembali kemasa lalu menggunakan Mesin waktu. Lalu bagaimana kisah cinta antara David dengan Clarissa..? Serta apa rahasia dibalik semua itu......? Say no to P...