Bab 10

10 3 0
                                    

"Letting go of someone important to you surely hurt. But, remember freedom come for a cost."

Asanuma Yukio

Hari ini hari libur, Clarissa mengharapkan agar pria dewasa itu mau berisitirahat seharian untuk melepaskan rasa lelahnya yang sudah bekerja keras dan juga mengeluarkan banyak tenaga untuk melakukan hal itu selepas menyelamatkannya.

Clarissa masih setia duduk di samping pria dewasa itu yang masih terlelap dalam tidurnya. Rasanya, ia ingin menangis keras saat ini. Setiap kali dirinya berdiri didepan cermin besar, dirinya berbeda.

Kini, mahkota kehidupannya hilang begitu saja. Rambut panjang coklat miliknya kimi tergantikan dengan rambut pendek sebahu yang tak beraturan. Begitu juga dengan sepasang matanya yang terlihat membengkak karena menangis semalaman, kepalanya masih saja memutarkan kejadian waktu itu seolah-olah sudah menjadi tontonan yang menarik.

וו×

"Ss-ssakhitt." Rintih Clarissa sambil memegangi tangan yang mencekal lengannya.

"Diam bodoh!" Ucap salah satu dari gerombolan tadi lalu menyekap mulut Clarissa dengan lakban hitam. Membuat erangan Clarissa semakin tertahan.

"Mmmmphh." Erang clarissa.

"Hahahaha." Gelak tawa mereka semua membuat Clarissa semakin ketakutan.

Wanita itu melepas paksa kunciran dirambut Clarissa, membuat beberapa helai rambut Clarissa ikut tertarik. "Akhh." Pekik Clarissa sekali lagi.

Rambut panjang Clarissa pun terpotong, meyisakan rambutnya yang kini pendek sebahu. Clarissa semakin menangis saat mendengar suara gunting menggunting rambutnya.

"Hah... Haah... Hah.." Clarissa refleks membuka matanya saat gunting memotong rambutnya yang begitu menyiksa terlihat nyata dalam mimpinya, walaupun rambutnya benar-benar sudah digunting.

"Kau sudah bangun? Apa kau baik-baik saja? Keringat dingin mengucur deras dari dahimu." Dion menempelkan punggung tangannya ke kening Clarissa saat ia terbangun dari tidurnya. Lalu, mengelap keringatnya dengan sapu tangannya.

Clarissa menganggukkan kepalanya. Dia baik-baik saja, sungguh. Tidak ada gunanya menganggap itu tadi hanyalah mimpi. Itu nyata. "Aku hanya bermimpi buruk saja." Ucap Clarissa. Dia berusaha untuk menghapus ingatan buruk dari otaknya.

Tapi, hasilnya nihil. Mimpi itu terus berputar di otaknya bagai film bioskop yang begitu menyenangkan untuk ditonton berkali-kali. Ia bahkan tidak menyadari kalau Dion tengah menyentuh rambutnya sebahu itu, seolah-olah ia juga ikut dalam kesedihannya. "Ada apa,kak?" Tanyanya.

Dion menghentikan kegiatannya lalu menatap datar ke arah Clarissa. "Bersiaplah. Kita akan pergi." Setelah ia mengucapkan hal itu, pria dewasa itu bergegas meninggalkan gadis itu sendirian di kamar.

וו×

"Selamat malam, Clarissa. Bagaimana kabarmu?" Tanya Morgan sambil membukakan pintu mobil untuknya.

"Aku baik-baik saja." Setelah melemparkan senyum ia langsung masuk ke dalam mobil, ia tidak ingin pria dewasa itu menunggu terlalu lama. "Kita akan pergi kemana?" Tanyanya.

Morgan yang berada di kursi pengemudi hanya tersenyum tipis dan tidak mengatakan apa-apa, sehingga membuat Clarissa kebingungan. "Sudah lama Marison tidak menghubungiku. Apa dia menemukan sesuatu yang besar sampai-sampai ia tidak kunjung menghubungiku." Batin Marison sambil fokus pada jalanan yang sedikit ramai.

The Time MachineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang