Part 19

109 23 1
                                    

Happy reading❤

Happy reading❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





___








Seung Yeon membawa Hyuna di halaman belakang. Tepatnya di halaman yang dihiasi rumput hijau, dengan bintang malam yang menghiasi, serta rumput dan beberapa tanaman yang sedikit basah karena disiram sore tadi.

Jujur, Hyuna mengira ia akan langsung dimarahi. Dibentak atau semacamnya. Persis seperti sang ibu yang mengatainya bodoh. Tapi ternyata tidak. Seung Yeon malah berucap, "Kaukah itu, Hyuna?" sangat berbeda dengan apa yang dia lakukan beberapa saat lalu.

Seung Yeon benar-benar rindu dengan putrinya. Bahkan wajah Hyuna sudah tidak dikenali. Itulah mengapa ia sempat heran dengannya. Tetapi di sisi lain Seung Yeon merasa tidak asing dengan keberadaan Hyuna, dan rasa kesal atas tindakan putrinya masih ada.

Hyuna sendiri sudah tidak bisa menahan air matanya. Napasnya sesak. Semua kenangan bahagia bersama ayahnya terlintas di kepala begitu saja. Hyuna ingin sekali menegur jika sang ayah benar-benar jahat karena meninggalkannya, tetapi, Hyuna tidak mampu. Bohong namanya jika ia tidak rindu.

"Apa benar kau setuju menjadi tunangan Min Hyuk?" tanpa diduga Seung Yeon malah bertanya. Menyampingkan semua rasa rindunya, ia harus ingat tujuan utama membuat Hyuna kemari.

Lidah Hyuna kelu. Tidak tahu harus berkata apa. Kecewa, marah, sedih. Rasa itu belum hilang dari benak Hyuna. Bagaikan terhimpit, Hyuna benar-benar kecewa dengan dirinya. Merutuki diri bahwa dirinya adalah orang bodoh.

Pribadi dalam setelan jas biru itu bersuara, "Kau memang salah. Aku tidak tahu jika kau setuju dan tidak memikirkan itu secara dalam,"

Hyuna menegak salivanya. Iya, dia memang salah.

"Aku yakin aku juga akan melakukan hal yang sama jika ada di posisimu," penuturan itu membuat Hyuna lantas mendongak, Seung Yeon berusaha memahami, "Aku tahu kau anak yang baik. Kau tidak memberitahukan masalah itu pada Eunji karena tidak mau merepotkannya, benar, kan?"

Seung Yeon menghela napas dalam, kemudian berucap dengan tenang, "Sejak dulu aku tidak pernah berhutang pada siapapun, kecuali nenekmu. Apa kau masih ingat saat membeli permen di Bibi Jo dan berjanji membayarnya besok? Kau yang masih kecil tidak tahu apa-apa selain membual pada bibi itu. Alhasil akulah yang membayarnya. Itu baru contoh sederhana," Seung Yeon kembali mengingat, "Saat pertama kali aku merintis perusahaan, pamanmu lah yang membantuku. Aku tidak bisa melupakannya. Dia sungguh berjasa bagiku. Aku tidak bisa mengucapkan terima kasih saja, aku selalu membiayainya hingga akhir hidupnya. Dia belum mendapatkan pekerjaaan saat itu. Hingga ia meninggal, aku masih tidak bisa melupakan bantuannya."

B.U (Be You )✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang