Mark memutuskan kembali ke kehidupan lamanya sebelum bertemu Haechan. Kehidupan yang monoton dan itu-itu saja namun sudah jelas memiliki akhir yang baik. Meskipun sesekali ia masih tetap memikirkan adik tingkatnya itu, Mark selalu mengingatkan diri sendiri agar kembali sadar. Tidak seharusnya ia melenceng terlalu jauh dari rencana hidupnya. Ia sudah terlalu lama bermain dengan Haechan menggunakan perasaannya.
Mark bukan tipe orang yang refleks melakukan apapun tanpa berpikir dan mengikuti alur begitu saja. Ia sudah terbiasa mengatur kehidupannya sedemikian rupa dari kecil.
Lahir sebagai anak tunggal di keluarga yang sangat berkecukupan secara materi dan dipenuhi kasih sayang, serta mendapat pendidikan nomer satu tak lantas membuatnya jadi manja dan seenaknya sendiri. Justru ia sadar bahwa kenikmatan yang didapat dari orang tuanya sejak lahir harus ia balas dengan kepatuhannya. Maka dari itu sebisa mungkin Mark selalu memikirkan segala sesuatu yang akan dilakukan beserta dampaknya.
Dan Mark cukup yakin mengenai masalah percintaannya. Bahwa pada akhirnya perjodohan lah yang akan ditemuinya kelak. Melihat sejarah keluarganya yang sejak dulu kala selalu melalui perjodohan. Terlebih semuanya sudah terbukti memiliki akhir bahagia. Sudah Mark katakan berulang kali kan, kalau Mark akan memilih sesuatu yang sudah pasti.
Biarkan orang lain mengatainya pengecut atau kolot. Jatuh Cinta bisa karena terbiasa. Buktinya Mark berkali-kali sudah merasakannya. Menyukai seseorang, Melupakan, lalu bertemu orang baru.
Namun untuk kali ini sepertinya Mark agak kesulitan mengatur perasaannya terhadap Haechan. Jika biasanya dia akan dengan mudah menghilangkan perasaan sukanya karena menyukai secara sepihak, sekarang jauh lebih sulit karena Mark tau Haechan juga sama-sama menyukainya.
Perasaan tidak enak hati selalu menghantuinya karena sudah menyakiti orang menyukai dan juga disukainya. Apalagi semenjak hari itu ia tidak pernah melihat Haechan di sekolah. Mark memutuskan mencari tahu ke kelas Haechan karena perasaan bersalahnya terlalu mendominasi. Sungguh, seharusnya Mark tidak membiarkan Haechan pulang sendirian malam itu. Jeno bilang Haechan sakit dan sudah tiga hari tidak masuk sekolah. Jelas sudah malam itu Haechan benar-benar kehujanan.
Sebenarnya ia juga sempat bertanya pada Jaemin yang kebetulan berpapasan dengannya di koridor tadi, namun Jaemin hanya memberi tatapan tajam dan mengabaikannya begitu saja. Beruntung Jeno yang merupakan teman sekelas Haechan mau memberitahunya.
"Boleh aku minta alamat rumah Haechan?" tanya Mark pada Jeno. Namun kali ini Jeno menggeleng.
"Aku bisa saja memberi tahu tapi aku tidak ingin Jaemin marah padaku. Jadi maaf sunbae. Mungkin kau harus bertanya pada orang lain" setelah itu Jeno pergi. Meninggalkan Mark yang masih berdiri di depan kelasnya begitu saja.
*
Mark kembali ke kelas Haechan keesokan harinya untuk mencari tahu keadaannya. Hasilnya sama seperti kemarin, Haechan masih tidak masuk sekolah. Jeno yang lagi-lagi memberitahunya.
"Sunbae tidak perlu khawatir, Jaemin bilang Haechan sudah sembuh sejak kemarin. Ia hanya malas bersekolah."
"Ah begitu" Mark menimpali kalimat Jeno seadanya. Masih merasa kurang lega kalau dirinya belum melihat Haechan secara langsung.
"Lagipula bukannya sunbae sudah menolak Haechan ya? Kenapa masih begitu peduli dengan keadaannya?" tanya Jeno. Tidak ini bukan pertanyaan menyindir, Jeno memang murni bertanya karena penasaran. Sayangnya Mark tidak bisa merasa tidak tersindir. Pertanyaan Jeno terasa menusuk untuknya, dan ia hanya mampu tertawa canggung sebagai balasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Days after Valentine
RomanceHanya karena mengembalikan sebuah gantungan kunci milik adik kelasnya, sepertinya Mark dihantui oleh sesuatu. . . . Markhyuck/Markchan ini lanjutkan dari book Valentine day ya... kalo belom baca, disarankan membaca dulu. 😁😁😁