🕋 ◇ Episode 1 ◇ 🕌

36.2K 2.4K 168
                                    

Hai, selamat datang! 🥰👋
Semoga betah.🤗

Happy Reading Gaes (!)

______________________
_____________________________

• ○ ● ■ ◇□◇ ■ ● ○ •

"Kau juga dengar kabarnya, kan? Putra Kyai Ilyas, Gus Yasin sudah kembali dari Mesir."

Seseorang di salah satu sudut kamar menyikut lengan temannya yang asik selonjoran kaki lalaran Nadhom Imrithy untuk pelajaran Nahwu-Shorof. Hal lazim yang biasa terlihat di lingkungan pondok pesantren. Mereka berdua asik sekali memulai gosip prihal gus bule bermata biru yang riuh hangat dibicarakan para santriwati. Semuanya penasaran, kecuali Hurrin 'Ain. Dia masih fokus muroja'ah hafalan Alquran, agar besok subuh bisa setoran lancar di depan Kyai Ilyas. Dia satu-satunya yang acuh tak acuh tentang Gus Yasin.

Hurrin mondok di sini hanya ingin mencari ilmu, hanya ingin fokus belajar, menghafal Alquran agar tahun depan dia bisa wisuda bil ghoib segera. Itulah alasan gadis Riau tersebut jauh-jauh mondok, merantau dari Pulau Sumatra ke Tanah Jawa. Untuk memajukan desanya. Untuk belajar agama sungguh-sungguh. Dia tidak punya waktu kepo dengan putra Pak Kyai bernama Gus Yasin itu.

***

Setidak peduli apapun Hurrin pada desas-desus santriwati perihal kepulangan Gus Yasin, obrolan dua santriwati tadi masih terdengar oleh Hurrin dari balik jendela depan kamar itu. Hurrin masih berusaha fokus pada Alquran di tangannya. Mengabaikan suara apapun yang berusaha tertangkap gendang telinga gadis manis bermata indah itu.

Depan kamar lantai empat itu adalah tempat favorit Hurrin yang selalu dia kunjungi selesai setoran di ndalem (sebutan untuk rumah Kyai) Kyai Ilyas. Dari depan kamar, Hurrin bisa melihat seluruh aktivitas pondok pesantren dari atas. Pemandangan yang amat indah, persis di samping kanan adalah aula besar bangunan pondok pesantren, sedangkan samping kiri terhampar sawah para penduduk, kontras sekali dengan pemandangan dari depan, bangunan megah sekolah formal dan hiruk-piruk jalanan Kota Surabaya. Pondok pesantren ini terletak di pinggiran Kota Surabaya, hampir jauh dari kebisingan kota. Lebih dekat dengan suasana pedesaan dan yang terpenting, depan kamar lantai empat itu sepi, Hurrin bisa berkonsentrasi muroja'ah.

Saat malam hari, tempat Hurrin duduk bahkan terlihat lebih indah dengan banyak lampu-lampu kota yang berkelip-kelip tak kalah terang dari bintang-gemintang. Pagi ini juga tak kalah indahnya, matahari terbit dari balik hamparan hijau berpetak-petak sawah. Surya bersinar cerah selaras dengan cerahnya semangat para petani.

Lantai tangga dekat aula berdetak kencang akibat sebuah hentakan telapak kaki, melangkah cepat dan mantap. Seseorang merangsek dari aula menuju ke arah Hurrin. Napasnya memburu, tapi wajahnya ceria, berbinar semangat mengacungkan jari telunjuknya saat menemukan sosok Hurrin sedang duduk di sana.

"Kaaan! Sudah kuduga, pasti di sini!" Dia berseru antusias dan langsung duduk di samping Hurrin. Demi mendengar gadis berkerudung tosca itu bicara, Hurrin menoleh, menghentikan aktivitasnya sejenak dan menaruh Alquran di sekat paling atas ventilasi udara. Selesai beberapa gerakan berdiri dan duduk lagi Hurrin, gadis berkerudung hijau tosca bisa leluasa mendapatkan napas normalnya lagi usai berlari. Langsung menipiskan sekat jarak antara mereka berdua.

"Ada apa, Hasanah?" tanya Hurrin. Menilik apa yang hendak disampaikan sahabatnya itu sampai lari-lari kencang seperti habis dikejar maling.

"Kau belum dengar kabar itu? Gus Yasin, putra tunggal Kyai Ilyas sudah pulang dari Mesir!" Hasanah membelalakkan bola matanya, lingkaran hitam bulat itu seolah berbinar diterpa cahaya pagi. Sudah menjadi tabiat Hasanah, bicara dengan suara melengking nyaring jika berteriak.

"Sudah. Berpuluh kali malah," jawab Hurrin santai. Intonasi suara yang lembut dan halus jadi khas sekali pada gadis Riau itu.

"Aduuuh!" Hasanah menepuk dahinya. Bentuk kerudung itu jadi sedikit penyok, tidak lancip lagi pucuknya. "Ini trending topic paling viral di pondok loh, Rin. Gimana ceritanya kamu 'B' aja? Kamu kayak gak tau gimana gantengnya Gus Yasin aja." Sebal sekali Hasanah melihat respon Hurrin yang hanya memasang wajah biasa-biasa aja. Seolah itu tidak penting. Padahal berita ini bahkan sampai ke pondok putra, sebenarnya santri putra tidak suka menggosip seperti santri putri. Tapi Hasanah mendengar prihal itu dari kakak-kakaknya yang memang sering ada di pondok putra. Viral sekali berita itu!

"Harusnya, santriwati itu ngurusin peringatan tujuh hari wafatnya nenek Kyai Ilyas. Bukan malah sibuk ngegosib prihal Gus Yasin. Ndak sopan tau, ngomongin keluarga ndalem," timpal Hurrin menunduk ke bawah. Sembari menatap lantai dasar pondok pesantren yang mulai ramai dengan para santriwati yang piket menyapu halaman hari ini.

"Justru karena itu aku ke sini, Hurrin. Umi minta aku buat jemput kamu bantuin nyiapin acara tujuh hari 'besok' itu di ndalem. Kita disuruh belanja di warungnya Mbak Aisyah." Hasanah sudah berdiri, merapikan bentuk kerudungnya yang penyok tadi di depan kaca jendela kamar. Sesekali ditiup dengan bibir bawah agak manyun agar bentuknya bagus, bagi santriwati yang tentu saja adalah kaum hawa, apapun bisa dijadikan kaca.

"Eh? Sekarang?"

Belum selesai Hurrin bicara, Hasanah sudah menyambar tangan Hurrin.

"Iyaaa dong! Mau nungguin sampe onta Arab bisa ngomong bahasa Inggris?" Hasanah terus melangkah membelah siapapun yang hendak melintas. Sesekali menyapa santriwati yang lain.

Hari ini, hari Jumat. Sekolah libur. Dua gadis itu berlari-lari menuruni tangga aula. Hurrin tetap pasrah mengikuti langkah Hasanah yang mencengkeram tangannya seolah besok kiamat saja.

Hari ini, tepat malam nanti. Sebuah kejadian hebat akan terukir.

Awal kisah cinta itu bermula.

.
..
....
.......

◇□ MUNAJAT □◇

___________________________
_____________________

Salam hangat dari Author Amatir untuk readers yang dengan suka rela mampir ke karyaku. ^^

Ini karya lanjutan, Kak. Bagian kedua dari "His Fortunate Fangirl" juga masih ada hubungan dengan "Aeolian" tapi meskipun kalian gak baca keduanya itu, kalian juga akan tetap paham alur cerita "Munajat" karena Author bikin plot yang benar-benar mandiri. So, kalian tetap akan enjoyed!
🥰✌

Tetap setia ikutin ceritaku yah, Kak. Jangan lupa tinggalkan vote dan komen. Terima kasiiiiiih ❤

Salam, Ayaya_✍

Author, si anak pesantren tapi gak alim-alim amat :v

[6/September/2020]

𝐌𝐮𝐧𝐚𝐣𝐚𝐭 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang