16. Proses Pemulihan

166 9 0
                                    

Bibi memilih menaiki lift rumah sakit agar cepat sampai. Untunglah lift sedang sepi mungkin karena sudah malam tak banyak orang datang kerumah sakit. Jadi bi Fatimah tidak perlu menunggu.

Ia terus menggenggam ponselnya erat jantungnya berdetak kencang, tak sabar untuk sampai keruangan Icha. Wanita itu hanya datang sendirian. Tanpa Acha, ia sudah mengajak Acha untuk ikut tetapi Acha tidak mau keluar kamar alhasil Fatimah bergegas pergi sendiri setelah mendapat telepon dari rumah sakit.

Ia berdiri di pintu ruangan sambil menghela nafas panjang menyeka matanya yang mulai berlinang.

Ceklek

Pintu perlahan terbuka, mata bibi langsung menuju keranjang pasien. Air mata bibi sudah tidak bisa ditahan. Ia menangis perlahan walaupun ia berusaha menahannya namun sia-sia.

Bibi berjalan dari ambang pintu. Menuju ranjang Icha, langkahnya tertegun ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Ternyata benar, tidak ada yang mustahil, selagi berusaha sabar menunggu, bukanlah Tuhan membuktikan maha kuasanya, manusia saja yang kadang tidak bersyukur.

Setiap orang memiliki kesempatan. Meskipun memerlukan jangka waktu  yang cukup panjang.

Seperti Icha, mukjizat menghampiri nya, ia sadar dari komanya yang sudah hampir setahun lamanya. Sakit yang ia alami cukup melelahkan, kejadian saat kecelakaan itu menimpanya sungguh merubah alur hidupnya, dari awal hidupnya sudah tidak normal seperti orang lain, memiliki orang tua namun untuk bertemu mereka saja sangat sulit apalagi untuk memeluk dan menyatakan dirinya adalah Icha.

"Ichaa..." Lirih bibi.

Mata gadis itu terbuka walaupun terlihat sulit bergerak ia berusaha membuka matanya secara utuh Karena melihat kedatangan bibi, jemarinya sedikit bergerak seakan dimintai untuk di sentuh, bibirnya seperti ingin tersenyum namun itu tidak bisa ia lakukan, bibi semakin terisak dan terduduk melihat butiran bening mengalir dari mata Icha.

Bibi menggenggam jemari yang sudah sangat kurus tersebut, mengusap punggung tangannya lembut, dan memaksakan senyum kepada Icha namun air matanya masih mengalir.

"Non, masih ingat bibi?" Tanya bibi lirih, mencoba untuk tidak terisak lagi.

Yang ditanya hanya diam, Icha masih terlalu lemah untuk berbicara.

"Nggak usah jawab, bibi sangat bersyukur non kembali lagi, ini benar-benar mukjizat non" bibi membelai rambut Icha yang sudah panjang itu, Icha mengedipkan matanya yang berlinang.

"Permisi" Dokter Keynan masuk bersama seorang suster.

"Dok dokter" bibi mengalihkan pandangannya dari Icha. Kini ia menatap Dr Keynan penuh rasa ingin tahu.

"Baik saya akan jelaskan disini saja" kata Dr. Keynan.

"Baik pak, tolong jelaskan kepada saya"

Dr. Keynan menyilahkan bibi duduk disebuah kursi ia pun ikut duduk, sedangkan suster mengecek peralatan dan kondisi Icha.

"Saya benar-benar tidak menyangka dia akan bangun"

"Lalu bagaimana bisa dok" tanya bibi tidak sabar.

"Mungkin bisa dibaca terkait perkembangan kondisi fisiknya yang berubah secara drastis kemudian ia melewati masa komanya" Dr. Keynan menyondorkan beberapa helai kertas, bibi membaca dengan seksama.

"Terimakasih dok, terimakasih" ucap bibi masih menangis.

"Saya ikut bahagia, kami juga berterimakasih kepada Icha, sudah bertahan dan sadar, dan ini adalah kasus pertama yang cukup memakan waktu panjang, tapi syukurlah hasilnya tidak mengecewakan"

Ketosku Sayang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang