19. problem again!

146 9 9
                                    

"jadi yang sebenarnya sekolah di Linggar Jati siapa?" Tanya Rafa sambil meneguk segelas air putih. Mereka masih duduk berhadapan.

"Kak Acha, dan gue gantiin dia sekolah karena dia mau pindah ke pesantren tanpa sepengetahuan mama sama papa, jadi ya dia minta gue buat bantuin dia, mau gimana lagi" Jelas Icha berharap pria menyebalkan yang sok pengertian itu paham.

"Emang lo nggak tinggal serumah?" Tanya Rafa lagi, entah kenapa Rafa ingin menanyai segala hal kepada cewek aneh itu, bisa- bisanya ia menggantikan kembarannya sekolah.

Jeda cukup lama Icha baru menjawab "Enggak, dan orang tua gue bahkan nggak kenal gue" nada bicara Icha melemah ia mengalihkan pandangannya bibirnya tiba-tiba keras sekali untuk mengembangkan senyum. Jelas bukan terlihat seperti dirinya saat ia berbicara soal orang tua.

Rafa mengerti ada yang tidak beres dengan keadaan cewek berambut panjang didepannya itu. Walaupun aneh, menyebalkan dan susah di atur watak itu kini Rafa kesampingkan setelah melihat sisi lain dari gadis angka nol itu. Bagaimanapun kejadian ini masih belum bisa Rafa pahami sepenuhnya. Tidak mungkin juga ia terus bertanya saat keadaannya toko semakin ramai begini.

"Cha, sinii!" Dari sudut toko Wahyu melambaikan tangan, memberi isyarat agar Icha kesana. Icha yang sadar di kode mengacungkan jempolnya paham.

"Kayaknya gue mulai gak waras" Kata Icha lembut memonyongkan bibirnya gemas, menatap Rafa dengan manik matanya namun jelas itu tidak tulus sama sekali. Seperti yang ia lakukan dulu saat memohon untuk terbebas dari hukuman.

"Kenapa?" Rafa menautkan alis. Kenapa malah wanita itu mengatakan dirinya sendiri tidak waras. Apakah koma hampir setahun itu benar-benar berdampak buruk. Ini membuat Rafa khawatir.

"Yah, gue nggak waras udah ngobrol sama lo, ngabisin waktu gue tau gak!" Icha berdiri cepat wajahnya berubah judes. Dirinya memang sudah ia anggap bodoh, orang yang selama ini di hindari, pria menyebalkan dan goblok itu benar-benar sudah menghipnotis nya. Mengapa ia tidak di anugrahi seorang teman yang benar-benar berwibawa dan pintar, bukan seperti ketua osis nan goblok itu. Sebenarnya apa yang membuat Icha begitu tidak menyukai Rafa.

"Tunggu!"

Jemari Icha digenggam, membuatnya ia gagal memulai langkahnya. Siapa lagi kalau bukan Rafa yang memegang tangannya.

"Lo emang nggak berubah ya, bandel!" Kata Rafa ikut berdiri "Hari Minggu sore lo harus datang ke rumah pohon gue tunggu sampe lo datang" lanjutnya lagi.

Icha menelan salivanya, jemarinya begitu ingin ia lepaskan dari lengkungan jemari besar Rafa tapi mengapa untuk menarik jemarinya saja ia tidak ada tenaga, hanya menatap Rafa yang mulai mendekatinya sedikit demi sedikit. Sial Icha sungguh telah mempermalukan dirinya sendiri.

Rafa teringat saat ia menjahili cewek gila ini dulu, sampai ia benar-benar takut, Rafa tahu saat di taman Icha benar-benar takut dan ingin menyerah, tapi sungguh gengsi untuk mengatakan ia takut. Ampuh sekali untuk meredamkan amarahnya.

"Sial! Mau ngapain lo" akhirnya ada kekuatan, Icha menghempaskan tangan Rafa kasar.

"Mau nggak hari Minggu ke rumah pohon sore, tenang gue bakal anterin dan jemput kemana lo mau, itung-itung penebus rasa bersalah seorang ketua osis yang nggak pernah liat adek kelasnya koma selama setahun kerumah sakit" cukup sulit membujuk Icha, Rafa tetap mencoba mengajak Icha agar ia lebih ingin terbuka padanya. Dan hatinya semakin ingin tahu lebih dalam dari dalam diri seorang Icha.

"Gue gak mau bego!"

"Gue gak mah tau, lo harus datang!"

Icha memutar bola matanya dan memulai langkah pergi. Senyuman Rafa mengembang menatap punggung Icha. Ia berharap Icha benar-benar datang susuai waktu yang ia katakan.

Ketosku Sayang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang